Pitutur guru sejati dua belas
Pitutur guru sejati dua belas

Begitu dekat dengan bibir pantai alangkah terkejutnya dia
melihat Sunan Kalijaga berdiri di sana. Dia lalu bersujud dan memohon ampun
karena telah berani menyombongkan diri dengan ilmunya itu.
Sunan Kalijaga lalu berkata “Bangunlah hai putera Ki Gede
Pamanahan, janganlah menuruti kelemahan hati yang menyuarakan keserakahan,
enyahkanlah bisikan setan itu, bangkitlah hai murid Jaka Tingkir!”.
Senopati lalu bangkit, Sunan Kalijaga kemudian bertanya
padanya “apakah benar kau sangat ingin menjadi raja yang menguasai tanah Jawa
ini?
Senopati mengangguk perlahan, Sunan Kalijaga bertanya lagi
“meskipun itu berati kau harus berhadapan dengan guru sekaligus ayah angkatmu
Sultan Hadiwijaya dan berperang dengan seluruh negeri Pajang yang selama ini
menjadi negeri tumpah darahmu dan tempat alamrhum ayahmu mengabdi?
Senopati lalu menundukan kepalanya, tubuhnya berguncang, air
matanya meleleh lalu pelan berkata “Hamba selalu memohon petunjuk kepada Gusti
Allah namun belum mendapatkan petunjuknya, mungkin Gusti Allah memberikan
petunjuknya lewat Kanjeng Sunan”
Sunan Kalijaga tersenyum lalu kembali membuka mulutnya
“Baiklah Senopati akan kuberikan pelajaran yang amat tinggi dari Kanjeng Rasul
untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat”.
Sunan Kalijaga menghela nafas sebelum memberikan
wejangannya, lalu sambil duduk di atas sebuah batu karang dia memulai
wejangannya kepada Senopati
“Perang itu sesungguhnya hanyalah suatu alat penghancur
untuk menghilangkan kerusakan yang disebabkan oleh kebhatilan, diganti dengan
yang baru.
Timbulnya suatu peradaban itu adalah karena perombakan dari
masa silam yang manusia rusak sendiri.
Agama Islam lahir sebagai agama penutup, tidak akan ada lagi
agama yang diridhai Gusti Allah selain Islam, Kitab suci Al Qur’an lahir
sebagai pelengkap dari semua kitab suci sebelumnya yaitu Taurat, Zabur, dan
Injil.
Memang sudah menjadi takdir Hyang Maha Kuasa kalau semua
pemeluk kitab sebelum Al Qur’an itu akan selalu memusuhi para pemeluk agama
Islam jika mereka menolak untuk masuk Islam, dan diantara para pemeluk Islam
pun akan selalu muncul perbedaan, hal itu dikarenakan terbatasnya daya berpikir
manusia yang tidak akan pernah bisa menyingkap takdir Illahi”.
Sambil memandang ke arah laut Sunan Kalijaga menyedekapkan
tangannya lalu melanjutkan ucapannya “Tanpa persengketaan manusia tidak akan
bergairah untuk hidup lebih maju.
Tanpa perangpun semua mahluk akan menemui ajal yang telah
digariskan. Setelah itu diganti dengan manusia yang baru untuk meneruskan sisa
pekerjaan yang telah mati.
Demikianlah seterusnya seperti alam raya yang terus bergerak
berputar tak pernah diam, demikian pula pikiran manusia setiap detik bergerak
terus tak pernah berhenti. Manusia sebagai tempat roh akan mengalami masa bayi,
kanak-kanak, dewasa sampai kemudian mati, bagi yang tawakal berserah diri
kepada Gusti Allah tidak akan goncang hatinya.
Walaupun tidak perang, alam akan merusak dan menghancurkan
kehidupan agar manusia menjadi sadar, bahwa dia tak berkuasa apa-apa di dunia
ini. Pandanglah kehidupan di sekitar kesultanan Pajang anakku, mereka itu
adalah manusia-manusia yang tak menyadari asalnya dan diperbudak oleh khayalan.
Perjalanan hidup manusia tidak bisa tetap, bagaikan alam,
ada terang dan gelap, ada panas dan dingin, berubah-ubah sesuai kehendak Hyang
Maha Kuasa. Usia hidup di alam ini kasar ini tak ubahnya seperti kedipan mata
cepatnya bila dibandingkan dengan usia alam yang berjuta-juta tahun.
