Bahaya di Balik slogan “Kembali ke al-Qur’an dan Sunnah”
Bahaya di Balik slogan “Kembali ke al-Qur’an dan Sunnah”

Ciri khas aliran yang muncul 100 tahun lalu di tanah arab tidak lain menjauhkan ummat dengan Ulama dengan berbagai cara, mulai dengan menghancurkan kuburan ulama dengan dalih syirik, melarang menghormati ulama dengan alasan dalam ajaran Islam dilarang mengkultuskan manusia, termasuk slogan di atas, “Kembali ke al-Qur’an dan Hadist” dengan slogan itu ummat tidak lagi perlu bertanya ke ulama, setiap manusia diberi kedudukan yang sama di hadapan Allah termasuk dalam menafsirkan al-Qur’an.
Slogan ini kemudian melahirkan orang-orang yang “sok tahu” tentang al-qur’an, kemudian dengan mudah menvonis orang dengan ayat-ayat yang dipahami dengan keterbatasan ilmunya. Saya sendiri sudah kenyang melihat jenis ulama gadungan, baru rajin shalat 3 bulan dan membaca al-Qur’an terjemahan, kemudian dengan mudah mengeluarkan “fatwa”, yang ini sesat, ini bid’ah, ini tidak sesuai al-Qur’an dan Hadist dst.
Lahirnya orang-orang yang dangkal memahami agama ini memang dirancang oleh kelompok tertentu, saya tidak berani menuduh mereka Yahudi atau orientalis, anda bisa menyebut mereka dengan sebutan yang anda sukai, dengan tujuan agar ummat ini mudah di ombang ambing seperti buih di lautan. Terputusnya ummat dengan Ulama Pewaris Nabi akan mudah bagi mereka kemudian menyodorkan ulama versi mereka, andai pun memahami al-Qur’an hanya sebatas tekstual, yang tertulis semata.
Selama 100 tahun ummat Islam telah berhasil di perdaya, coba anda lihat hasilnya, ayat-ayat tentang jihad dimaknai apa adanya, maka lahirnya al-Qaida, kemudian ISIS dan lain-lain, diantara sesama muslim jadi saling mencurigai, ini hasil unggul produk “Kembali ke al-Qur’an dan Hadist” yang di dengungkan 100 tahun lalu, slogan yang tidak pernah ada sebelumnya.
Tulisan ini tolong dipahami dengan kepala dingin, saya tidak sedang mengkritik al-Qur’an dan Sunnah dan tidak pula melarang orang berpedoman kepada keduanya, yang saya kritik adalah cara orang memahami keduanya, memahami tanpa dengan bimbingan. Menafsirkan al-Qur’an dengan akal pikiran akan membuat manusia tersesat, Nabi memberikan nasehat :
“Barang siapa yang menafsirkan al-Qur’an menurut pendapatnya sendiri, hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya dari api neraka” (HR. Muslim)
Dari awal Nabi sudah khawatir akan muncul suatu generasi yang dengan sekehendak hatinya menafsirkan ayat al-Qur’an. Siapa yang paling paham dengan firman Allah? Tentu saja Nabi dan siapa orang paling paham dengan Nabi? Tentu sahabat, dan siapa yang paling paham dengan sahabat? Tentu saja orang yang pernah hidup dengan sahabat Nabi, hubungan berantai itu yang menyebabkan Islam lestari hingga hari ini.
Paham yang di usung 100 tahun lalu tersebut kemudian menafikan mazhab, dengan alasan karena mazhab ummat ini terpecah, kemudian dengan alasan ini pula slogan “Kembali ke al-Qur’an dan Sunnah” terasa sangat masuk akal, akhirnya seluruh orang dengan gaya masing-masing menartikan al-Qur’an menurut akal pikirannya, hasilnya TERSESAT!.
Pemikiran paham yang muncul 100 tahun lalu tersebut memang rancu, satu sisi anda di suruh mengikuti al-Qur’an dan Sunnah, mengikuti ulama salaf, tapi sisi lain anda dilarang mengikuti mazhab, bukankah Imam Mazhab tersebut termasuk ulama salaf?
Imam Mazhab menurut saya ibarat ahli masak, Koki terkenal yang mempunyai resep masak, kemudian resep itu diwariskan dan dipakai sekian lama dan terbukti memang sangat enak. Ibarat masak kambing, ada berbagai jenis seperti: kari, rendang, sop dan sate, ke empat jenis ini mempunyai keungulan dan kelemahan masing-masing, silahkan anda mengikuti menurut kebutuhan masing-masing. Bagi sebagian orang kari kambing adalah makanan yang sangat cocok untuk mereka, bahan-bahan pendukung seperti kelapa dan rempah-rempah kebetulan banyak di daerahnya, sebagian yang tinggal didaerah tanpa buah kelapa, sate atau sop adalah pilihan paling bagus. Semua jenis masakan berdasarkan resep warisan koki terkenal tersebut sangat baik, karena telah diteliti oleh mereka.
Kemudian muncul satu golongan (100 tahun lalu) yang menolak bahkan membuang resep-resep bagus ahli masak yang telah terbukti selama 1000 tahun ampuh dan hebat, mereka membuang semua resep, bagi mereka gara-gara resep masakan kita jadi tidak kompak, semua orang harus kembali ke alamiah, tidak perlu bumbu-bumbu, itu semua bid’ah. Akhirnya orang disuruh makan daging mentah, hasilnya: hambar dan sakit perut!
Cara terbaik agar kita selalu mendapat bimbingan dari Allah adalah berguru kepada orang yang mempunyai hubungan baik dan dekat dengan Allah, orang-orang yang memahami firman Allah dengan hati yang disinari oleh cahaya-Nya. Menutup tulisan ini saya kutip firman Allah dalam surat an-Nahl 43 :
“…Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui” [An Nahl 43]
sumber : www.sufimuda.net
Firman Allah tabaraka wa ta'ala :
BalasHapus"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. KEMUDIAN JIKA KAMU BERLAINAN PENDAPAT TENTANG SESUATU, MAKA KEMBALIKANLAH IA KEPADA ALLAH (AL QURAN) DAN RASUL (SUNNAHNYA), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS An-Nisa 59)
Allah tidak menyuruh untuk kembali kepada kyai atau ustadz atau habib atau ulama atau yang lainnya, tetapi kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
kembali kepada Quran dan Sunnah bukan berarti memahami Quran dan Sunnah langsung dengan akal pikiran sendiri.
kembali kepada Quran dan Sunnah dilakukan ketika menemui perbedaan dalam suatu permasalahan. sedangkan perbedaan dalam suatu permasalahan itu terjadi di kalangan ulama.
jika kita menemui perbedaan dalam suatu permasalahan, kemudian kita serahkan kepada ulama, maka ini akan memupuk perselisihan dan akan menyebabkan perpecahan.
Adapun QS An-Nahl 43 (dan Al-Anbiya' 7) merupakan tahapan awal seseorang ketika belajar tentang agama. urutannya adalah sebagai berikut :
1. kewajiban menuntut ilmu agama : "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim". (HR. Ibnu Majah)
2. bertanya kepada ulama jika tidak mengetahui : QS An-Nahl 43 dan Al-Anbiya' 7
3. kembali kepada Quran dan Sunnah ketika menemui perbedaan pendapat : QS An-Nisa 59
Alhamdullilah
Hapus