MAJELIS 7-3 CARA MENGENAL ALLAH
CARA MENGENAL ALLAH
Syeikh Ahmad Arifin
berpendapat bahwa setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang tidak ada
yang tidak dapat dikenal. Karena Allah adalah zat yang wajib al-wujud yaitu zat
yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi
setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah
ia berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi :
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah
Kenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan
mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana)
dirinya.
Lalu diri
mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana firman
Allah dalam surat Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Artinya : Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir
dan nikmat batin.
Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi
dua:
1. Diri Zahir
yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2. Diri batin
yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan,
tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun dalil mengenai terbaginya diri
manusia
Karena sedemikian pentingnya peran diri yang batin ini di
dalam upaya untuk memperoleh pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa
kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi diri) sebagimana firman Allah dalam surat az-Zariat
ayat 21:
وَفِى اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya : Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak
memperhatikannya.
Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke
dalam dirinya disebabkan karena di dalam diri manusia itu Allah telah
menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah menanamkan
rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :
بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)
Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan
dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya dan
dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam mata hati (fuad) itu ada
penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati (saghaf) itu ada
nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia (sirr) dan di
dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)
Bagaimanakah maksud hadis ini? Tanyalah kepada ahlinya, yaitu
ahli zikir, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahal ayat 43 :
فَاسَئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Tanyalah kepada ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau
kamu benar-benar tidak tahu.”
Karena
Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara yang dilarang untuk
menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang
awam), seabagimana dikatakan para sufi:
وَلِلَّهِ مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya: “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan
membukakannya kepada yang bukan ahlinyah”.
Nabi juga ada bersabda :
وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua
cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan
kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah
sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada lehernya.
اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa,
dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Adapun
tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu
Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmu
pengetahuan (ilmu syariat) akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan api
neraka”.
Adapun ilmu
hakikat atau ilmu batin memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang
yang menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan
ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini
tidak sampai mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu
di hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di
bumi tidak sama ratanya, demikian halnya dengan manusia. Maka ahli Zikir (ahlus
Shufi) inilah yang mendekati maqam wali-wali Allah yang berada di bawah
martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah memerintahkan supaya
bertanya kepada ahli Zikir, karena ahli Zikir adalah orang-orang yang
senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta senantiasa
mendapat bimbingan ilham dari Allah SWT.
Oleh karena
itu, agar kita dapat mengenal Allah, maka kita harus mempunyai pembimbing
rohani atau mursyid. Tentang hal ini Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya
seseorang mempelajari semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka
dia tidak sampai ke tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan
spiritual bersama seorang syeikh yang memiliki akhlak luhur dan dapat
memberinya nasehat-nasehat. Dan barang siapa yang tidak mengambil akhlaknya
dari seorang syeikh yang melarangnya, serta memperlihatkan cacat-cacat dalam
amalnya dan penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak boleh diikuti dalam
memperbaiki muamalah”.
Namun
tidaklah ilmu pengenalah kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja
seperti mempelajari ilmu syari’at, karena ada satu syarat yang paling utama
yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at
oleh seorang mursyid yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para
syeikh tarekat sufi yang bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh
karena itu jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal Allah adalah
dengan mempelajari ilmu tarekat di bawah bimbingan seorang mursyid.
Tanya : Mengapa hati memegang peran penting di dalam mengenal
Allah?
Jawab : Bila kita sebut nama hati, maka hati yang dimaksud di
sini bukanlah hati yang merah tua seperti hati ayam yang ada di sebelah kiri
yang dekat jantung kita itu. Tetapi hati ini adalah alam ghaib yang tak dapat
dilihat oleh mata dan alat panca indra karena ia termasuk alam ghaib (bersifat
rohani). Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari, baik manusia awam
maupun manusia wali, begituja para nabi dan rasul. Pada hati sanubari ini
terdapat sifat-sifat jahat (penyakit hati), seperti : hasad, dengki, loba,
tamak, rakus, pemarah, bengis, takbur, ria, ujub, sombong, dan lain-lain.
Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh di dalam tarekatnya di bawah bimbingan
mursyidnya, maka lambat laun hati yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar
bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat menjadi bersih putih dengan
mengikuti kegiatan suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati yang hitam
tadi telah berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang
putih bersih bersinar itulah yang dinamakan hati Rohani (Qalbu) atau disebut juga
dengan diri yang batin.
Seumpama
kita bercermin di depan kaca, maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada
dibalik cermin selain muka kita, karena terhalang oleh cat merah yang melekat
disebaliknya. Tetapi bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan tampaklah
di sebaliknya bermacam-macam dan berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus
ke alam Nur, alam Jabarut, alam Lahut, hingga alam Hadrat Hak Allah Ta’ala.
Itulah
sebabnya bila kita hanya baru sebatas mengenal hati sanubari saja, maka yang
kita lihat hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu
sifat-sifat jahat seperti: takabbur, ria, ujub, dengki, hasad, pemarah, loba,
tamak, rakus, cinta dunia, dan berbagai penyakit hati lainnya. Tetapi bila mana
cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan menyaksikan alam yang lebih
tinggi dan mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya dan hakikatnya dan
juga alam seluruhnya dan akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya
para wali-wali Allah itu lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah
berhasil membersihkan hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada
hakikatnya dengan qudrat dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya
mengenal diri untuk jalan mengenal Allah.
Diposkan 1st January 2013 oleh Kalempau
4
ILMU HATI (ILMU TAREKAT)
Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya
seseorang ditentukan oleh hati sebagaimana Hadis Nabi:
...اَلاَوَاِنَّ فِى الْجَسَدِ مُدْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ آلآوَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila
ia telah baik maka baiklah sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah
sekalian badan. Dan bila ia rusak maka binasalah sekalian badan, itulah yang
dikatakan hati”.