Oleh sebab itu terimalah segala derita ataupun semua cobaan
dengan ikhlas menerima pada yang telah digariskan Gusti Allah.”
Sunan Kalijaga lalu mengelus-elus jenggotnya “Atma atau roh
itu tak dapat dihancurkan dengan kekuatan apapun, tak dapat dilihat, tak dapat
dipikirkan, tak bisa berubah sifatnya.
Tak bisa dibunuh walaupun jasad yang menjadi tempatnya
bersemayam dihancurkan.
Semua mahluk pada permulaannya tidak tampak, setelah melalui
nafsu birahi antara pria dan wanita disatukan, barulah dibentuk dalam rahim.
Setelah dilahirkan barulah nampak, semenjak kecil hingga tua
bangka, mereka tak menyadari bahwa mereka berasal dari tak tampak yaitu tiada.
Kematian menjadi momok ketakutan bagi yang tak mengenal atmanya.
Orang seringkali memperbincangkan tentang roh, meskipun
demikian hanya beberapa orang saja yang mengerti pada sifat abadi itu.
Ada dan tiada sama saja bagi siapa yang sesungguhnya
mengetahui sajatining kebenaran. Yang menguasai manusia di alam lahir ialah pancaindra,
sedangkan Atma adalah pendukung raga seluruhnya.
Lahirnya pancaindra setelah menjelma menjadi manusia,
sedangkan atma sudah ada sebelum manusia lahir ke dunia.
Tetapi janganlah menyekutukan atma dan pancaindra, karena di
dalam pancaindra itu terdapat nafsu-pikiran, itikad perasaan dan akal.
Siapa yang beritikad baik pikirannya pun akan tenang,
nafsunya dapat terkendalikan, perasaannya akan lebih tajam, dan akalnya pun
akan lebih cerdas.
Siapa yang dapat mengendalikan seluruh panca indranya dan memusatkan
akal budinya terhadap atma untuk bersujud berserah diri kepada Illahi, dialah
yang akan menemukan kebahagiaan sejati nan abadi dunia-akhirat.
Illahi adalah yang tak ada habis-habisnya dan tertinggi yang
menciptakan alam semesta dengan segala isinya, Adhi Atma adalah roh suci yang
bersemayam dalam diri manusia, setan adalah nafsu negatif yang menimbulkan
nafsu keduniawian.
Siapa yang mengingat bahwa Gusti Allah adalah yang paling
esa berkuasa, maka dialah yang mengetahui kebenaran.
Deru ombak menggetarkan tempat itu, semakin lama semakin
pasang, namun Sunan Kalijaga meneruskan wejangannya ” Orang yang sempit
pikirannya menganggap Illahi itu hanya bersifat tidak kelihatan dan beranggapan
Illahi itu omong kosong belaka yang tidak masuk akal, padahal Illahi ada
dimana-mana dalam segala bentuk dan kekal sifatnya yang memberikan daya
berpikir pada seluruh manusia.
Bukan Ilmu ataupun kesaktian fisik yang bisa menuntun ke
jalan yang manunggal di Jalan Illahi, karena ilmu tanpa disertai budi, dan
kesaktian lahir adalah kesombongan dan kemurkaan.
Dia yang beriman, bertaqwa, dan bertwakal kepadanya dan
berikhtiar mempersatukan dia dengan Illahi sambil menjalankan kebajikan, dan
menyebarkan ajaran Illahi dia akan mencapai sifat yang diridhai Gusti Allah
untuk menjadi Khalifah Umatnya.
Apa yang disebut perikebajikan adalah rendah hati, jujur,
sabar, dapat melepaskan pikiran dan hawa nafsu keduniawian, dan tidak menyimpan
kebencian.
Siapa yang melihat bahwa benda yang saling bunuh dan bukan
rohnya, siapa yang mengakui segala yang terjadi akibat kesalahannya sendiri
dialah yang nerima.
Bangkitlah engkau Senopati anakku! Kalahkanlah semua
musuh-musuhmu! Karena engkau adalah alat untuk melenyapkan angkara murka dan
membentuk kehidupan yang baru di tanah Jawa ini! Sesungguhnya tanpa peranmu pun
orang-orang Pajang yang berlindung di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya sudah
mati, karena diliputi oleh benci dan dendam.
Mereka orang-orang yang berlindung di bawah kekuasaan Sultan
Hadiwijaya untuk melampiaskan hasrat serakahnya seperti serigala-serigala yang
terkurung api, sebentar lagi hangus terbakar.
