AJARAN TASAWUF SYAIKH ABDUL QODIR JAELANI FUTUHUL GHAIB 2
AJARAN TASAWUF SYAIKH ABDUL QODIR JAELANI FUTUHUL GHAIB
AJARAN KEEMPATPULUH
Janganlah
kamu mengira bahwa diri kamu termasuk dalam golongan kerohanian, kecuali jika
kamu telah menjadi musuh diri kamu, terpisah dari anggota-anggota badan kamu,
kaki dan tangan kamu serta memutuskan hungunganmu dengan wujud kamu, dengan
gerak dan diam kamu, dengan pendengaran dan penglihatan kamu, dengan percakapan
dan pegangan kamu, dengan usaha dan tindak tanduk kamu dan dengan apa saja yang
kamu anggap datang dari diri kamu sendiri. Setelah semua itu lenyap, maka
barulah wujud kerohanian dihembuskan kepada kamu, karena semua itu adalah tabir
yang menghalangi kamu dengan Tuhan kamu. Apabila ruh kamu telah bersih dan
suci, maka rahasia di atas segala rahasia dan yang ghaib dari segala yang ghaib
akan terbuka bagi kamu akan dapat membedakan antara musuh dengan sahabat dan
yang haq dengan yang batil serta tauhid dengan syirik.
Allah
SWT berfirman lewat lidah Ibrahim as, “Karena
sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta
alam.” (QS 26:77)
Yang
dimaksud dengan musuh di sini adalah berhala. Oleh karena itu anggaplah diri
kamu dan seluruh mahluk ini sebagai berhala, dan dengan demikian, janganlah
kamu mematuhi dan menuruti semua itu. Hanya dengan itu saja kamu akan
dikaruniai rahasia-rahasia dan ilmu-ilmu ketuhanan serta perkara-perkara yang
jarang ditemui orang. Kemudian kamu akan diberi kekuasaan untuk menjadikan dan
keramat, dan ini adalah suatu macam kekuasaan yang diberikan Allah kepada
orang-orang yang percaya kepada Allah dan perkara ghaib.
Apabila
kamu berada dalam keadaan seperti ini, maka seakan-akan kamu bangkit kembali
hidup sesudah mati di hari akhir. Jadi, semata-mata kamu adalah manifestasi
kekuasaan Allah. Kamu mendengar melalui Allah, melihat melalui Allah, berbicara
melalui Allah, memegang melalui Allah, berjalan melalui Allah, mengetahui
melalui Allah dan susah serta sentosa melalui Allah. Sehingga kamu buta
terhadap apa saja selain Allah dan tuli terhadap apa saja selain Dia. Selagi
kamu memperhatikan batas-batas hukum dan mengikuti undang-undang Tuhan, maka
tidak ada sesuatupun yang tampak ada oleh pandanganmu, kecuali wujud Allah.
Jika ada diantara kehendak-kehendak hukum Allah yang hilang dari dalam diri
kamu, maka ketahuilah bahwa kamu sedang diuji dan dipermainkan oleh setan. Oleh
karena itu, kembalilah untuk mengikuti hukum-hukum Allah, berpegang teguh
kepada-Nya dan jauhkan diri kamu dari nafsu kebinatanganmu. Sebab, setiap
perkara yang tidak sah menurut hukum-hukum atau undang-undang Allah adalah
tidak termasuk dalam iman.
AJARAN KEEMPATPULUH SATU
Kusajikan
sebuah perumpamaan untuk dijadikan bahan renungan :
Katakanlah
bahwa ada seorang Raja yang telah melantik seorang biasa menjadi gubernur untuk
memerintah di suatu bandar. Orang itu diberi pakaian kerajaan dengan bendera,
panji-panji, gendang kerajaan dan sepasukan tentara yang cukup lengkap. Masa
pun berlalu. Akhirnya ia mengira bahwa kedudukan atau keadaan itu akan kekal,
sehingga timbullah rasa bangga dan sombongnya. Ia lupa kepada keadaannya
sebelum ia dilantik menjadi gubernur dahulu. Kemudian, karena bangga dan
sombongnya itu, maka jabatannya itu dicabut oleh raja. Ia dimintai pertanggungjawabannya
di depan raja dan dimintai keterangannya tentang sebab ia melakukan kesalahan
itu. Akhirnya ia diputuskan bersalah, lalu dipenjarakan dan menyesallah ia
berada di dalam penjara yang sempit dan gelap. Karena lamanya ia berada di
dalam penjara, maka perasaan bangga dan sombongnya itupun hilang. Hatinya luluh
dan api hawa nafsunya pun padam. Kemudian, semua keadaannya ini diketahui oleh
raja dan lama kelamaan raja itupun merasa kasihan kepadanya. Ia dilepaskan dari
penjara, dan raja itu menyerahkan kembali jabatan yang pernah dipegangnya
dahulu untuk menjadi gubernur di bandar yang lain, sebagai hadiah dari raja
itu. Setelah itu, ia tetap memangku jabatan gubernur dengan keadaan baik hati
dan tidak lagi berperangai buruk seperti dahulu. Akhirnya, ia menjadi orang
yang baik dan bersih.
Demikianlah
perumpamaan seorang mu’min dengan Allah yang membawa mu’min dekat dengan-Nya
dan menjadi orang pilihan-Nya. Dibukanya pintu hati si mu’min itu untuk
menerima kasih sayang dan karunia-Nya. Maka tampaklah oleh si mu’min itu dengan
mata hatinya sesuatu yang tidak tampak oleh mata kepala, dan dingernya dengan
telinga hatinya sesuatu yang tidak pernah didengar oleh telinga kepala.
Terlihat olehnya perkara-perkara ghaib dari kerajaan Tuhan Yang Maha Besar,
yang meliputi langit dan bumi dan sebagainya. Semakin dekatlah ia kepada Allah.
Shalat dan doanya diterima oleh Allah. Ia dikaruniai kasih sayang dan perkataan
yang baik-baik dan manis dari Allah. Dengan karunia-Nya pula, maka
ilmu-ilmu-Nya yang pelik-pelik akan dapat ia ketahui. Allah akan menyempurnakan
karunia-Nya kepada si Mu’min itu, baik dari segi batiniah maupun dari segi
lahiriah seperti kesehatan badan, minuman, pakaian, makanan, istri yang baik
dan perkara-perkara yang halal serta sesuai dengan peraturan dan ketentuan
Allah. Jadi, Allah akan menetapkan keadaan ini kepada hamba-Nya yang beriman
dan dekat kepada-Nya, untuk beberapa masa lamanya, sampai si hamba itu merasa
selamat dan kekal dalam keadaan itu. Setelah itu, Allah akan mendatangkan malapetaka,
kesusahan hidup dan bencana kepadanya. Sehingga, si hamba itupun merasa sedih,
heran, hatinya menjadi remuk dan ia terputus dari hubungannya dengan
orang-orang segolongannya.
Jika
ia melihat keadaan itu dari segi lahirnya saja, maka ia akan melihatnya sebagai
suatu kejahatan yang menimpanya, dan jika ia melihatnya dengan hati dan
batinnya saja, maka ia melihatnya sebagai sesuatu yang mendukacitakannya. Jika
ia meminta kepada Allah untuk melenyapkan kesusahan yang tengah dihadapinya
itu, maka Allah tidak akan menerimanya; jika ia meminta janji-janji yang baik,
maka ia tidak akan mendapatkannya dengan segera; jika ia berjanji tentang
sesuatu, maka ia tidak akan diberitahukan tentang hasilnya; jika ia memimpikan
sesuatu, maka ia tidak dapat mengetahui maksudnya; dan jika ia hendak bergabung
kembali dengan orang-orang segolongannya, maka iapun tidak dapat melakukannya.
Pendek kata, segalanya telah tertutup baginya dan doanya tidak lagi diterima.
Sehingga
dengan demikian, dirinya menjadi hancur, hawa nafsunya menjadi hilang dan
lenyaplah niat serta cita-citanya. Segalanya telah kosong baginya. Untuk
sementara, keadaan ini akan terus berlangsung dan mungkin penderitaannya itu
akan diperhebat lagi. Sehingga sampailah masanya, bila ia merasakan
tabiat-tabiat dan sifat-sifat kemanusiaannya hilang setahap demi setahap yang
akhirnya ia tinggal mempunyai ruh saja, maka ia akan mendengar suara batinnya
memanggil, “(Allah berfirman), “Hantamkanlah
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (QS 38:42). Ayat ini difirmankan kepada Nabi Ayyub as.
Kemudian
Allah akan melimpahkan lautan rahmat dan kasih sayang-Nya kepadanya dan hatinya
merasa aman dan tenteram serta disinari dengan cahaya iman dan ilmu. Pintu
keridhaan Allah dibukakan untuk-Nya. Manusia akan datang berkunjung kepadanya
untuk memberikan bermacam-macam hadiah dan orang-orang akan mengabdi kepadanya.
Manusia akan memuji dan menghormatinya. Kata-katanya dijunjung tinggi.