Demikianlah pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab
itu manusia wajib menjaga kesucian hatinya. Adapun yang menjadi penyebab
kotornya hati manusia itu adalah disebabkan berbagai penyakit yang terdapat
padanya sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah:
فِى قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ
“Di dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat Al-Qur’an
dan 6666 urat di dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada
6666 penyakit di dalam hati manusia. Dari sekian banyak penyakit yang ada di
dalam hati manusia, ada beberapa penyakit hati yang paling berbahaya, di
antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, loba, tamak, rakus, pemarah, pengiri,
dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila tidak diobati, maka
sambungan ayat mengatakan:
فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا
“Lalu ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Demikianlah
bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan hatinya, maka Allah
akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama bagi manusia
adalah terlebih dahulu ia harus mensucikan hatinya sebagaimana firman Allah:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّ
“Beruntunglah orang yang mensucikan hatinya dan mengingat
Tuhan-Nya, maka didirikannya sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-A’la: 14-15)
Dari
penjelasan surah Al-A’la di ayat 14 dan 15 di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada manusia:
1. Kewajiban Mensucikan Hati
Di dalam
surah Al-A’la ayat 14 Allah menyatakan bahwa orang-orang yang telah mensucikan
hatinya sesungguhnya telah memperoleh keberuntungan. Lalu dibenak kita timbul
beberapa pertanyaan:
- Apa yang
dimaksud dengan hati yang bersih?
- Bagaimana
cara membersihkan hati?
- Mengapa
orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?
- Apa
keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Pertama, apa yang dimaksud dengan hati yang bersih? Menurut
Syekh Muda ahmad Arifin yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu tidak ada
di dalam hati itu selain Allah. Artinya seseorang yang disebut hatinya bersih
adalah orang yang senantiasa selalu mengingat Allah. Itulah sebabnya para sufi
berkata:
قَلْبُ الْمُؤْمِنِيْنَ بَيْتُ اللهُ
“Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah”.
Kedua,
bagaimana cara membersihkan hati? Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin satu-satunya
cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim
disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu
tarekat. Menurutnya tujuan mempelajari ilmu hati adalah untuk mengenal Allah,
sebab hati merupakan sarana yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat
menyaksikan-Nya sebagaimana firman Allah:
مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَارَآى
“Tidak dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”. (Q.S.
An-Najm: 11)
Jadi hanya
dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Apabila kita
telah dapat mengenal Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan mengingat
Allah merupakan satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis
Nabi:
لِكُلِّ شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ
“Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati
yaitu mengingat Allah”.
Ketiga,
mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung? Menurut
Syekh Ahmad Arifin penyebab Allah menyebut orang-orang yang telah mensucikan
hatinya sebagai orang-orang yang beruntung adalah disebabkan karena
sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat
mengenal Allah. Menurut al-Ghazali hati manusia berfungsi sebagai cermin yang
hanya bisa menangkap cahaya ghaib (Allah) apabila tida tertutup oleh
kotoran-kotoran keduniaan. Sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan
hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang disebut sebagai
orang-orang yang beruntung.
Keempat,
apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya? Menurut
Syekh Muda Ahmad Arifin keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah
mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah sebabnya Allah
berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا
“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan
merugilah orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah
sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah mensucikan
hatinya, sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinya yang dapat
mengenal Allah. Adapun orang-orang yang mengotorinya adalah orang-orang yang
merugi, karena sesungguhnya orang-orang yang hatinya kotor tidak akan pernah
dapat mengenal Tuhannya.
2. Kewajiban Mengingat Allah
Kewajiban
yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat Allah
kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita
belum pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa
terlebih dahulu menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah dapat
beserta Allah. Itulah sebabnya Nabi memerinthakan kepada kita agar menyertakan
diri kepada orang yang telah serta Allah sebagaimana sabda Nabi:
كُنْ مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ
“Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta
Allah maka sertakanlah dirimu kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan
mengenalkan kamu kepada Allah”.
Berdasarkan
Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru
(wasilah) agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia
itu dapat mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat
Tuhan-Nya.
3. Kewajiban Mengerjakan Shalat
Shalat
merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan
kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya
sebagaimana firman Allah:
اِنَّنِى أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى
“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha:
14)
Firman
Allah di atas senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14 dan 15 yang
telah diuraikan sebelumnya. Untuk mengetahui secara jelas persamaan makna yang
terdapat pada kedua ayat tersebut penulis akan menguraikan kalimat perkalimat
pada surat Thaha ayat 14 serta membandingkannya dengan surat Al-A’la ayat 14.
Pertama,
pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini
Allah”. Bila kita menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui
bahwa sesungguhnya Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada surat Thaha
tersebut senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14: “Beruntunglah
orang-orang yang mensucikan hatinya”. Makna beruntung pada ayat ini adalah
bahwa keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang yang mensucikan hatinya adalah
dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis lebih jauh selain memiliki
persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki kaitan di mana ayat yang
satu berfungsi sebagai penjelas bagi yang lain. Pada surah Thaha Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada manusia
kewajiban untuk mengenal Allah. Pada surah al-A’la ayat 14 Allah berfirman:
“Beruntunglah orang-orang yang mensucikan hatinya”. Pada ayat ini Allah memuji
orang-orang yang mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang mensucikan
hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan Allah
sebagai orang-orang yang beruntung. Dari uraian singkat di atas dapat
disimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14 keduanya
mengindikasikan bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu
mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal Tuhannya.
Kedua, pada
bagian tengah surat Thaha Allah berfirman: “Tiada Tuhan selain Aku”. Bila kita
analisis firman Allah di atas, maka dapat kita ketahui bahwa maksud yang
terkandung di dalamnya adalah perintah untuk mengingat-Nya, sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”, bermakna tidak
ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-A’la ayat 15:
“Dan mengingat Tuhannya”. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa
kewajiban yang kedua bagi manusia adalah mengingat Tuhannya.
Ketiga,
pada bagian akhir surat Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku”. Bila kita analisis pada ayat di atas bahwa printah
sembah datang setelah terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk mengenal dan
mengingatnya. Perintah sembah tersebut diwujudkan dengan mendirikan shalat yang
tujuannya adalah untuk mengingat-Nya. Firman Allah tersebut senada dengan
firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Maka dirikanlah shlalat”. Dari uraian
di atas dapat diketahui bahwa kedua ayat tersebut sama-sama mengindikasikan
bahwa shalat merupakan kewajiban ketiga.
Dari
penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para sufi menaruh perhatian
besar terhadap hati (qalb) dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga.
Karena sesungguhnya perintah shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril
mensucikan hati Nabi Muhammad sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak
dapat dilihat oleh mata kepala Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh
mata hati Nabi Muhammad. Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan
Allah, terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya, agar nur yang ada di dalam
mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi Muhammad dapat
menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam surah al-Isra’ ayat 1 Allah
menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat
dilihat oleh hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan hati mereka.
Adapun
makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad menurut Syekh Muda Ahmad Arifin pada
hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada
Allah dalam istilah ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at. Praktik bai’at
yang diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn
Abi Thalib dan praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke murid dalam
rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’at yang diterapkan di kalangan
ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan oleh Nabi. Jadi
berdasarkan tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa “Barangsiapa yang tidak
mempunyai syekh maka gurunya adalah setan” sebab Nabi sendiri tidak dapat
mengenal Allah tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai
manusia biasa yang hina dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di
sisi Allah maka mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi
bersabda:
اَلْعِلْمُ عِلْمَانِ فَعِلْمُ بَطِنِ فِى قَلْبِى فَذَالِكَ هُوَ نَفِعِى
“ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati
itu jauh lebih bermanfaat”.
Dari
penjelasan Hadis di atas dapatlah kita ketahui bahwa tidak hanya para sufi yang
menaruh perhatian besar terhadap hati, bahkan Nabi sendiri lewat Hadisnya
secara tegas menyatakan keutamaan ilmu hatilah manusia dapat mengenal Allah.
Menurut
Syekh Ahmad Arifin kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak mau mempelajari
ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syari’at. Oleh sebab itu menurutnya
mayoritas umat Islam saat ini tidak mengenal yang mereka sembah dan
sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah:
فَوَيْلٌ لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
“Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat
Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)
Demikianlah
celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya, yang
kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak mempelajari soal hati. Namun
kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu. Mereka
menganggap bahwa amal ibadah mereka dapat diterima oleh Allah SWT, karena
merasa bahwa tauhid mereka telah sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada
dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid si sisi
Allah adalah orang-orang yang telah mempelajari ilmu hati. Sebab hanya dengan
mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Jadi sesungguhnya
orang-orang yang tidak mempelajari ilmu hati adalah orang-orang yang bertauhid
di sisi manusia tetapi sesungguhnya kafir di sisi Allah, sebab tauhid mereka
hanya di lidah, namun hatinya tidak pernah menyaksikan Allah. Mereka menganggap
bahwa dengan mengucap dua kalimah syahadat dan percaya dalam hati berarti telah
Islam dan beriman di sisi Allah. Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah
sebatas percaya kepada Allah. Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau
tidak mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat) sesungguhnya adalah orang-orang yang
mengabaikan tauhid.
Dari uraian
di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu hati (ilmu
tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya adalah
dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).
Diposkan 1st January 2013 oleh Kalempau
3
TUNTUNAN BERZIKIR
Dzikir Syariat :
“La Ilaha Illallah” diucapkan berulang2 dgn lisan sampai masuk kedalam hati
sehingga lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf
yg sama maknanya dengan Waktu 12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para
malaikat bumi (Malaikatul Ahyar) ketika ALLAH SWT menciptakan setiap makhlukNYA
di muka bumi.
Dzikir Tarekat :
“ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang2 di dalam hati saja dengan pengosongan
pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama tadi sehingga nama ALLAH tadi membuat
& menciptakan alam bayangan hidup
didepan mata anda sendiri, jangan kaget & takut oleh fenomena
tersebut karena para jin syetan selalu mengintai anda tetapi berlindunglah
Kepada ALLAH SWT yang Maha Menjaga Orang Beriman dgn ayat & doa : audzu
billahi minas syathanir rajim…………… La ilaha illallah anta subhanaka inni kuntu
minaz zhalimin……….lalu lafazkan… ALLAHU SALAMUN HAFIZHUN WALIYYUN WA MUHAIMIN (
Allah Yang Maha sejahtera, Maha Memelihara, Maha Melindungi lagi Maha Menjaga
Hambanya yg beriman).
Dzikir Hakikat :
“HU”HU”HU (DIA ALLAH) diucapkan dalam hati saja dengan keadaan fana (hampa)
melalui perantaraan tarikan Nafas ke dalam sampai ke perut, usahakan perut
tetap keras biarpun nafas telah keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini
adalah metode pemusatan power lahiriah dari perut, dalam istilah cina yin &
yang ini adalah penyembuhan/pengobatan pada diri secara bathiniah dan
kesemuanya itu benar adanya karena pusat perut adalah sumber daya energi
kekuatan manusia secara lahiriah & bathiniah serta secara hakikat
dzikir”HU” sebenarnaya tempatnya pada pusat perut dengan perantaraan cahaya
nafas yg sangat berharga pada manusia.
Dzikir Ma’rifat : ”
HU”AH”-”HU”AH”-HU”AH” atau HU-WAH” (Dia ALLAH Bersamaku”) sebenarnya bunyi
dzikir ini sudah perpaduan antara hakikat & ma’rifat, dzikir tersebut
dilantunkan dalam hati saja dengan gerakan nafas “HU” masuk kedalam “AH” keluar
nafas, pada para sufi (wali Allah) ini adalah dzikir kenikmatan, kecintaan (
Mahabbatullah) yang sangat luas faedah hidayahnya & karomahnya sehinngga
dapat menyingkap tabir rahasia2 Allah Swt pada gerakan kehidupan ini.
KENALI JASAD, JIWA, RUH DAN HATI ANDA
Pada umumnya orang hanya mengetahui manusia itu hanya terdiri
dari jasad dan ruh. Mereka tidak memahami sesungguhnya manusia terdiri dari
tiga unsur , iaitu:
Jasad, Jiwa dan Ruh.
Ini dapat dibuktikan dalam firman Allah Taala surah Shaad
(38:71-73) yang bermaksud:
Ingatlah ketika Tuhan MU berfirman kepada malaikat:
Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku
sempurnakan kejadiannya, maka Ku tiupkan kepadanya Ruh Ku. Maka hendaklah kamu
tunduk bersujud kepadanya. Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuannya.
Pada ayat yang lain pula, Allah menjelaskan tentang
penciptaan jiwa (nafs). Surah Asy Syams (91:7-10) . Firmanya yang bermaksud:
Dan demi nafs (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah
ilhamkan kepada nafs itu jalan ketaqwaaan dan kefasikannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikannya dan sesungguhnnya rugilah orang yang
mengotorinya.
Selain itu, Allah juga berfirman dalam Al Quran tentang
proses kejadian jasad (jisim). Surah Al Mukminun (23:12-14):
Dan sesungguhnya Kami telah menciptkan manusia dari saripati
dari tanah, Kemudian jadilahlah saripati itu air mani yang disimpan dalam
tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang-tulang, lalu tulang-tulang ini Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain, maka maha suci Allah.
Pencipta yang paling baik.
Jasad
Jasad atau jisim adalah angggota tubuh manusia terdiri dari
mata, mulut, telinga, tangan, kaki dan lain-lain. Ia dijadikan dari tanah liat
yang termasuk dalam derejat paling rendah. Keadaannya dan sifatnya dapat
mecium, meraba, melihat. Dari jasad ini timbullah kecenderungan dan keinginan
yang disebut Syahwat. Ini dijelaskan dalam Al Quran Surat Ali Imran, yang
bermaksud:
Dijadikan indah pada pandangan manusia , merasa kecintaan
apa-apa yang dingininya (syahwat) iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang
bertimbun dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatan ternakan dan
sawah ladang, Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat
sebaik-baik kembali.
Jiwa (Nafs)
Kebanyakan orang mengaitkannya dengan diri manusia atau jiwa.
Padahal ianya berkaitan dengan derejat atau kedudukan manusia yang paling
rendah dan yang paling tinggi. Jiwa ini memiliki dua jalan iaitu:
Menuju hawa nafsu
(nafs sebagai hawa nafsu)
Menuju hakikat
manusia (nafs sebagai diri manusia)
Hawa nafsu. Hawa nafsu lebih cenderung kepada sifat-sifat
tercela, yang menyesatkan dan menjauhkan dari Allah. Sebagaimana Allah Taala
berfirman surah (Shaad :26) yang bermaksud:
..... dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah
Kaitan hati dan hawa nafsu.
Hati memainkan peranan yang sangat penting dalam diri manusia
ia menjadi sasaran utama kepada Syaitan. Syaitan sedaya upaya menutupi hati
manusia dari menerima Nur llahi. Sebagaimana sabda Rasulullah yang bermaksud:
Jikalau tidak kerana syaitan-syaitan itu menutupi hati anak
Adam, pasti mereka boleh milihat kerajaan langit Allah
Cara syaitan menutupi hati manusia itu dengan cara –cara
tertentu iaitu dengan menghidupkan hawa nafsu tercela dan yang membawa ke arah
maksiat. Semuanya sudah tersedia berada adalam diri manusia, ianya dikenali
dengan nafsu ammarah bissu, nafsu sawiyah dan nafsu lawammah..
Para ahli tasawwuf mengatakan bahawa syaitan (anak iblis)
memasuki hati manusia melalui sembilan lubang anggota manusia iaitu dua lubang
mata, dua lubang hidung, kedua lubang kemaluan dan lubang mulut. Buta manusia
bukan buta biji matanya tetapi buta hatinya sebagaimana bukti yang dijelaskan
dalam Firman Allah dalam surah (Al Hajj :46) bermaksud:
Kerana sesungguhnya bukan mata yang buta, tetapi yang buta
ialah hati di dalam dada.
Mereka juga mengatakan yang membutakan hati ialah kejahilan
atau tidak memahami tentang hakikat perintah Allah SWT. Kejahilan yang tidak
segera diubati akan menjadi semakin bertimbun. Allah SWT berfirman dalam surah
(Al Baqarah:2-9) yang bermaksud:
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,
padahal mereka yang menipu diri sendiri, sedangkan mereka tidak menyedarinya.
Demikian bahayanya penyakit hati yang dihembuskan syaitan
melalui hawa nafsu manusia. Sehingga Rasulullah pernah berpesan setelah kembali
dari perang Badar. Beliau bersabda :
Musuhmu yangterbesar adalah nafsymu yang berada di antara
kedua lambungmu (Riwayat Al-Baihaki)
Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang untuk dirinya
dan hawa nafsunya.(Riwayat Abnu An-Najari)
Diri Manusia
Nafs atau jiwa sebagai diri manusia adalah suatu yang paling
berharga kerana ia berkaitan dengan nilai hidup manusia dan nafs yang diberi
rahmat dan redha oleh Allah. Sebagaimana firmannya dalam surah (Al-Fajr : 27-30
) yang bermaksud:
Hai jiwa yang tenang (Nafsu Mutmainnah), kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam
golongan hamba-hambaKu, masuklah ke dalam syurgaKu.
Dan lagi dalam surah (Yusuf: 53) yang bermaksud:
Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, kerana
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh ke arah kejahatan, kecuali nafsu yang
beri rahmat oleh Tuhanku.
Berkaitan dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:
Barang siapa yang mengenal dirinya , maka ia mengenal
Tuhannya.
Hadis ini menyatakan syarat untuk mengenal Allah adalah
mengenal diri. Diri atau nafs di sini adalah nafs mutmainnah iaitu nafsu yang
tidak terpengaruh oleh goncangan hawa nafsu dan syahwat.
Setiap manusia mempunyai nafs yang berbeza. Ada nafs yang
menuju jalan cahaya ada nafs yang menuju jalan kegelapan.
Bagi nafs yang menuju kegelapan atau nafs tercela yang tidak
sempurna ketenangannya terutama ketika lupa kepada Allah disebut nafsu
lawammah. Firman Allah Taala dalam surah
(Al Qiyammah:2) yang bermaksud:
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat tercela (nafsu
lawammah)
Nafsu ini hanya dapat dikenali dan disaksikan dengan
kemampuan tertentu manusia iaitu dengan pancaran batin. Sebagaimana firman
Allah dalam surah (Al-Araaf:26) yang bermaksud:
Pakaian taqwa yang menjaga mu dari kejahatan itu adalah yang
paling baik.
Ruh
Ruh mempunyai dua arah pengertian iaitu :
a. Sebagai nyawa
b. Sebagai suatu yang halus dari menusia (pemberi cahaya
kepada jiwa)
Ruh sebagai nyawa kepada jasad atau tubuh . Ia ibarat sebuah
lampu yang menerangi ruang. Ruh adalah lampu, ruang adalah sebagai tubuh. Jika
lampu menyala maka ruangan menajdi terang. Jadi tubuh kita ini boleh hidup
kerana ada ruh (nyawa)
Manakala dalam pengertian yang kedua, Ruh sebagai sesuatu
yang merasa, mengerti dan mengetahui. Hal ini sangat berhubung dengan hati yang
halus atau hati ruhaniyyah yang disebut sebagai Latifah Rabaniyyah (hati erti
kedua)
Dalam Al-Quran kata ruh disebut dengan sebutan Ruhul Amin,
Ruhul Awwal dan Ruhul Qudsiyah.
Ruhul Amin yang bermaksud adalah malaikat Jibrail. Firman
Allah dalam surah (Asy-Syu’ araa:192-193) yang bermaksud:
Dan sesungguhnya Al- Quran ini benar-benar diturunkan oleh
Tuhan semesta alam, Dia dibawa oleh Ar Ruh Al –Amin (Jibrail)
Ruhul Awwal yang bermaksud nyawa atau sukma bagi tubuh
manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surah (As-Sajdah:9) yang bermaksud:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam tubuhnya
ruh Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati , tetapi
kamu sedikit sekali bersyukur
Ruh Qudsiyah yang bermaksud ruh yang datang dari Allah (bukan
Jibrail), tetapi yang menjdi penunjuk dan pengkhabar gembira bagi orang-orang
beriman. Ini adalah ruh yang disucikan dihadirat Allah. Ia bercahaya apabila
nafsu mutmainnah telah sempurna.
Hati
Hati merupakan raja bagi seluruh diri manusia dan tubuh.
Perilaku dan perangai seseorang merupakan cerminan hatinya. Dari hati inilah
pintu dan jalan yang dapat menghubungkan manusia dengan Allah. Dengan demikian
untuk mengenal diri harus dimulai dengan mengenal hati sendiri.
Hati mempunyai dua pengertian:
Hati jasmani iaitu
sepotong daging yang terl;etak di dada sebelsah kiri, hati jenis ini haiwan pun
memilinya.
Hati Ruhaniyyah
iaitu sesuatu yang halus. Hati yang merasa, mengerti, mengetahui, dierpinta
dituntut. Dinalai juga dengan Latifah Rabaniyyah.
Hati Ruhaniyyah inilah merupakan tempat iman dan tempat
mengenal diri . Sebagaimana firma Allah dalam surah (Ar-Ra’d:28) yang
bermaksud:
Iaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tanang
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi
tenang.
Hadis qudsi yang bermaksud:
Tidak akan cukup menaggung untuk Ku bumi dan langitKU tetapi
cukup bagiKu hanyalah hati (qalb) hambaKu yang nukamin (Riwayat Ad Darimi)
Nafsu Mutmainnah
Bila hati manusia jauh dari goncangan yang disebabkan bisikan
syaitan, hawa nafsu dan syahwat , maka ia disebut nafs Mutmainnah, Apabila ia
tunduk dan redha kepada Allah sepenuhnya, maka ia disebut nafs mardhiyyah (nafs
yang redha)
Namun jika manusia membiarkan hatinya berada dalam pengaruh
hawa nafsu dan syahwat, maka ia akan menjadi orang yang tersesat, lama kelamaan
tergelicir dan dimurkai Allah, Sebagaimana Firman Allah dalam surah
(Jaastsiyah:23) yang bermaksud:
Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu Nya dan
Allah telah mengunci mata pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya?. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak mengambil iktibarnya.
Ingat hawa nafsu dan syahwat bukan dibunuh atau dihilangkan,
tetapi dikawal oleh nafsu mutmainnah. Di mana ada saatnya hawa nafsu ini perlu
dikeluarkan. Sebagaimana firma Allah dalam surah (An Nazi’at:40-41) yang
bermaksud:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya
dan manahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya syurgalah
tempat tinggalnya.
Nah, jika hati kita telah diselubungi oleh nafsu mutmainnah,
maka nafsu mutmainnah inmi menajdfi imam (penunjuk) bagi selruh tubuh dan
dirinya, sseeunggunya nafsu mutmainnah inilah disebit-sebut sebagai jati diri
manusia (hakikat dari manusia). Allah berfirma dalam surah (Al Araaf:172) yang
bermaksud:
Dan Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
seraya berfirman : ”Bukakankan Aku ini Tuhanmu”, mereka menjawab :”Bahkan
engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan demikaian agar di hari
akhirat kelak kamu tidak mengatakan: sesunggunya kami adalah oran-orang lalai
terhadap keesaaaan Mu.
Jika hati yang sakit, maka lupa terhadap perjanjian kita
dengan Allah yang pernah diucapkan seperti dalam surah Al Araaf ayat 172 di
atas.
Tapi di antara sekian banyak manusia, ada yang yang berjaya
menyihatkan kembali jiwanya (nafsu mutmainnah). Apabila jiwa kita telah hidup,
bercahaya, sihat kembali, maka jiwa ini akan dapat melihat kerajaan langit
Allah. Dalam hal ini bila Ruhul Qudsiyah telah menyala dan bersinar , maka
jadilah hatinya rumah Allah , orang-orang yang berjaya ini disebut Ahli Al-
Bait. Sebagiamana firman Allah dalam surah (Ali Imran:164) yang bermaksud:
Sesunggunya Allah telah memeberi kurnia kepada orang-orang
yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari kalangan
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihakan
jiwa mereka dan mengajarakan mereka al kitab dan al hikmah. Dan sesungguhnya
sebelum itu, mereka adalagh benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Lagi, sabda Rasulullah yang bermaksud:
Hati oarmg-orang beriman adalah Baitullah (Rumah Allah)
Jadi, Ruhul qudsiyah adalah kenyataan Allah dalam diri
manusia. Allah Taala adalah sumber cahaya langit dan bumi dan ruhul qudsiyah
adalah sunber cahaya yang ada dalam hati yang digambarkan sebagai pelita,
Sebagaimana firmanNya dalam surah (An Nuur:35) yang bermaksud:
...Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya adalah
seperti sebuah lubang yang tak tertimbus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita ini di dalam kaca dan kaca ini seakan-akan bintang yang memantulkan
cahaya seperti mutiara.
RAHASIA MAKRIFAT :
MAKRIFAT TAUHIDUL IMAN
Makrifat adalah nikmat yang teramat besar, bahkan kenikmatan
syurga tiada sebanding dengan nikmat menatap wajah Allah secara langsung.
Itulah puncak dari segala puncak kenikmatan dan kebahagiaan.
Rasulullah SAW sendiri
menjanjikan hal ini dan baginda pernah menyebut bahawa umatnya dapat melihat
Allah SWT di saat fana maupun jaga
(sadar). KezahiraNya sangat nampak pada hamba. Hadis qudsi Al insanu syirri wa
ana syirrohu (Adapun insan itu Rahasiaku Dan Aku pun Rahasianya).
Firman Allah: Kuciptakan Adam dan anak cucunya seperti rupaku
(Khalakal insanu ala surati Rahman). Kesimpulannya insan itu terdiri daripada
tiga unsur, iaitu Jasad, Ruh/Nyawa dan Allah. Maka dengan itu hiduplah hamba.
Adapun Jasad, Nyawa,
dan Allah taala, bagaikan sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Umpama langit, bumi, dan makhluk yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Bagaimanapun pandangan insan terhadap
Tuhannya adalah berbeza-beza, mengikut tahap pencapaian ilmu masing-masing.
Pada pandangan amnya,
Allah Taala itu satu, dan hamba menyembahNya bersama-sama dan beramai-ramai,
tetapi sebenarnya (hakikatnya) bukan
begitu. Itu hanya sangkaan umum saja.
Dari segi makrifat Allah SWT itu Esa pada wujud hamba. Dalilinya, QS
Al Qaf 50:16: Aku lebih dekat dari urat lehernya. QS Az Zariyat51 :21:
Dalam diri kamu mengapa tidak kamu perhatikan.
Masing-masing hamba
sudah mutkak (esa dengan Tuhannya), satu persatu (esa) diberi sesembahan (Allah
di dalam diri), kenapa berpaling mencari Tuhan yang jauh, ini sungguh melampaui
batas (tidak makrifat).
Dalilnya, QS Al Hadid 57:4: Aku beserta hambaku di mana saja
dia berada. Oleh itu, janganlah risau
dan takut Allah sentiasa bersama kita ke mana sahaja kita pergi.
Sekarang, mari kita lihat pula bagaimana Nabi Musa melihat
Tuhannya, seperti mana yang diceritakan di dalam Al Quran. Allah SWT berfirman mengisahkan permintaan
Musa untuk melihatNya QS Al A’raaf 7:143:
Dan tatkala Nabi Musa datang pada waktu yang kami telah
tentukan itu, dan Tuhannya berkata-kata dengannya, maka Nabi Musa (merayu dengan) berkata:”
Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku (Dzat-Mu Yang Maha Suci) supaya aku
dapat melihat-Mu.” Allah berfirman:
”Kamu sekali-kali tidak dapat
melihat-Ku,
(rahasianya: tidak ada
siapa yang dapat melihat Allah, hanya
Allah dapat melihat Allah. Hamba
terdinding daripada Allah, kerana selain
wujud Allah, masih ada Rasa wujud Hamba).
tetapi pandanglah ke gunung itu,
(Pada ketika Nabi Musa memandang gunung itu, begitu juga Allah Taala berpisah sementara
daripada jiwa Nabi Musa, maka Nabi Musa pengsan, bukannya mendengar akan letusan gunung tersebut)
jika ia tetap berada di tempatnya (sebagaimana sediakala)
nescaya kamu dapat melihat-Ku.
(” Engkau adalah aku, aku adalah engkau “, apa yang
disaksikan Nabi Musa adalah menyaksikan dirinya di luar dirinya untuk sementara
waktu, setelah Allah bertajalli (menzahirkan
kebesaran-Nya) kepada gunung itu, (maka)
tajalinya itu menjadikan gunung
itu hancur lebur dan nabi Musa pun jatuh pengsan.)
Setelah Nabi Musa
sedar, dan berkata: ” Maha Suci Engkau (wahai Tuhanku), aku bertaubat
kepada Engkau dan akulah orang yang pertama beriman (pada zamanku)”
Demikian sedikit paparan tentang Nabi Musa melihat Tuhannya.
Dan jelaslah Allah dapat dilihat tetapi bukannya dengan mata kasar, yang
dilihat dengan mata kasar itu adalah hijab, oleh itu jangan tersalah,
hati-hati, kalau tersalah boleh menjadi
syirik dan kufur.
Maha Suci Allah Yang Maha Berkuasa, tiada daya sekalian
makhluk melainkan Allah.
RAHASIA MAKRIFAT: RAHASIANYA MENGENAL ZAT ALLAH DAN ZAT
RASULULLAH
Ada pun makrifat itu rahsianya ialah mengenal Zat Allah dan
Zat Rasulullah,oleh kerana itulah makrifat dimulakan:-
1. Makrifat diri yang zahir.
2. Makrifat diri yang bathin.
3. Makrifat Tuhan.
APA GUNA MAKRIFAT?
Ada pun guna makrifat kerana mencari HAKIKAT iaitu mengenal
yang Qadim dan mengenal yang baharu sebagaimana kata:
"AWALUDDIN MAKRIFATULLAH"
Ertinya: Awal ugama mengenal Allah.
Maksudnya mengenal yang mana Qadim dan yang mana baharu serta
dapat mengenal yang Qadim dan yang baharu,maka dapatlah membezakan diantara
Tuhan dengan hamba.
BAITULLAH KALBU MUKMININ
Sesungguhnya hati ini sewaktu bayi sehingga aqil baliq
diibaratkan bunga yang sedang menguntum,tidak ada seekor ulat atau kumbang yang
dapat menjelajahnya! apabila dewasa (aqil baliq) maka hati itu ibaratkan bunga
yang sedang mengembang,maka masuklah ulat dan kumbang menjelajah bunga itu!
Sesungguhnya amalan makrifat dan zikir yang dibaiah itu
adalah untuk membersihkan hati agar dapat menguntum semula seperti hati
kanak-kanak yang suci-bersih!
Hati ini juga seperti satu bekas menyimpan gula yang tertutup
rapat dan dijaga dengan baik! sekiranya tutup itu tidak jaga dengan baik atau
tutupnya sudah rosak,maka masuklah semut hitam yang sememangnya gula itu
makanannya!
PEPERANGAN
Peperangan yang lebih besar dari perang UHUD, KHANDAK dan
lain-lain peperangan ialah "Peperangan dalam diri sendiri (Hati)",
setiap saat denyut jantung ku ini, aku akan terus berperang.Sesungguhnya iblis
itu menanti saat dan ketika untuk merosakkan anak Adam !Sekiranya aku tidak ada
bersenjata (zikir), nescaya aku pasti kecundang!Keluar masuk nafas anak Adam
adalah zikir! 6,666 sehari semalam nafas keluar dan masuk, sekiranya anak Adam
tidak bersenjata, pasti ia kecundang!
ASAL USUL MAKRIFAT
Rasulullah SAW mengajar kepada sahabatnya Saidina Ali
Karamullah.Saidina Ali Karamullah mengajar kepada Imam Abu Hassan Basri.Imam
Abu Hassan Basri mengajar kepada Habib An Najmi.Habib An Najmi mengajar kepada
Daud Attaie.Daud Attaie mengajar kepada Maaruf Al Karhi.Maaruf Al Karhi mengajar
kepada Sirris Sakatari.Sirris Sakatari mengajar kepada Daud Assakatar.Daud
Assakatar mengajar kepada Al Junidi. Maka Al Junidi yang terkenal sebagai
pengasas MAKRIFAT.Maka pancaran makrifat itu dari empat sumber iaitu:
1. Pancaran daripada sumber SULUK yang dinamakan
Makrifat Musyahadah.
2. Pancaran daripada sumber KHALUAT yang dinamakan
Makrifat Insaniah.
3. Pancaran daripada Inayah yang dinamakan ROHANI.
4. Pancaran daripada Pertapaan yang dinamakan JIRIM.
Maka dari sumber amalan itulah terbit makrifat yang tinggi
dan mempunyai rahsia yang sulit.
API MA'RIFATULLAH
Dengan berlindung kepada Allah Swt, Pencetusan Api
Ma’rifattullah dalam kalimah “ALLAH” saya awali.
Syahdan, nama Allah itu tidak akan pernah dapat dihilangkan,
sebab nama Allah itu akan menjadikan Zikir bagi para Malaikat, Zikir para
burung, Zikir para binatang melata, Zikir tumbuh-tumbuhan dan Zikir dari Nasar
yang 4 (tanah, air, angin dan api) serta zikir segala makhluk yang ada pada 7
lapis langit dan 7 lapis bumi, juga zikir makhluk yang berdiam diantara langit
dan bumi. (buka…..Al-Qur’an, Surah At-thalaq, ayat 1).
Adapun zikir para makhluk Allah yang kami sebutkan tadi
tidaklah sama logatnya, dan tidak sama pula bunyi dan bacaannya. Tidak sedikit
para akhli Sufi dan para wali-wali Allah yang telah mendengar akan bunyi zikir
para makhluk itu, sungguh sangat beraneka ragam bunyinya.
Dalam Kitab Taurat, nama Zat yang maha Esa itu ada 300
banyaknya yang ditulis menurut bahasa Taurat, dalam Kitab Zabur juga ada 300
banyaknya nama Zat yang maha esa itu yang ditulis dengan bahasa Zabur.
Dalam Kitab Injil juga ada 300 banyaknya nama Zat yang Esa
itu yang ditulis dengan bahasa Injil, dan dalam Kitab Al-Qur’an juga ada 99
nama Zat yang esa itu ditulis dalam bahasa Arab. Jika kita berhitung maka dari
keempat kitab itu yang ditulis berdasarkan versinya, maka akan ada 999 nama
bagi zat yang maha esa itu, dari jumlah tersebut maka yang 998 nama itu, adalah
nama dari Sifat Zat yang maha Esa, sedangkan nama dari pada Zat yang maha esa
itu hanya satu saja, yaitu “ ALLAH ”.
Diterangkan didalam Kitab Fathurrahman, berbahasa Arab, yaitu
pada halaman 523. disebutkan bahwa nama Allah itu tertulis didalam Al-Qur’an
sebanyak 2.696 tempat.
Apa kiranya hikmah yang dapat kita ambil mengapa begitu
banyak nama Allah, Zat yang maha Esa itu bagi kita…?
Allah, Zat yang maha esa, berpesan :
“ Wahai Hambaku janganlah kamu sekalian lupa kepada namaku “
Maksudnya : Allah itu namaku dan Zatku, dan tidak akan pernah
bercerai, Namaku dan Zatku itu satu.
Allah Swt juga telah menurunkan 100 kitab kepada para
nabi-nabinya, kemudian ditambah 4 kitab lagi sehingga jumlah keseluruhan kitab
yang telah diturunkan-Nya berjumlah 104 buah kitab, dan yang 103 buah kitab itu
rahasianya terhimpun didalam Al-Qur’annul karim, dan rahasia Al-Qur’annul karim
itu pun rahasianya terletak pada kalimah “ALLAH”.
Begitu pula dengan kalimah La Ilaha Ilallah, jika ditulis
dalam bahasa arab ada 12 huruf, dan jika digugurkan 8 huruf pada awal kalimah
La Ilaha Ilallah, maka akan tertinggal 4 huruf saja, yaitu Allah.
Ma’na kalimah ALLAH itu adalah sebuah nama saja, sekalipun
digugurkan satu persatu nilainya tidak akan pernah berkurang, bahkan akan
mengandung ma’na dan arti yang mendalam, dan mengandung rahasia penting bagi
kehidupan kita selaku umat manusia yang telah diciptakan oleh Allah Swt dalam
bentuk yang paling sempurna.
ALLAH jika diarabkan maka Ia akan berhuruf dasar Alif, Lam
diawal, Lam diakhir dan Ha. Seandai kata ingin kita melihat kesempurnaannya
maka gugurkanlah satu persatu atau huruf demi hurufnya.
• Gugurkan huruf pertamanya, yaitu huruf Alif (ا ), maka akan tersisa 3 huruf saja
dan bunyinya tidak Allah lagi tetapi akan berbunyi Lillah, artinya bagi Allah,
dari Allah, kepada Allahlah kembalinya segala makhluk.
• Gugurkan huruf keduanya, yaitu huruf Lam awal (ل ), maka akan tersisa 2 huruf saja
dan bunyinya tidak lillah lagi tetapi akan berbunyi Lahu.
Lahu Mafissamawati wal Ardi, artinya Bagi Allah segala apa
saja yang ada pada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi.
• Gugurkan huruf ketiganya, yaitu huruf Lam akhir ( ل), maka akan tersisa 1 huruf saja dan
bunyinya tidak lahu lagi tetapi Hu, Huwal haiyul qayum, artinya Zat Allah yang
hidup dan berdiri sendirinya.
Kalimah HU ringkasnya dari kalimah Huwa, sebenarnya setiap
kalimah Huwa, artinya Zat, misalnya :
Qul Huwallahu Ahad., artinya Zat yang bersifat kesempurnaan
yang dinamai Allah. Yang dimaksud kalimah HU itu menjadi berbunyi AH, artinya
Zat.
Bagi sufi, napas kita yang keluar masuk semasa kita masih
hidup ini berisi amal bathin, yaitu HU, kembali napas turun di isi dengan
kalimah ALLAH, kebawah tiada berbatas dan keatas tiada terhingga.
Perhatikan beberapa pengguguran – pengguguran dibawah ini :
Ketahui pula olehmu, jika pada kalimah ALLAH itu kita
gugurkan Lam (ل
) pertama dan Lam (ل ) keduanya, maka tinggallah dua huruf yang awal dan huruf
yang akhir (dipangkal dan diakhir), yaitu huruf Alif dan huruf Ha (dibaca AH).
Kalimah ini (AH) tidak dibaca lagi dengan nafas yang keluar
masuk dan tidak dibaca lagi dengan nafas keatas atau kebawah tetapi hanya
dibaca dengan titik.
Kalimah AH, jika dituliskan dengan huruf Arab, terdiri 2
huruf, artinya dalam bahasa disebutkan INTAHA (Kesudahan dan keakhiran),
seandai saja kita berjalan mencari Allah tentu akan ada permulaannya dan
tentunya juga akan ada kesudahannya, akan tetapi kalau sudah sampai lafald
Zikir AH, maka sampailah perjalanan itu ketujuan yang dimaksudkan. (Silahkan
bertanya kepada akhlinya)
Selanjutnya gugurkan Huruf Awalnya, yaitu huruf ALIF dan
gugurkan huruf akhirnya, yaitu huruf HA, maka akan tersisa 2 buah huruf
ditengahnya yaitu huruf LAM pertama (Lam Alif) dan huruf LAM kedua ( La
Nafiah). Qaidah para sufi menyatakan tujuannya adalah Jika berkata LA (Tidak
ada Tuhan), ILLA (Ada Tuhan), Nafi mengandung Isbat, Isbat mengandung Nafi
tiada bercerai atau terpisah Nafi dan Isbat itu.
Selanjutnya gugurkan huruf LAM kedua dan huruf HU, maka yang
tertinggal juga dua huruf, yaitu huruf Alif dan huruf Lam yang pertama, kedua
huruf yang tertinggal itu dinamai Alif Lam La’tif dan kedua huruf itu
menunjukkan Zat Allah, maksudnya Ma’rifat yang sema’rifatnya dalam artian yang
mendalam, bahwa kalimah Allah bukan NAKIRAH, kalimah Allah adalah Ma’rifat,
yakni Isyarat dari huruf Alif dan Lam yang pertama pada awal kalimah ALLAH.
Gugurkan tiga huruf sekaligus, yaitu huruf LAM pertama, LAM
kedua, dan HU maka tinggallah huruf yang paling tunggal dari segala yang
tunggal, yaitu huruf Alif (Alif tunggal yang berdiri sendirinya).
Berilah tanda pada huruf Alif yang tunggal itu dengan tanda
Atas, Bawah dan depan, maka akan berbunyi : A.I.U dan setiap berbunyi A maka
dipahamhan Ada Zat Allah, begitu pula dengan bunyi I dan U, dipahamkan Ada Zat
Allah dan jika semua bunyi itu (A.I.U) dipahamkan Ada Zat Allah, berarti segala
bunyi/suara didalam alam, baik itu yang terbit atau datangnya dari alam Nasar
yang empat (Tanah, Air, Angin dan Api) maupun yang datangnya dan keluar dari
mulut makhluk Ada Zat Allah.
Penegasannya bunyi atau suara yang datang dan terbit dari apa
saja kesemuanya itu berbunyi ALLAH, nama dari Zat yang maha Esa sedangkan huruf
Alif itulah dasar (asal) dari huruf Arab yang banyaknya ada 28 huruf.
Dengan demikian maka jika kita melihat huruf Alif maka
seakan-akan kita telah melihat 28 huruf yang ada. Lihat dan perhatikan sebuah
biji pada tumbuh-tumbuhan, dari biji itulah asal usul segala urat, batang,
daun, ranting, dahan dan buahnya.
Syuhudul Wahdah Fil Kasrah, Syuhudul Kasrah Fil Wahdah.
Pandang yang satu kepada yang banyak dan pandang yang banyak
kepada yang satu maka yang ada hanya satu saja yaitu satu Zat dan dari Zat
itulah datangnya Alam beserta isinya.
Al-Qur’an yang jumlah ayatnya 6666 ayat akan terhimpun
kedalam Suratul Fatekha, dan Suratul Fatekha itu akan terhimpun pada Basmallah,
dan Basmallah itupun akan terhimpun pada huruf BA, dan huruf BA akan terhimpun
pada titiknya (Nuktah). Jika kita tilik dengan jeli maka titik itulah yang akan
menjadi segala huruf, terlihat banyak padahal ia satu dan terlihat satu padahal
ia banyak.
Selanjutnya Huruf-huruf lafald Allah yang telah digugurkan
maka tinggallah empat huruf yang ada diatas lafald Allah tadi, yaitu huruf
TASYDID (bergigi tiga, terdiri dari tiga huruf Alif) diatas Tasydid adalagi
satu huruf Alif.
Keempat huruf Tasydid itu adalah isyarat bahwa Tuhan itu Ada,
maka wajib bagi kita untuk mentauhidkan Asma Allah, Af’al Allah, Sifat Allah
dan Zat Allah.
Langkah terakhir gugurkan keseluruhannya, maka yang akan
tinggal adalah kosong.
LA SAUTUN WALA HARFUN, artinya tidak ada huruf dan tiada
suara, inilah kalam Allah yang Qadim, tidak bercerai dan terpisah sifat dengan
Zat.
Tarku Mayiwallah (meninggalkan selain Allah) Zat Allah saja
yang ada.
La Maujuda Illallah (tidak ada yang ada hanya Allah).
Sembilan kali sudah kita menggugurkan kalimah Allah,
seandainya juga belum dapat dipahami maka tanyakanlah kepada akhlinya.
Wallahua’lam bishawab.
Komentar
Posting Komentar