Janganlah bersedih hati menghadapi ujian ini Senopati, semua
yang kukatakan ini adalah Ilapat dari Gusti Allah demi memberimu petunjuk atas
permohonanmu kepada Gusti Allah siang dan malam, wahyu keprabon untuk memimpin
umat di tanah Jawa ini telah berpindah dari Sultan Hadiwijaya kepadamu karena
Pajang telah rusak oleh orang-orang yang serakah.
Namun ketahuilah Mataram akan berumur pendek dari mulai
engkau, anak dan cucumu, cucumu akan menjadi raja yang sangat kaya, mataram
akan mencapai puncak kejayaannya, namun Mataram akan rusak oleh cicitmu karena
bersekutu dengan orang-orang asing bertubuh tinggi-besar, berkulit putih,
berambut seperti rambut jagung yang akan menyengsarakan seluruh umat di tanah
Jawa ini.
Kerusakan Mataram akan ditandai dengan muculnya bintang
kemukus setiap malam, sering terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan, Gunung
Merapi sering bergolak dahsyat”.
Senopati mengangkat kepalanya “Yang kanjeng Sunan wejangkan
benar-benar meresap dalam sanubariku, hamba bersyukur ternyata Gusti Allah
mengabulkan permohonan Hamba dan alamarhum ayahanda. Namun yang belum saya
mengerti mengapa di jagat ini begitu banyak aliran kepercayaan?
Sunan Kalijaga Menjawab ” Sumbernya hanya satu seperti
sumber air gunung yang sangat bersih tanpa ada kotoran mengalir ke bawah. Lalu
beranak sungai di hulu, dialirkan ke setiap arah untuk dipergunakan macam-macam
keperluan seperti minum, mencuci, mengairi sawah, dan lain-lain sehingga kotor
sulit dibersihkan kembali.
Begitupun pengertian tentang Tuhan, siapa yang memuja Allah
SWT dia akan pergi kepada Gusti Allah, siapa yang memuja Dewa dia akan pergi
kepada Dewa, siapa yang memuja Jin dia akan pergi kepada Jin, siapa yang memuja
Leluhur dia akan Pergi kepada Leluhurnya.
Namun tetaplah semua akan kembali kepada satu sumbernya
yaitu sang maha pencipta Gusti Allah SWT, La Illa Haillallah tiada tuhan selain
Allah. Ada pula orang-orang yang menyerahkan hartanya sebagai bakti kepada
Illahi, Namun dibalik hatinya ia meminta kembalinya yang lebih besar, itu
namanya murka, ada orang yang berpura-pura memuja Illahi namun mengharapkan
upah, dia tidak akan sampai kepada Illahi.
Begitulah pengertian tentang Tuhan, diolah beraneka ragam
hasil pengertian akal tanpa budi, iman, dan taqwa. Tidak demikian dengan orang
yang beriman dan bertaqwa, dia akan terus menuju mencari sumbernya.
Dia tidak akan terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat duniawi
yang tercipta dari setan pembawa hawa nafsu yang merusak. Dia akan senantiasa
tenang, karena ia sadar bahwa semua pergolakan disebabkan oleh setan.
Bagaikan orang yang berjalan di lorong gelap gulita yang
menemukan pelita, demikianlah orang yang berserah diri kepada Gusti Allah SWT”.
Senopati lalu bangun, Sunan Kalijaga lalu mengajaknya pulang
ke Kota Gede “Mari anakku aku ingin melihat rumahmu dan kota yang telah engkau
bangun”, Senopati menjawab “Mari kanjeng Sunan”.
Setelah sampai Sunan Kalijaga memerintahkan Senopati untuk
memagari rumahnya dan membangun tembok dari batu bata di sekitar Kota Gede
dengan memberi petunjuk lewat air doanya “Senopati anakku, bila kelak engkau
hendak membangun tembok benteng Kota Gede ikutilah tempat dimana aku mengikuti
air tadi, nah selamat tinggal anakku, aku hedak pulang ke Kadilangu”.
Senopati lalu membangun tembok kota mengikuti saran yang
Sunan Kalijaga sampaikan. Wejangan itupun diresapinya hingga kelak tiba saatnya
ia menjadi raja sekaligus penyebar agama Islam di tanah Jawa ini.
sumber :https://jiwa2kegelapan.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar