Makna Dua Kalimah Syahadat

Makna dua kalimah syahadah



Ahli Makrifat itu tidak memiliki makrifat jika ia tidak mengenal Allah dari segala sudut dan dari segala arah mana saja ia menghadap. Ahli Hakikat hanya ada satu arah yaitu ke arah Yang Hakiki itu sendiri.
“Ke mana saja kamu memandang, di situ ada Wajah Allah” (Al-Qur-an)
“Ke mana saja kamu memandang”, apakah dengan indera atau akal atau khayalan, maka di situ ada Wajah Allah “. Karena itu dalam segala ain [di mana] ada ain (Zat Ilahi) dan semuanya adalah” La ilaha illallah ” (Tidak ada Tuhan kecuali Allah).
Dalam “La ilaha illallah” semua ada ada terkandung, yaitu Wujud Semesta Raya dan Wujud secara khusus; atau Wujud atau apa yang dianggap Wujud; atau wujud Hakiki dan Wujud makhluk.
Wujud makhluk tunduk kepada kepada “La ilaha” yang berarti bahwa segala-galanya kecuali Allah adalah kosong (batil), yaitu dinafikan bukan diisbatkan. Wujud Hakiki termasuk dalam “illallah”. Oleh itu semua kejahatan tunduk di bawah “La ilaha” dan semua yang dipuji tunduk di bawah “illallah”.
Semua ada terkandung dalam mengisbatkan Keesaan (La ilaha illallah) dan  harus memasukan nya juga dalam menamakan hamba yang paling mulia (dalam mengatakan Muhammadun Rasulullah).
“Muhammadun Rasulullah” ini mengandung tiga alam.
  • Muhammad itu menunjukkan Alam Nyata (Alam Nasut); yaitu alam yang bisa dipandang dengan indera (senses).

  • Rasul itu menunjukkan Alam Perintah (Alam Malakut); yaitu Alam batin tentang rahasia-rahasia tanggapan yang mujarad; dan ini terletak antara yang muhaddas dengan Yang Qadim.

  • Nama Ilahi (Allah) itu menunjukkan Alam Pertuanan (Alam Jabarut). Lautan darinya terpancar pengertian dan tanggapan.
“Rasul” itu sebenarnya perantara yang muhaddas dengan Yang Qadim; karena tanpa dia tidak akan ada wujud, karena jika yang muhaddas bertemu dengan yang Qadim, maka binasalah yang muhaddas dan tinggallah Yang Qadim.
Ketika Rasul diletakkan pada tempatnya yang wajar pada kedua itu, maka barulah alam ini diperintahkan, karena pada zhohirnya ia adalah hanyalah seketul tanah liat, tetapi batinnya ia adalah khalifah Allah.
Pendeknya, maksud mengisbatkan Tauhid itu tidaklah sempurna dan tidaklah meliputi tanpa diisbatkan Keesaan atau Tauhid Zat, Sifat dan Lakuan. Pengisbatan itu dipahami dari “Muhammadun Rasulullah”.
Bila seorang ahli Makrifat berkata “La-ilaha illallah” maka ia ketahui pada hakikatnya bukan hanya pada majazi saja, yaitu tidak ada jalan lain kecuali Allah. 
Oleh itu wahai saudaraku, janganlah hanya mengucapkan dengan mulut saja syahadah yang mulia ini, karena dengan itu mulut sajalah yang akan mendapat manfaatnya. 
Dan ini bukanlah tujuan yang hendak dituju. Yang pentingnya adalah Mengenal Allah sebagaimana Ia sebenarnya.
“Allah itu dahulu seperti ini sekarang jua tanpa sekutu, dan ini sekarang seperti ini dulu jua”.
Pahamilah ini, dan kita tidak akan dibebankan lagi dengan penyangkalan, dan tidak ada yang tinggal untuk Anda lagi melainkan pengisbatan agar ketika kita  berkata kita akan berkata; “Allah, Allah, Allah”. Tetapi sekarang hati kita dibebankan dan pandangannya lemah. 
Sejak kita hanya berkata; La-ilaha …….. tetapi kapan penyangkalan itu akan efektif  ?. Bahkan ia tidak efisien karena penyangkalan itu hanya dengan lidah saja. 
 Jika Kita nafikan dengan Akal yaitu dengan Hati Kita dan rahasia Anda yang paling dalam, maka seluruh alam ini akan lenyap dari pandangan kita dan Kita akan lihat Allah sendiri, bukan diri Anda sendiri dan juga makhluk-makhluk lain.  
Kaum Sufi menafikan ada yang lain kecuali Allah. Maka mereka mencapai kedamaian dan istirahat dan terus memasuki KalamNya. Mereka tidak akan keluar lagi. Tetapi penyangkalan kita tidak ada langsung ujungnya …………
Ghirullah (selain Allah) tidak akan lenyap dengan hanya mengatakan “tidak” dengan lidah saja; dan belum sempurna ini lagi dengan mata keimanan dan keyakinan, tetapi akan lenyap dengan pandangan secara langsung dan berhadapan muka.
“Sesungguhnya Allah itulah tujuan Anda yang terakhir” (Al-Qur’an).
Dialah sumber segala-galanya. Maka kita tidak perlu lagi nafi dan tidak perlu isbat. Ini adalah karena Yang Wajib itu telah memangnya isbat meskipun belum kita isbatkan, dan yang ghairullah itu memang nafi meskipun sebelum kita nafikan.
Tidakkah kita ingin menemukan guru yang dapat mengajar kita bagaimana menafikan ghairullah dan membawa kita ke kedamaian di mana kita temukan tidak ada yang lain kecuali Allah   ?. 
Maka barulah kita hidup dengan Allah dan dapat menjadi penghuni “Di tempat tinggal orang-orang yang ikhlas di Dewan Tuhan Yang Maha Agung”, dan ini adalah semuanya hasil dari ingat Anda dan makrifat Anda bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”.
Kita tahu kata-kata Syahadah itu saja dan yang paling dalam yang kita tahu  “Tidak ada yang patut disembah melainkan Allah”. Ini adalah pengetahuan orang-orang awam (biasa) tetapi apakah kaitannya dengan pengetahuan atau ilmu orang-orang Sufi?.
Pengetahuan kita yang sekarang itulah yang menghalangi kita memahami pengetahuan orang-orang pilihan (Sufi). Masihkan kita menafikan pengetahuan yang diperoleh dari bimbingan guru menuju Hakikat, padahal mereka yang dipimpin itu memandang tidak yang ada kecuali Allah? 
Mereka tidak hanya mengenal Allah dengan iman dan keyakinan saja, tetapi mereka memandang dengan cara pandang yang terus tanpa hambatan. Omong kosong tidak sama dengan melihat, bertemu muka.
sember : jiwa2 kegelapan

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAHASIA LEBIH DARI LAM ALIF لا, LAM jalala Bagian 2

Karakter Diri menurut Juz Al Quran 1-30

Terjemah Kitab At-Tanwir fi-Isqothi at-Tadbir Bab 1.Syeikh Ibn ‘Atho’illah as-Sakandary ra.