Orang-orang akan merasakan kebahagiaan berada di majelisnya. Raja-raja dan
orang-orang besarpun akan tunduk kepadanya. Allah akan menyempurnakan
karunia-Nya
kepadanya, baik lahiriah maupun batiniah. Allah akan memelihara lahirnya
melalui mahluk-Nya dan batinnya melalui kasih sayang dan rahmat-Nya. Kekallah
ia berada dalam keadaan itu sampai akhir hayatnya. Setelah itu, Allah akan
memasukkannya ke tempat yang tidak terlihat oleh mata, tidak terdengar oleh
telinga dan tidak terlintas di dalam hati siapapun, sebagaimana firman Allah, “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan
untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni’mat) yang menyedapkan pandangan mata,
sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 32:17)
AJARAN KEEMPATPULUH DUA
Ruh
manusia itu hanya ada dalam dua keadaan, tidak ada keadaan yang ketiga, yaitu keadaan
bahagia dan keadaan sengsara. Apabila ia berada dalam keadaan sengsara atau
menderita, maka muncullah perasaan-perasaan rendah, gelisah, gundah, muram,
tidak ridha, mengkritik dan menyalahkan Allah, tidak sabar dan tidak
bertawakal, sehingga lahirlah ahlak buruk, menyekutukan Allah dengan mahluk dan
akhirnya tidak percaya atau kufur. Dan apabila ia sedang merasa senang, maka ia
menjadi mangsa ketamakan dan kerakusan serta hawa nafsu kebinatangan dan
keiblisan. Nafsunya tidak pernah merasa puas. Ia menghendaki barang yang berada
di tangan orang lain atau yang ditentukan untuk orang lain. Sehingga ia tidak
pernah lepas dari kesusahan dan penderitaan, baik di dunia ini maupun di
akhirat kelak.
Sesungguhnya
hukuman yang paling menyiksa adalah mencari atau menuntut apa yang tidak
ditentukan untuk kita.
Jika
ketika ia berada dalam kesengsaraan, ia tidak mau yang lain, kecuali ia hanya
meminta agar kesengsaraan itu dihilangkan dan ia tidak mengingat serta
menghendaki kemewahan yang membuatnya senang; tetapi jika ia diberi kesenangan
dan kemewahan, ia menjadi tamak, dengki, ingkar dan melakukan perkara-perkara
dosa dan maksiat serta ia lupa kepada penderitaan yang pernah dialaminya; maka
ia akan dikembalikan kepada keadaannya semula, ia akan mengalami kesusahan dan
penderitaan yang pernah dialaminya, dan bahkan lebih berat daripada keadaannya
semula, karena ia telah berdosa dan perlu dihukum. Dengan cara ini, ia akan
menjadi sadar kembali dan pada masa berikutnya ia akan menjauhkan dirinya dari
perbuatan dosa dan noda. Sebab, kesenangan dan kebahagiaan itu tidak dapat
menyelamatkannya, sedangkan kesengsaraan dan penderitaan dapat
menyelamatkannya.
Sekiranya
ketika penderitaan kesusahan dihilangkan darinya ia berbuat baik, patuh,
bersyukur dan ridha kepada Allah, maka hal itu adalah lebih baik baginya di
dunia dan di akhirat, dan Allah akan menambahkan karunia, nikmat, kebahagiaan
dan keselamatan kepadanya.
Oleh
karena itu, barangsiapa menghendaki keselamatan hidup di dunia dan di akhirat,
maka hendaklah ia menanamkan sikap sabar, rela bertawakal kepada Allah,
menjauhkan sifat iri terhadap manusia dan meminta segala kebutuhan kepada Allah
Yang Maha Agung. Patuhlah kepada Allah dan hambakanlah diri hanya kepada-Nya
saja. Dia lebih baik dari apa saja selain Dia.
Segala
apa yang tidak disampaikan Allah kepada kita sebenarnya adalah merupakan satu
karunia atau hadiah. Hukuman-Nya adalah kebaikan. Penderitaan yang
ditimpakan-Nya adalah obat. Janji-Nya diibaratkan sebagai uang tunai,
kredit-Nya adalah keadaan pada masa ini dan firman-Nya itu pasti terjadi.
Apabila Allah hendak menjadikan sesuatu, maka Dia hanya berfirman, “Jadilah”,
maka jadilah ia. Oleh karena itu, semua perbuatan-Nya adalah baik dan
berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Allah sajalah Yang Maha Tahu. Manusia tidak
akan dapat mengetahui ilmu Allah yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, adalah
lebih baik bagi si hamba untuk terus selalu bertawakal, berserah diri, kembali
kepada-Nya, melakukan apa saja yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa saja
yang dilarang-Nya. Janganlah menyalahkan Allah, sinis dan mengatakan bahwa Dia
itu dholim, tidak tahu dan sebagainya. Perbuatan-Nya jangan disalahkan.
Ada
sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Atha bin Abbas yang diterimanya dari
Abdullah bin Abbas. Diceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, “Ketika aku menunggang kuda di belakang Nabi Muhammad
SAW, beliau bersabda kepadaku, “Wahai anakku, jagalah atau peliharalah
kewajibanmu terhadap Allah, niscaya Allah akan memeliharamu dan peliharalah
kewajianmu terhadap Allah, niscaya kamu akan mendapatkan Allah berada di
hadapanmu.”
Oleh
karena itu, apabila kamu mau meminta, maka memintalah kepada Allah dan apabila
kamu mau memohon perlindungan, maka memohonlah kepada-Nya. Andaikan seluruh
hamba Allah hendak memberikan manfaat kepadamu, namun Allah tidak
mengijinkannya, maka akan sia-sialah perbuatan mereka itu. Jika seluruh hamba
Allah bermaksud hendak memberikan mudharat atau bahaya kepadamu, tetapi Allah
tidak mengijinkannnya, maka mudharat atau bahaya itupun tidak akan menimpamu.
Karenanya, jika kamu mampu melakukan seluruh perintah Allah dengan ikhlas, maka
lakukanlah semua itu. Tetapi, jika kamu tidak mampu melakukannya, maka lebih
baik kamu bersabar
terhadap
sesuatu yang tidak suka untuk kamu lihat, yang sebenarnya di situ terdapat
kebaikan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu datang melalui
kesabaran. Dan ketahuilah, bahwa bersama kesusahan itu terdapat kesenangan.
Setiap orang yang beriman hendaklah menerapkan hadits Nabi ini, agar selalu
mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak serta menerima rahmat dan
kasih sayang Allah.
AJARAN KEEMPATPULUH TIGA
Jika
ada orang yang meminta sesuatu kepada manusia, maka yang demikian itu
dikarenakan ia jahil atau bodoh tentang Allah, lemah imannya, kurang
pengetahuannya tentang hakekat, kurang keyakinan dan kesabaran. Dan jika ada
orang yang meminta kepada Allah, maka hal itu adalah pertanda bahwa ia penuh
dengan ilmu Allah Yang Maha Agung dan Maha Kaya, pertanda bahwa ia memiliki
keimanan yang teguh dan keyakinan yang pasti, pertanda bahwa ilmu Allah selalu
bertambah setiap saat di dalam hatinya dan pertanda bahwa ia malu kepada Allah
Yang Maha Gagah Perkasa.
AJARAN KEEMPATPULUH EMPAT
Jika
permohonan dan doa seseorang untuk memiliki ilmu kerohanian dari Allah SWT
tidak dikabulkan dan setiap janji-Nya tidak dipenuhi-Nya untuk orang itu, maka
sesungguhnya hal itu adalah karena Allah tidak menghendaki orang itu terlalu
muluk harapannya (terlalu optimis). Sebab, kondisi dan posisi kerohanian itu
tidak akan didapatinya, kecuali jika ia memiliki takut dan harapan secara
bersamaan. Takut dan harapan ini ibarat dua kapak atau sayap burung.
Kedua-duanya perlu ada, dan satu saja tidak jadi. Takut dan harapan ini berada
dalam setiap kondisi dan posisi itu.
Dengan
demikian, orang yang memiliki ilmu kerohanian atau kebatinan bisa menjadi dekat
dengan Allah. Kondisi dan posisi kerohaniannya itu ialah bahwa ia tidak
menginginkan sesuatu selain Allah, ia tidak cenderung dan merasa ingin kepada
sesuatu selain Allah dan ia tidak merasa gembira dengan yang lain selain Allah.
Jadi, meminta supaya permohonannya diterima atau janji-Nya dipenuhi adalah
berlawanan dengan jalan-Nya dan tidak sesuai dengan posisinya.
Ada
dua sebab Allah selalu tidak memperkenankan permohonan si hamba. Pertama,
seseorang tidak mau dikuasai oleh terlalu mengharap atau mengangan-angankan apa
yang telah ditakdirkan Allah untuknya, ia tidak mau mendahului Allah di dalam
setiap tindakan dan ia tidak mengetahui bahwa takdir Allah itu mungkin ada yang
lebih baik daripada apa yang dimintanya. Kedua, hal ini dapat menimbulkan
syirik, yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah. Karena tidak ada manusia yang
tidak berdosa, kecuali para Nabi.
Karena
dua sebab inilah Allah selalu tidak memperkenankan permohonan hamba-hamba-Nya,
dikhawatirkan jika si hamba akan meminta menurut kehendak dirinya saja, tanpa
mengembalikan kepada aturan dan perintah Allah. Dan ada kemungkinan hal ini
akan membawanya kepada perbuatan syirik. Ada bermacam-macam sebab yang dapat
menjerumuskan seseorang ke lembah syirik pada setiap posisi, kondisi dan cara
menempuh jalan kerohanian ini. Tetapi, apabila suatu doa atau permintaan itu
sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah, maka hal ini akan menambah si hamba
lebih dekat lagi kepada Allah seperti dengan jalan shalat, puasa dan
menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya, karena dengan mengikuti semua cara itu
berarti mematuhi perintah Allah.
AJARAN KEEMPATPULUH LIMA
Ketahuilah
bahwa manusia ini ada dua macam. Pertama, mereka yang dikarunia Allah perkara-perkara
yang baik di dunia ini. Kedua, mereka yang diuji oleh Allah dengan apa yang
telah ditakdirkan Allah untuk mereka. Mereka yang mendapatkan perkara-perkara
yang baik itu belum tentu terlepas dari dosa dan kekhilafan di dalam menikmati
karunia Allah tersebut. Orang-orang ini merasa bangga dengan karunia itu.
Tiba-tiba datanglah takdir Allah berupa kesulitan dan malapetaka yang menimpa
diri, keluarga atau harta benda mereka. Dengan demikian mereka merasa sedih dan
berputus asa. Mereka lupa kepada kebanggaan dan kebahagiaan yang mereka nikmati
dulu. Jika mereka diberi kekayaan, keselamatan dan kesentosaan, maka merekapun
lupa, seolah-olah mereka menduga bahwa keadaan itu akan kekal. Dan jika mereka
ditimpa malapetaka, maka mereka pun lupa kepada kebaikan yang pernah mereka
terima dulu, seakan-akan kebaikan itu tidak pernah ada pada mereka. Semua ini
menunjukkan kejahilannya atau kebodohannya tentang tuannya yang sebenarnya,
yaitu Allah SWT.
Andaikan
mereka mengetahui bahwa Allah berkuasa membuat apa saja yang dikehendaki-Nya,
baik berkuasa menjatuhkan dan menaikkan, membuat kaya dan membuat miskin,
menyenangkan dan menyusahkan, mengelokkan dan memburukkan, menghinakan dan
memburukkan, menghidupkan dan mematikan maupun apa saja, maka tentulah mereka
tidak akan menduga bahwa kebahagiaan dan kekayaan yang mereka nikmati itu akan
kekal dan tentulah mereka tidak akan merasa bangga dan sombong atau putus asa
dan kecewa, jika kekayaan dan kebahagiaan dihilangkan dari mereka.
Tindakan
mereka yang semacam ini disebabkan kebodohan mereka tentang dunia ini. Mereka
tidak mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat ujian, tempat berusaha, tempat
bersakit-sakitan dan tempat bersusah payah. Dunia ini bagaikan dua lapisan
rasa, di luarnya adalah rasa pahit dan di dalamnya adalah rasa manis. Makanlah
dahulu yang pahit itu, barulah memakan yang manisnya. Seseorang hendaknya
merasakan yang pahit itu dahulu sebelum ia merasakan yang manis. Bersabarlah
kamu memakan yang pahit itu dahulu, agar kamu dapat memakan yang manisnya pula.
Oleh karena itu, barang siapa bersabar terhadap ujian-ujian di dunia ini, maka
ia berhak menerima hasil dan balasan yang baik dan bagus. Ibarat orang yang mau
memakan gaji. Bekerjalah dahulu, baru mendapatkan gaji. Lapisan yang pahit itu
harus dihabiskan lebih dahulu, baru lapisan yang manis akan didapatkan.
Oleh
karena itu, jika si hamba patuh kepada Allah, mengerjakan yang
diperintahkan-Nya dan meninggalkan yang dilarang-Nya, bertawakal bulat
kepada-Nya dan menuruti takdir-Nya serta bila ia telah memakan yang pahit,
iapun menghapuskan hawa nafsu keiblisannya dan menghancurkan tujuan kehendak
egonya, maka Allah akan memberinya kehidupan baru yang lebih baik, kebahagiaan,
keselamatan dan kemuliaan serta Allah akan memeliharanya dan memberikan
perlindungan kepadanya. Setelah itu, si hamba itupun menjadi seperti bayi yang
sedang disusui ibunya, yakni bayi itu tidak lagi perlu mencari makan, karena
ibunya telah memberinya makan. Allah akan memberinya rizki tanpa ia harus
bersusah payah atau berusaha keras di dunia ini dan juga di akhirat kelak.
Seorang
hamba janganlah menyangka bahwa ia tidak diuji dan bahwa karunia yang
diterimanya itu akan kekal. Ia harus bersyukur dan menyerahkan dirinya kepada
Allah semata-mata. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang maksudnya lebih
kurang sebagai berikut, “Kemegahan dunia ini adalah perkara yang merusakkan.
Oleh karena itu, pertahankanlah diri kamu darinya dengan bersyukur.”
Mensyukuri
karunia kekayaan itu dilakukan dengan menyadarkan diri dan mengatakan kepadanya
bahwa karunia itu tidak lain hanyalah kepunyaan Allah yang dipinjamkan-Nya dan
diamanatkan-Nya kepada kita. Semuanya adalah milik Allah dan kita tidak
mempunyai apa-apa. Oleh karena itu, dalam masalah harta benda ini, kita tidak
boleh melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah dan gunakanlah harta
benda itu menurut kehendak-Nya. Keluarkanlah zakat dan sedekah. Tolonglah
orang-orang yang miskin papa. Orang-orang yang sedang berada dalam kesusahan
adalah menjadi tanggungan kita untuk memberikan nafkah kepadanya. Inilah arti
mensyukuri karunia kekayaan harta benda yang diberikan Allah kepada kita.
Sedangkan mensyukuri ni’mat anggota-anggota badan yang telah diberikan kepada
kita adalah dengan menggunakan badan itu untuk mematuhi perintah-perintah
Allah, meninggalkan larangan-Nya dan tidak berbuat dosa dan maksiat.
Inilah
cara-cara memelihara karunia Allah agar tidak terlepas dari kita. Siramlah
akarnya agar ia menjadi subur, daunnya rindang dan menghasilkan buah yang manis
yang menampakkan manfaat 64
kepada
badan, supaya badan itu dapat mematuhi Allah, dekat kepada-Nya dan selalu ingat
kepada-Nya serta supaya kita menerima rahmat dan kasih sayang Allah di akhirat
kelak dan dapat hidup kekal di surga bersama para Nabi, orang-orang yang benar,
para syuhada dan orang-orang saleh. Mereka ini adalah golongan orang-orang yang
dimuliakan.
Tetapi
jika seseorang itu terpengaruh dan tenggelam dalam kesenangan dan kemegahan
dunia ini saja, maka akan merugilah ia, di akhirat kelak ia akan menyesal
dengan tiada putus-putusnya dan nerakalah tempat tinggalnya.
Allah
menguji manusia dan ujian itu mempunyai bermacam-macam tujuan. Adakalanya
ditujukan untuk menghukum manusia akibat kesalahan dan dosa yang telah
dilakukannya. Adakalanya ditujukan untuk membuang dan membersihkan cacad orang
itu. Dan adakalanya pula ditujukan untuk meninggikan derajat orang itu agar ia
dapat bersama-sama dengan orang-orang yang memiliki ilmu kerohanian yang
mengalami berbagai kondisi dan posisi kerohanian. Mereka itu telah mengembara
di padang bencana dan kesusahan dengan menunggang kendaraan kasih sayang Allah
sambil ditiup oleh angin bayu penglihatan-Nya yang lemah lembut yang mengenai
gerak dan sikap mereka, karena ujian itu tidak bermaksud mencampakkan mereka ke
dalam neraka, tetapi sebaliknya. Dengan ujian itu, Allah menguji mereka untuk
memilih mereka, meneguhkan keimanan mereka dan membersihkan mereka, agar dapat
dibedakan antara iman dengan kufur dan antara tauhid dengan syirik, dan sebagai
balasannya orang itu diberi ilmu, rahasia dan cahaya.
Apabila
lahir dan batin orang-orang ini telah bersih dan hati mereka telah suci, maka
mereka ini akan menjadi orang-orang pilihan dan kekasih Allah serta mereka akan
mendapatkan rahmat di dunia dan di akhirat. Di dunia ini, rahmat itu melalui
hati mereka, sedangkan di akhirat nanti melalui jasmani mereka. Oleh karena
itu, bala bencana itu merupakan pencuci dan pembersih daki-daki syirik mereka
serta pemutus hubungan mereka dengan manusia, keduniaan dan hawa nafsu
kebinatangan dan keiblisan; di samping menjadi alat penghancur kebanggaan,
kesombongan dan ketamakan serta penghapus niat yang bukan karena Allah di dalam
beribadah seperti beribadah lantaran menghendaki surga dan sebagainya.
Tanda
bahwa ujian itu dimaksudkan sebagai hukuman adalah, seseorang bersabar apabila
datang ujian-ujian kepadanya lalu menangis dan mengeluh kepada orang lain.
Tanda bahwa ujian itu dimaksudkan sebagai pembersih dan pembuang kelemahan
ialah sabar dengan baik, tanpa mengeluh dan menunjukkan kesusahannya kepada
orang lain, dan tanpa berkeberatan untuk melaksanakan perintah Allah. Sedangkan
tanda bahwa ujian itu ditujukan untuk meninggikan derajat si hamba yang
menerima ujian itu adalah adanya kerelaan dan kesukaan hati serta kedamaian
terhadap perbuatan Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam, dan dirinya sendiripun
hilang dalam ujian itu, sampai masa ujian itu berakhir.
AJARAN KEEMPATPULUH ENAM
Ada
sebuah hadits Nabi yang menyatakan bahwa Allah SWT berfirman, “Barangsiapa selalu mengingat Aku dan tidak ada waktu
baginya untuk meminta sesuatu kepada-Ku, maka Aku akan memberikan kepadanya
perkara yang lebih baik daripada apa yang Ku-berikan kepada orang yang meminta.”
Hal
ini dikarenakan apabila Allah hendak memilih seseorang yang beriman untuk
tujuan-Nya sendiri, maka orang itu akan dibawa-Nya melalui berbagai macam
kondisi dan posisi kerohanian dan mengujinya dengan bermacam-macam kesulitan
dan kesusahan. Allah menjadikannya miskin setelah kaya, bahkan sampai orang itu
hampir mengemis untuk mendapatkan rizkinya, namun Allah menolongnya dari menjadi
pengemis. Kemudian, orang itupun hampir meminjam kepada orang lain untuk
mencari rizkinya, namun Allah menyelamatkannya dari meminjam lalu memberinya
kerja. Setelah itu, orang itupun bekerja mencari nafkah hidupnya sebagaimana
yang telah dilakukan oleh Nabi.
Kemudian,
diberikan kesusahan kepada orang itu dalam mencari rizki dan, melalui ilham,
diperintahkan supaya ia mengemis. Sebenarnya, perintah semacam ini adalah
perintah rahasia yang hanya diketahui dan disadari oleh orang yang bersangkutan
itu saja. Allah menjadikan pekerjaan mengemis ini sebagai ibadah baginya dan
berdosalah jika ia tidak melakukannya. Pekerjaan ini dimaksudkan agar
kebanggaannya hilang dan egonya hancur. Ini merupakan latihan kerohanian.
Mengemis semacam ini adalah perintah dari Allah dan bukan jalan syirik.
Kemudian Allah melepaskan orang itu dari keadaannya tersebut lalu menyuruhnya
supaya meminjam. Perintah ini tidak boleh dibantah lagi, sebagaimana halnya
perintah untuk mengemis di atas.
Setelah
itu, Allah mengubah keadaan orang itu. Allah memutuskan hubungannya dengan
manusia dan menjadikannya hanya bergantung kepada Allah saja di dalam mencari
nafkah hidupnya. Apa saja yang ia kehendaki, hendaklah ia minta kepada Allah,
niscaya Allah akan mengabulkan permintaannya. Jika ia tidak meminta, maka Allah
tidak akan memberikan apa-apa kepadanya.
Kemudian,
keadaan itupun ditukar pula oleh Allah, yaitu dari meminta secara lisan kepada
meminta dengan hati saja. Maka, orang itupun meminta kepada Allah melalui
hatinya. Apa saja yang dimintanya akan diberikan oleh Allah kepadanya. Jika ia
meminta dengan lisan, maka Allah tidak akan memberinya. Demikian pula jika ia
meminta kepada manusia, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa dari manusia
itu.
Akhirnya,
keadaan inipun ditukar pula oleh Allah. Allah menghilangkan orang itu dari
dirinya sendiri, sehingga ia tidak lagi meminta-minta kepada-Nya, baik secara
rahasia maupun secara terbuka. Allah memberikan balasan kepada orang itu,
berupa apa saja yang membetulkan dirinya dan mengubah keadaan dirinya seperti
makanan, minuman, pakaian dan keperluan hidup apa saja, tanpa berusaha atau
terlintas dalam pikirannya. Allah akan menolongnya. Firman Allah, “Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah
menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS 7:196)
Firman
Allah yang diterima Nabi itu benar-benar jelas, yaitu, “Yang tidak mempunyai kesempatan untuk meminta apa-apa
kepada-Ku, Aku akan memberinya lebih daripada apa yang Aku berikan kepada
mereka yang meminta.” Inilah peringkat ‘bersatu’ dengan Allah
dan inilah kedudukan wali-wali Allah biasa dan Abdal. Dalam peringkat ini, ia
diberi kekuasaan untuk menjadikan. Apa saja yang dikehendakinya, dengan ijin
Allah akan ia dapatkan. Allah berfirman, “Wahai
anak Adam, Aku-lah Tuhan. Tidak ada Tuhan kecuali Aku. Apabila aku katakan
kepada sesuatu, “Jadilah”, maka jadilah ia. Patuhlah kepada-Ku, sehingga jika
kamu katakan kepada sesuatu, “Jadilah”, maka jadilah ia.”
AJARAN KEEMPATPULUH TUJUH
Aku
bermimpi. Di dalam mimpiku itu datang seorang tua bertanya padaku, “Apa yang
membuat seorang hamba dekat kepada Allah ?” Aku menjawab, “Persis, ini ada awal
dan ada akhirnya. Awalnya ialah kuat beribadat dan ta’at. Akhirnya ialah ridha
dengan Allah, berserah diri kepada jalan-Nya dan bergantung penuh kepada-Nya.”
AJARAN KEEMPATPULUH DELAPAN
Hendaknya
orang yang beriman mengerjakan tugas yang wajib dahulu. Apabila tugas itu telah
dikerjakan dengan sempurna, barulah ia mengerjakan yang sunnat. Setelah
perkerjaan yang sunnat inipun dikerjakan dengan sempurna, maka ia boleh
mengerjakan yang lebih dari itu. Jika seseorang mengerjakan perkerjaan yang
sunnat, tetapi ia tidak mengerjakan pekerjaan yang wajib, maka orang ini adalah
orang yang bodoh. Jika ia mengerjakan pekerjaan yang sunnat sebelum mengerjakan
pekerjaan yang wajib, maka ibadatnya itu tidak akan diterima dan akan sia-sia
saja. Ibarat seorang raja yang menyuruh seorang rakyatnya untuk menjadi
hambanya, tetapi ia tidak pergi menjumpai raja, melainkan ia pergi menghambakan
dirinya kepada orang besar atau orang kenamaan bagi raja itu, padahal orang
besar atau orang kenamaan itupun adalah hamba raja itu juga.
Ali
bin Abi Thalib ra mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan orang yang melakukan shalat-shalat yang
bukan wajib, padahal shalat-shalat yang wajib itu banyak yang telah ia
tinggalkan, seperti seorang wanita hamil yang sebelum sampai masanya ia
melahirkan, ia telah keguguran. Dengan demikian, wanita itu tidak lagi hamil
dan tidak juga menjadi ibu.”
Orang
yang melakukan shalat-shalat yang bukan wajib dan meninggalkan shalat-shalat
yang wajib, maka shalatnya itu tidak akan diterima. Orang yang shalat ini juga
diumpamakan seperti orang yang berniaga, ia tidak akan mendapatkan keuntungan,
kecuali jika ia telah memegang modalnya dahulu. Orang yang mengerjakan shalat
yang bukan wajib, maka shalatnya itu tidak akan diterima, kecuali jika ia
mengerjakan shalat yang wajib dahulu. Orang yang mengerjakan shalat yang bukan
wajib dan bukan pula sunnat, dan ia meninggalkan keduanya, maka shalatnya itu
tidak akan diterima dan akan sia-sia saja. Oleh karena itu, di antara perkara
yang mesti kita hapuskan ialah perbuatan yang haram, menyekutukan Allah, tidak
ridha kepada hukum dan takdir Allah, menurut saja perkataan orang-orang dan
keinginan mereka serta tidak melakukan perintah Allah dan durhaka kepada-Nya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak
boleh menta’ati siapapun yang ia mendurhakai Allah.”
AJARAN KEEMPATPULUH SEMBILAN
Barangsiapa
memilih tidur daripada berjaga malam untuk shalat, maka pilihannya itu adalah
pilihan yang tidak baik dan akan mematikan hatinya, karena tidur itu sama saja
seperti mati. Tidur itu tidak sesuai dengan Allah, karena Dia tidak mempunyai
cacad dan cela atau kekurangan. Malaikat juga tidak tidur, karena mereka itu
dekat kepada Allah. Tidur juga tidak sesuai dengan orang-orang akhirat, karena
mereka itu adalah orang-orang yang suci dan mulia serta menurut mereka tidur
itu akan merusakkan keadaan kehidupan mereka. Oleh karena itu, semua kebaikan
itu terletak dalam berjaga malam dan semua kejahatan itu terletak dalam tidur
dan malas bekerja.
Orang
yang makan karena tamak, maka makannya akan banyak, tidurnya banyak, minumnya
banyak dan banyak pula kebaikan yang hilang darinya. Orang yang makan sedikit
perkara-perkara yang haram sama halnya dengan orang yang makan banyak perkara
yang halal dengan tamak dan rakus. Sebab, benda-benda yang haram itu melemahkan
dan menggelapkan iman. Apabila iman itu sudah gelap, maka tidak ada lagi
shalat, ibadah dan keikhlasan. Barangsiapa banyak memakan barang-barang halal
di luar perintah dan kehendak Allah, maka ia seperti orang yang makan sedikit
kenikmatan ibadah dan tidak mendatangkan kekuatan. Jadi, barang-barang yang
halal itu adalah cahaya yang ditambahkan kepada cahaya, sedangkan barang-barang
haram adalah kegelapan yang ditambahkan kepada kegelapan. Tentu saja tidak
baik. Oleh karena itu, memakan barang-barang yang halal dengan tamak dan tanpa
mengikuti kehendak dan perintah Allah bagaikan memakan barang-barang yang
haram, dan ini mengakibatkan tidur yang tidak mempunyai kebaikan.
AJARAN KELIMAPULUH
Mungkin
kamu berada dalam salah satu di antara dua keadaan ini :
1.
Jauh dari Allah SWT
2.
Dekat kepada Allah SWT
Sekiranya
kamu jauh dari Allah, maka janganlah kamu berdiam diri saja dan tidak mau
mengejar bagian kamu berupa karunia Allah, kebahagiaan, keselamatan dan
kemajuan dari hadirat Allah di dunia ini dan akhirat kelak. Mari ! Bangunlah
dan bersegeralah menuju Allah. Tinggalkan kemewahan dan foya-foya serta
barang-barang yang haram. Bersiap-siagalah dengan kesabaran untuk menghadapi
kesulitan dan kesusahan. Jauhkan dirimu dari manusia dan dari keinginanmu
terhadap dunia atau akhirat, agar kamu bisa ‘bersatu’ dengan Allah dan dekat
kepada-Nya. Setelah itu, barulah kamu akan mendapatkan apa yang kamu kehendaki.
Kamu akan diberi kemuliaan dan ketinggian derajat di sisi Allah. Jika kamu
telah masuk dalam golongan orang-orang yang diberi kehormatan, kasih sayang dan
rahmat oleh Allah, maka tunjukkanlah sopan santun dan ahlak yang baik serta janganlah
kamu merasa tinggi diri dengan karunia-Nya itu, agar kamu tidak lupa kepada
kewajibanmu terhadap Allah dan agar kamu tidak cenderung kembali kepada
kejahilan dan kegelapanmu semula. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat dholim dan amat bodoh.” (QS 33:72). Firman Allah pula, “Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia
mendoa untuk kebaikan. Dan manusia adalah bersifat tergesa-gesa.” (QS 17:11)
Peliharalah
hati kamu dari kecenderungan kepada apa yang telah kamu tinggalkan berupa
manusia, hawa nafsu, keinginan, usaha dan kehilangan kesabaran, ridha dan
kebersesuaian dengan Allah semasa kamu ditimpa kemalangan dan kesusahan.
Sebaliknya, hendaklah kamu menyerahkan diri kamu kepada Allah seperti bola di
kaki pemainnya, atau seperti bayi di pangkuan ibunya, atau seperti mayat di
tangan orang-orang yang sedang memandikannya. Butakanlah mata hati kamu
terhadap apa saja selain Dia, supaya kamu tidak melihat sesuatu selain Allah,
tidak ada yang wujud, tidak ada yang memberikan mudharat, tidak ada yang
memberikan manfaat, tidak ada yang menolak pemberian dan tidak ada yang memberi
pemberian selain daripada Allah semata. Anggaplah mahluk itu, di masa kamu
susah dan menderita, sebagai cambuk Allah Yang Maha Agung yang dipukulkan
kepada kamu. Di masa kamu bahagia dan selamat, anggaplah mahluk itu sebagai
tangan Allah yang memberi rizki kepadamu.
AJARAN KELIMAPULUH SATU
Orang-orang
yang ta’at kepada Allah itu akan menerima balasannya dua kali. Pertama, ia
meninggalkan segala sesuatu dari dunia ini yang menuruti kehendak hawa nafsu
dan mengambil apa saja dari dunia ini yang manjadi ibadahnya kepada Allah.
Apabila ia telah memusuhi dirinya dan melawan hawa nafsunya serta keadaan ini
telah berdiri kokoh padanya, maka ia termasuk dalam golongan orang-orang yang
benar dan wali Allah. Kemudian, ia masuk ke dalam golongan Abdal dan ‘Arifin
(orang-orang yang mengetahui hakekat). Setelah itu, barulah ia diperintahkan
untuk mengambil dan berhubungan dengan keduniaan, karena di dalam dunia ini ada
bagian yang telah ditentukan untuknya yang tidak boleh ia buang. Apabila
perintah ini telah ia laksanakan, maka ia pun akan mengambil bagiannya di dunia
ini atau menerima penerangan tentang ilmu Allah. Dia berhubungan dengan dunia
dan berlaku sebagai kendaraan takdir yang telah dilantik oleh Allah.
Perbuatannya di dalam perbuatan itu, tanpa ia melibatkan dirinya di dalamnya,
tanpa ada keinginan, maksud atau usaha dari dirinya sendiri. Ia diberi pahala,
karena semua ini adalah balasannya yang kedua dan karena ia melakukan semua itu
dengan patuh kepada perintah Allah atau sesuai dengan perbuatan Allah di dalam
perkara itu.
Mungkin
ada pertanyaan, “Mengapa kamu mengatakan bahwa orang yang mencapai derajat itu
diberi ganjaran, sedangkan ia telah mencapai tingkat kerohanian yang tinggi,
telah termasuk ke dalam golongan Abdal dan Arifin, telah menjadi orang pilihan
Allah, orang yang dikasihi-Nya dan orang yang diridhai-Nya dan telah lenyap
dari manusia, dari dirinya sendiri, dari kemauan dan keinginannya sendiri serta
segala gerak dan diamnya, segala tutur kata dan perbuatannya adalah dari Allah
semata-mata, ia merasa dirinya tidak berharga apa-apa di hadapan kebesaran
Allah dan bahkan seluruh jiwa raga dan kepunyaannya telah ia serahkan kepada
Allah ?” Mungkin pula kamu bertanya, “Bagaimana orang seperti ini diberi
ganjaran, sedangkan ia tidak meminta apa-apa kepada Allah, ia menganggap
dirinya tidak berharga apa-apa lagi dan ia adalah hamba Allah semata-mata ?”
Jika kamu bertanya seperti itu, maka jawabannya adalah, “Memang, apa yang kamu
katakan itu adalah benar. Tetapi, Allah hendak melimpahkan berkat dan kasih
sayang-Nya kepada orang itu, dan Dia hendak memeliharanya dengan lemah lembut,
penuh kasih sayang dan keridhaan. Orang itu telah melepaskan tangannya dari
segala hal ihwal dirinya dan tidak mau meminta kesenangan di dunia ini, karena
kesenangannya telah disediakan untuknya di akhirat kelak. Ia tidak mau manfaat
yang ada pada dirinya itu dan juga tidak mau mengelakkan mudharat dari dirinya.
Sehingga ia menjadi seperti bayi yang berada di pangkuan ibunya, yang tidak
mengetahui apa-apa. Ia dipelihara dengan kasih sayang Allah dan diberi rizki
oleh-Nya.
Apabila
Allah telah melepaskan dari si hamba itu seluruh kecenderungannya terhadap
dirinya, maka Allah akan membuat hati manusia cenderung kepadanya dan memenuhi
hati mereka dengan kasih sayang untuk diberikan kepada si hamba itu, sehingga
semua orang akan mengasihi dan menyenanginya. Allah akan memelihara hamba itu
dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada sesuatupun yang dapat mempengaruhinya
dan memberikan mudharat kepadanya. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW bersabda
seperti yang difirmankan Allah di dalam Al Qur-an, “Sesungguhnya kawanku adalah Allah yang menurunkan Al
Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”
AJARAN KELIMAPULUH DUA
Sesungguhnya
Allah akan menguji suatu golongan dari orang-orang yang beriman yang menjadi
wali-Nya, yang didekati-Nya dan yang diberi-Nya ilmu-ilmu kerohanian, supaya
mereka berdoa dan memohon kepada-Nya, dan Dia suka menerima doa dan permohonan
mereka. Apabila mereka berdoa dan memohon kepada Allah, maka Allah
memperkenankan doa dan permohonan mereka, agar Allah menampakkan kemurahan dan
keagungan-Nya kepada mereka. Kemurahan dan keagungan-Nya itu tampak ketika si
mu’min memohon ke hadirat Allah dan mengharapkan agar doanya itu diterima. Kadang-kadang,
doa dan permohonan itu diperkenankan-Nya tidak dengan segera, tetapi sesuai
dengan takdir dan hukum Allah dan bukannya tidak diterima. Oleh karena itu,
manakala si hamba ditimpa malapetaka, maka hendaklah ia bersabar dan memeriksa
dirinya sendiri, apakah ia melakukan dosa dan maksiat, tidak mematuhi Allah,
melakukan hal-hal yang haram dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi
ataukah ia menyalahkan takdir. Sebab, ada kalanya ujian itu merupakan hukuman
akibat ia melakukan dosa. Jika malapetaka itu dihindarkan oleh Allah, maka akan
baiklah ia. Dan jika tidak, maka teruslah bersabar, memohon dan meratap kepada
Allah dengan penuh khidmat. Sebab, mungkin saja ujian itu sengaja ditimpakan
terus kepadanya, agar ia terus berdoa dan memohon kepada-Nya. Janganlah kamu
menyalahkan Allah lantaran Dia lambat mengabulkan doamu.
AJARAN KELIMAPULUH TIGA
Memohonlah
kepada Allah supaya kita bisa ridha kepada takdir-Nya dan bisa tenggelam di
dalam perbuatan Allah. Karena, di situlah terletak kedamaian dan surga dunia
ini dan itulah pintu gerbang Allah yang agung serta cara mencapai kasih sayang
Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Barangsiapa dikasihi oleh Allah,
maka orang itu tidak akan disiksa atau dihukum di dunia dan di akhirat. Dalam
merasa ridha kepada-Nya-lah dan dalam tenggelam di dalam perbuatan-Nya-lah
terletak hubungan dengan Allah dan kebersatuan serta keterpaduan dengan-Nya.
Janganlah
kamu terlena oleh kesenangan dan kemewahan dunia saja. Janganlah kamu hanya
mengharapkan dan mengingat apa yang telah ditentukan untukmu saja atau apa yang
tidak ditentukan untukmu saja. Jika kamu berusaha untuk mendapatkan apa yang
tidak ditentukan untukmu, maka itu adalah tanda kebodohan dan kejahilanmu, dan
itu merupakan hukuman berat yang ditimpakan kepadamu. Sebab, ‘diantara hukuman
yang paling berat ialah berusaha mendapatkan apa yang tidak ditakdirkan
untukmu’.
Jika
kamu diberi, maka itu tidak lain hanyalah ketamakanmu, menyekutukan
penyembahan-Nya, kasih sayang dan hakekat-Nya di dalam usaha mencarinya, karena
kamu terlena dalam hal yang selain Allah. Barangsiapa bersungguh-sungguh
mencari kesenangan dan kemewahan dunia, maka berarti ia tidak ikhlas dalam
mencintai Allah dan bersahabat dengan-Nya. Oleh karena itu, jika ada orang yang
mementingkan apa saja selain Allah, maka ia adalah seorang pembohong dan
pendusta.
Begitu
juga, jika ada orang yang menyembah Allah karena menghendaki sesuatu balasan
dari-Nya, maka ia adalah orang yang tidak ikhlas. Penyembahan yang ikhlas
adalah penyembahan karena Allah semata-mata dan mengakui ke-Tuhanan-Nya, yaitu
Rububiyyah-Nya (sifat-sifat Allah yang mengontrol dan memelihara alam semesta).
Orang yang ikhlas itu menyembah Allah karena ke-Tuhanan-Nya dan karena memang
Dia sajalah yang harus disembah. Sudah sepatutnya ia patuh dan mengabdikan
dirinya kepada Allah yang mengontrol segala-galanya, yang mengontrol dirinya,
gerak dan diamnya dan bahkan apa saja. Hamba itu dan segala apa saja yang
dimilikinya, sebenarnya, adalah kepunyaan Allah juga.Bagaimana tidak ? Seperti
telah aku katakan bahwa, semua perbuatan penyembahan adalah karunia Allah dan
limpahan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia-lah yang memberi
kekuatan kepada hamba-hamba itu untuk melakukan penyembahan tersebut dan Dia
jugalah yang memberikan kekuasaan kepada mereka untuk melakukannya.
Bersyukur
kepada-Nya adalah lebih baik daripada meminta balasan karena melakukan ibadah
atau penyembahan itu.
Mengapa
kamu ingin terlena dan bermati-matian memburu kesenangan dan kemewahan dunia
saja, padahal kamu telah melihat dan mengetahui bahwa kebanyakan manusia yang
mengejar kesenangan dan kemewahan dunia itu semakin bertambah ingkar, angkuh
dan lupa kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka, bahkan mereka
semakin bertambah loba dan tamak ? Mereka selalu memandang bahwa apa yang
mereka miliki itu masih terlalu kecil dan tidak baik, sedangkan apa yang
dimiliki oleh orang lain mereka anggap paling baik dan paling agung dan harus
mereka rebut. Dalam peristiwa rebut dan mengejar itu, umur semakin bertambah
tua, badan bertambah lemah, keringat menjadi kering, harta benda semakin
berkurang, hati bertambah gelap dan dosa semakin bertumpuk. Maka keadaan
hidupnya di dunia ini semakin bertambah hina dan buruk. Mereka lupa untuk
bersyukur kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka. Mereka
durhaka kepada Allah. Maka merugilah mereka di dunia dan di akhirat. Mereka
tidak bisa mendapatkan bagian orang lain yang mereka kejar itu. Umur mereka di
dunia ini sia-sia belaka dan di akhirat kelak lebih sia-sia lagi. Inilah
orang-orang yang paling hina, bodoh dan tidak mempergunakan akal dan pikiran
mereka.
Sekiranya
mereka bersyukur dan ridha dengan apa yang ada pada mereka serta patuh kepada
Allah, maka mereka tidak akan bersusah payah mengejar bagian mereka di dunia
ini, mereka akan menjadi orang-orang Allah dan mereka akan menerima apa mereka
minta dan mereka inginkan dari Allah. Semoga Allah menjadikan kita semua
orang-orang yang ridha dengan takdir-Nya. Semoga kita semua masuk dalam
majlis-Nya dan mendapatkan kesejahteraan, kekuatan dan kesehatan kerohanian.
Dan semoga Allah meridhai kita sekalian.
AJARAN KELIMAPULUH EMPAT
Barangsiapa
menghendaki akhirat, maka ia harus memalingkan dirinya dari dunia. Dan
barangsiapa mengendaki Allah, maka ia harus memalingkan dirinya dari akhirat
dan hendaklah ia membuang kehidupan keduniaannya karena Allah semat-mata.
Selagi masih ada kehendak kepada keduniaan sepeti kelezatan dan kemewahan
keduniaan, makan, minum, kawin, rumah, kendaraan, kekuasaan, pangkat,
sanjungan, memperdalam ilmu-ilmu selain rukun Islam yang lima itu beserta
hadits dan Al Qur’an, menginginkan kemiskinan dihilangkan darinya, ingin kaya,
ingin bahagia, tidak ingin terkena bencana, menginginkan faidah dan sebagainya;
terlintas dalam pikiran dan hati kamu, maka hal itu menunjukkan bahwa kamu
belum menjadi orang Allah, karena semua itu hanyalah untuk kepentingan diri
sendiri, kehendak jasmani dan kebahagiaan pikiran, serta semua itu adalah
keduniaan belaka.
Semua
itu harus dikikis habis dari hati. Pikiran harus dibersihkan dari
ingatan-ingatan kepadanya dan tanamkanlah perasaan suka dan senang untuk
mem-fana’-kan diri di dalam Allah, sekalipun tidak memiliki harta benda.
Biarkan hati itu bersih dari segala sesuatu selain Allah, agar hidup bersih di
dunia ini.
Apabila
orang itu telah melaksanakan semua ini dengan sempurna, maka seluruh keadaan
duka, sedih, resah dan gelisah akan hilang dari hati dan pikirannya. Kemudian,
ia akan hidup baik dan sentosa serta dekat kepada Allah. Nabi Muhammad SAW
pernah bersabda, “Tidak mempedulikan dunia itu akan
membawa kebahagiaan hati dan badan.”
Selagi
di dalam hati itu masih ada kecenderungan kepada keduniaan, maka selagi itu
pula masih ada kesedihan dan kedukaan. Hati itu akan merasa takut dan gelisah.
Hati semacam itu akan terhalang dari Allah. Semua keadaan seperti ini tidak
akan dapat dihilangkan, kecuali jika kecintaan terhadap dunia telah dikikis
habis dari hati itu.
Setelah
itu, janganlah mempedulikan kehidupan di akhirat seperti menghendaki surga,
bidadari, derajat yang tinggi di akhirat, tempat tinggal yang paling baik,
kendaraan surga, pakaian, minuman, makanan, hiasan dan keindahan di surga yang
telah disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang beriman.
Oleh
karena itu, dengan beribadah, janganlah kita mengharapkan ganjaran di surga
kelak. Janganlah kita beribadah atau shalat karena kita mengharapkan ganjaran
di akhirat kelak atau di dunia ini. Hendaklah kita shalat dan beribadah karena
Allah semata-mata. Hanya dengan itu saja Allah akan memberikan ganjaran yang baik
kepada kita. Dengan itu Allah akan membawa kita dekat kepada-Nya dengan penuh
keridhaan dan kasih sayang-Nya. Allah telah menganugerahkan kebaikan dan ilmu
tentang Dzat-Nya kepada para Rasul, para Nabi, para Wali dan orang-orang yang
dikasihi-Nya. Dari hari ke hari, hamba itu akan bertambah maju. Kemudian, iapun
dimasukkan ke alam akhirat dan mengalami “apa yang tidak pernah dilihat oleh
mata kepala, apa yang tidak pernah didengar oleh telinga dan apa yang tidak
pernah terlintas dalam pikiran”, yang semua itu berada di luar pengetahuan dan
tidak dapat dibayangkan.
AJARAN KELIMAPULUH LIMA
Kesenangan
hidup ini dibuang sebanyak tiga kali. Pada mulanya, seorang hamba Allah berada
dalam kegelapan kejahilannya dan dalam keadaan yang yang tidak tentu arah, ia
bertindak sewenang-wenang dalam seluruh tindak-tanduk hidupnya dengan menuruti
hawa nafsu kebinatangannya semata-mata, tanpa mau mengabdikan dirinya kepada
Allah dan tanpa pegangan agama yang mengawal dirinya. Dalam keadaan seperti
ini, Allah melihatnya dengan penuh kasih sayang. Oleh karena itu, Allah
mengutus seorang penasehat kepadanya dari orang-orang yang termasuk dalam
golongannya yang juga seorang hamba Allah yang baik, dan satu penasehat lagi
yang terdapat dalam dirinya sendiri. Kemudian, kedua penasehat ini mempengaruhi
dirinya. Sehingga, hamba itu dapat melihat cacad yang ada pada dirinya seperti
mengikuti hawa nafsu saja dan tidak mengikuti yang haq (benar). Dengan
demikian, ia cenderung untuk mengikuti peraturan-peraturan atau hukum-hukum
Allah di dalam semua tindak-tanduknya.
Kemudian
hamba itu menjadi seorang Muslim yang berdiri tegak di dalam hukum-hukum Allah,
keluar dari keadaannya yang jahil dan meninggalkan hal-hal yang haram dan
meragukan. Hamba itu hanya mengambil perkara-perkara yang halal saja seperti
makan, minum, bepergian, kawin dan lain sebagainya yang kesemuanya diperlukan
untuk menjaga kesehatan dan kekuatan untuk patuh kepada Allah, asalkan ia
menerima sepenuhnya apa yang diberikan Allah kepadanya dan tidak boleh
melampaui batas serta tidak boleh keluar dari kehidupan dunia ini sebelum ia
pergi mendapatkannya dan menyempurnakannya.
Maka
berjalanlah ia di dalam hal-hal yang halal dalam seluruh keadaan hidupnya ini,
sehingga ia mencapai peringkat kewalian (wilayah) dan masuk ke dalam golongan
orang-orang yang membenarkan hakekat dan orang-orang pilihan Allah yang
menghendaki berdampingan dengan Allah SWT.
Setelah
itu, iapun hanya berjalan di dalam perintah Allah saja, dan di dalam dirinya ia
mendengar firman Allah yang maksudnya kurang lebih, “Buanglah dirimu sendiri dan marilah ke mari; buanglah
kelezatan dan kemewahan mahluk, jika kamu menghendaki Allah. Buanglah dunia dan
akhirat serta kosongkanlah diri dari segala-galanya. Merasa senanglah dengan
ke-Esa-an Allah. Buanglah syirik dan bersikap ikhlaslah. Kemudian, masuklah ke
dalam majlis ke-Tuhan-an dan mendekatlah kepada-Nya dengan bersujud dan
menghinakan diri serta tidak lagi mempedulikan hal-hal keduniaan dan
keakhiratan, atau mahluk atau kemewahan hidup.”
Apabila
ia telah sampai kepada peringkat ini dan telah teguh di dalamnya, maka ia akan
menerima pakaian kemuliaan dan kehormatan dari Allah, dan Allah akan
melimpahkan nur dan berbagai karunia. Lalu dikatakan kepadanya, “Pergunakanlah rahmat dan nikmat-Ku, dan janganlah
bersikap angkuh serta jangan pula membuang kehendak atau kemauan, karena
menolak pemberian-Ku itu bisa memberatkan Aku dan memperkecil kekuasaan-Ku”. Kemudian, iapun diberi pakaian yang mulia dan terhormat itu,
tanpa ia sendiri memainkan peranan di dalam perkara tersebut. Sebelum itu, ia
diselimuti oleh kemauan hawa nafsunya sendiri saja, lalu dikatakanlah
kepadanya, “Selimutilah dirimu dengan rahmat
dan karunia Allah.”
Jadi,
bagi dia, ada empat peringkat di dalam mencapai kebahagiaan dan bagiannya.
Peringkat pertama, ialah kehendak hawa nafsu kebinatangan semata dan ini adalah
diharamkan. Peringkat kedua, ialah menuruti hukum dan undang-undang Allah, dan
ini diperbolehkan. Peringkat ketiga adalah peringkat-peringkat batin, dan ini
adalah peringkat kewalian (wilayah) dan membuang hawa nafsu kebinatangan.
Peringkat keempat adalah peringkat keridhaan dan karunia Illahi, di sini
lenyaplah kehendak dan maksud diri. Inilah peringkat Badaliyyat. Hamba itu
masuk ke dalam majlis ke-Tuhan-an Yang Maha Tinggi, ia berserah bulat kepada
Allah dan menuruti perbuatan Allah semata-mata. Inilah peringkat di mana ia
terus mendapatkan ilmu Allah dan mempunyai sifat-sifat yang baik. Seorang hamba
tidak boleh dikatakan benar dan baik, jika ia belum mencapai peringkat ini.
Ini
sesuai dengan firman Allah yang maksudnya lebih kurang, “Sesungguhnya kawanku ialah Allah yang menurunkan Al
Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”
Oleh
karena itu, hamba yang telah mencapai peringkat keempat ini tidak lagi
mempergunakan apa-apa yang memberikan manfaat kepada dirinya dan tidak pula
menghindarkan apa-apa yang
memberikan
mudharat kepada dirinya. Ia seperti bayi di pangkuan ibunya atau seperti mayat
di tagan orang-orang yang sedang memandikannya. Ia hanya bergantung kepada
qadha’ dan qadar Allah semata-mata, tanpa memilih dan tanpa berusaha apa-apa.
Ia kembali kepada Allah untuk melakukan apa saja karena-Nya. Ia tidak mempunyai
apa-apa lagi. Kadang-kadang Allah memberinya kesusahan dan kadang-kadang
memberinya kesenangan. Kadang-kadang ia kaya dan kadang-kadang ia miskin papa.
Ia tidak mau memilih atau menginginkan suatu posisi atau pertukaran posisi.
Sebaliknya, ia ridha dan senang hati kepada apa saja yang diperbuat Allah
terhadapnya. Inilah peringkat terakhir dalam pengembaraan kerohanian yang dicapai
oleh para Abdal dan Aulia.
AJARAN KELIMAPULUH ENAM
Apabila
seorang hamba Allah telah mengusir segala mahluk, dirinya sendiri, kehendak dan
keinginannya, baik mengenai keduniaan maupun keakhiratan dari dalam hatinya,
maka ia tidak akan menghendaki apa-apa lagi selain Allah. Hatinya kosong dari
apa saja selain Allah. Setelah itu, barulah ia sampai masuk ke dalam majlis
Tuhan Yang Maha Tinggi. Ia mencintai Allah dan Allah mencintainya. Allah
menjadikan seluruh mahluk mencintai hamba itu pula. Kecintaan hamba dalam
peringkat ini hanya ditujukan kepada Allah dan ia menginginkan kedekatan kepada
Allah. Allah akan membukakan pintu rahmat-Nya bagi hamba itu dan pintu itu
tidak lagi tertutup baginya. Dengan demikian, lelaplah hamba itu di dalam
Allah. Ia berniat karena Allah, ia bertindak karena Allah, dan ia diam serta
bergerak karena Allah. Ringkasnya, ia adalah alat bagi Allah Yang Maha Besar.
Hamba itu tidak melihat apa-apa lagi selain Allah. Kemudian, seakan-akan Allah
menjanjikan sesuatu kepada hamba itu, tetapi janji itu tidak ditunaikan-Nya dan
apa yang diharapkan oleh hamba itu dari janji tersebut tiada diperolehnya. Hal
ini, karena kehendak, kemauan dan pencarian kemewahan itu telah hilang.
Kemudian, seluruh diri hamba itu akan menjadi perbuatan dan objek Allah
semata-mata. Oleh karena itu, di sini tidak terdapat perkara ‘dipenuhinya
janji’ atau ‘tidak dipenuhinya janji’, karena perkara itu hanya terdapat pada
orang yang masih mempunyai kemauan atau kehendak sendiri. Dalam keadaan ini,
janji Allah bagi orang yang berada dalam peringkat ini bisa diibaratkan sebagai
orang yang telah berniat hendak melakukan sesuatu perkara, lalu niat itu
bertukar kepada yang lain, sehingga niat pertama tadi batal, sebagaimana Allah
menukar wahyu yang membatalkan wahyu yang terdahulu, seperti firman Allah, “Apa saja ayat yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya. Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)
Nabi
Muhammad SAW bersih dari kehendak dan kemauan sendiri, kecuali dalam
peristiwa-peristiwa tertentu yang Allah firmankan di dalam Al Qur’an. Misalnya,
dalam masalah tawanan perang ketika perang Badar, Allah berfirman, “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan
sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta
benda duniawiyyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan
yang terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena
tebusan yang kamu ambil.” (QS 8:67-68)
Nabi
adalah objek (alat) Allah. Allah tidak membiarkan Nabi tetap tinggal dalam satu
keadaan, satu perkara dan satu janji saja, tetapi Allah menukarkan dan
memindahkan beliau ke dalam takdir-Nya dan membiarkan beliau memegang tali
takdir itu. Dengan demikian, Allah akan memindahkan beliau dari suatu keadaan
ke keadaan atau tempat dalam takdir-Nya dan mengawasi beliau dengan firman-Nya,
“Tiadakah kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)
Dengan
perkataan lain, kamu berada dalam takdir atau qadha’ dan qadar Allah semata.
Kamu berada di dalam lautan takdir Allah dan gelombang takdir itu menghempasmu
ke sana ke mari. Oleh karena itu, posisi akhir kewalian adalah posisi awal
ke-Nabi-an. Tidak ada lagi peringkat yang lebih tinggi daripada peringkat
wilayah (kewalian) dan badaliyyah, kecuali peringkat ke-Nabi-an.
AJARAN KELIMAPULUH TUJUH
Semua
keadaan pengalaman kerohanian itu adalah keadaan kontrol diri (self control)
atau kesabaran, karena wali diperintahkan untuk menjaganya. Apa saja yang
diperintahkan untuk dijaga itu memerlukan kesabaran. Menurut takdir Illahi, itu
adalah keadaan yang menyenangkan, karena seseorang tidak diperintahkan untuk
menjaga apa-apa kecuali dirinya sendiri yang berada di dalam takdir itu. Oleh
karena itu, hendaknya seorang wali tidak berselisih faham takdir Illahi.
Hendaklah ia tidak memusingkan apa saja yang ditimpakan atau ditakdirkan oleh
Allah kepadanya, baik itu berupa kebaikan maupun berupa kejahatan. Hendaklah ia
ridha dan senang hati terhadap apa saja yang diperbuat Allah. Keadaan
pengalaman itu mempunyai batas-batas. Maka ia diperintahkan untuk menjaga
batas-batas itu. Sedangkan perbuatan Allah, yaitu takdir atau qadha’ dan
qadar-Nya, tidak mempunyai batas-batas yang harus dijaga.
Tanda
yang menunjukkan bahwa hamba itu telah mencapai posisi takdir dan perbuatan
Allah serta kesenangan adalah bahwa ia diperintahkan supaya memohon kemewahan
setelah ia diperintahkan supaya membuang dan menjauhkannya. Karena apabila
hatinya telah kosong dari apa saja selain Allah, maka iapun akan diberi
kesenangan dan ia diperintahkan supaya memohon apa-apa yang telah ditetapkan
Allah untuknya. Permohonannya itu pasti dikabulkan oleh Allah, agar
kedudukannya, keridhaan Allah terhadapnya dan perkenan Allah terhadap doa dan
permohonannya menjadi nyata dan berdiri dengan sebenarnya. Menggunakan mulut
untuk meminta sesuatu kenikmatan dan karunia Allah itu menunjukkan
kesenangannya terhadap apa yang telah diterimanya, setelah bersabar beberapa
lama, setelah keluar dari semua keadaan pengalaman kerohanian dan
pengembaraannya dan setelah menahan diri berada di dalam batasan.
Jika
ada pertanyaan atau pembahasan yang menyatakan bahwa tidak
bersungguh-sungguhnya si hamba di dalam menjaga dan mengikuti hukum-hukum atau
syari’at itu akan membawa hamba itu ke lembah atsim (tidak percaya adanya
Allah) dan keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya ini, “… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal).” (QS 15:99), maka aku menjawab bahwa ini
bukan berarti bahwa hamba itu tidak akan menjadi atsim (orang yang tidak
percaya kepada adanya Allah) atau keluar dari Islam atau tidak mematuhi
firman-Nya itu, dan ini juga bukan berarti membawa hamba tadi ke lembah yang
tidak diinginkan itu, karena Allah Maha Pemurah dan tidak akan membiarkan
Wali-Nya terjerumus ke dalam lembah yang hina itu. Hamba yang dekat kepada-Nya
itu sangat disayangi-Nya dan tidak akan dibiarkan jatuh cacad di dalam syari’at
dan agama-Nya, tetapi hamba itu tetap berada dalam pemeliharaan Allah. Allah
tidak akan membiarkannya ditimpa dosa, tetapi akan tetap memeliharanya berada
dalam batas hukum dan undang-undang yang dibuat-Nya, tanpa hamba itu bersusah
payah atau sadar melakukan semua itu, karena ia terlalu dekat kepada Allah Yang
Maha Agung. Allah berfirman yang maksudnya kurang lebih, “Demikianlah, Kami hindarkan ia dari dosa dan maksiat.
Sesungguhnya ia termasuk dalam hamba-hamba-Ku yang ikhlas.” “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak
ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu,
yaitu orang-orang yang sesat.” (QS
15:42) “… tetapi hamba-hamba Allah yang
dibersihkan (dari doa).” (QS 37:40)
Wahai
manusia, orang-orang seperti itu ditinggikan derajatnya oleh Allah dan mereka
adalah objek Allah. Mereka dekat kepada Allah dan berada dalam rahmat kasih
sayang pemeliharaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bagaimana
bisa iblis akan mendekati mereka ? Bagaimana bisa perkara-perkara dosa dan
maksiat mencacadi mereka ? Mengapa kamu lari dari rahmat Allah dan mengabdikan
dirimu kepada kedudukan (derajat) ? Kamu telah mengatakan sesuatu yang tidak
baik.
Semoga
tuduhan yang tidak sopan itu dibinasakan oleh Allah dengan kekuasaan, rahmat
dan kasih sayang-Nya. Semoga Allah memelihara kita berada dalam kesempurnaan
serta memelihara kita dari dilanda dosa dan noda. Mudah-mudahan Allah
senantiasa memberkati kita dan memelihara kita dengan kasih sayang-Nya yang
tidak terhingga.
AJARAN KELIMAPULUH DELAPAN
Tutup
mata hatimu dari melihat segala sesuatu selain Allah. Selagi mata hatimu masih
melihat semua itu, maka karunia Allah dan kedekatan kepada-Nya tidak akan
terbuka bagimu. Oleh karena itu, tutuplah semua itu dengan kesadaran bertauhid
kepada Allah, mem-fana’-kan diri kamu dan dengan ilmu kamu. Setelah itu, akan
terbukalah mata hatimu untuk melihat Allah Yang Maha Besar. Kamu akan
melihat-Nya dengan mata hatimu, apabila Dia datang dengan pancaran cahaya
hatimu, dengan keimanan dan kepercayaanmu yang teguh. Ketika itu, tampaklah
satu nur dari hatimu lalu memancar keluar, ibarat cahaya lampu dari dalam rumah
yang memancar lewat sela-sela dan celah-celah dinding rumah itu lalu menerangi
malam yang gelap gulita. Maka, diri dan anggota badan kamu akan merasa senang
terhadap janji dan karunia-Nya, bukan terhadap janji dan hadiah yang datang
langsung dari selain Dia.
Oleh
karena itu, sayangilah dirimu dan janganlah engkau dholimi. Janganlah engkau
campakkan dirimu ke dalam kegelapan kebodohan dan kejahilanmu, agar engkau
tidak melihat segi-segi mahluk dan mengagumi kekuasaan dan kepintarannya,
sehingga terpedaya dan bergantung padanya. Jika kamu hanya melihat segi-segi
mahluk saja, maka semua segi itu akan tertutup bagimu dan segi karunia Allah
tidak akan terbuka untukmu, kemudian kamu akan mendapatkan hukuman, karena kamu
telah bersikap syirik.
Apabila
kamu menyadari ke-Esa-an Allah, melihat karunia-Nya, berharap kepada-Nya, tidak
berharap kepada yang lain dan menutup mata hatimu terhadap yang lain selain
Dia, maka Allah akan mendekatimu dan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Kamu akan
diberi rizki, makan dan minum, layanan pengobatan, kebahagiaan, kesentosaan dan
pertolongan serta menjadikan kamu sebagai pemerintah. Kamu akan dihilangkan
dari mahluk dan dari diri kamu sendiri. Setelah itu, kamu tidak akan lagi
memandang kaya atau miskin.
AJARAN KELIMAPULUH SEMBILAN
Kamu
berada dalam salah satu di antara dua keadaan: menderita dan sentosa. Jika kamu
menderita, maka hendaklah kamu bersabar, walaupun dengan usahamu sendiri, ini
adalah peringkat yang paling tinggi. Kemudian hendaklah kamu memohon supaya
ridha dengan qadha’ dan qadar Allah serta lelap di dalam qadha’ dan qadar itu.
Ini sesuai dengan para Abdal, orang-orang yang memiliki ilmu kebatinan dan
orang-orang yang mengetahui Allah SWT.
Jika
kamu berada dalam kesentosaan, maka hendaklah kamu memohon supaya kamu dapat
bersyukur. Syukur ini dapat dilakukan dengan lidah, dengan hati atau dengan
anggota badan.
Bersyukur
dengan lidah adalah menyadarkan diri kita bahwa karunia itu datang dari Allah
dan tidak menyekutukan-Nya dengan manusia, diri kamu, usaha, kekuasaan, gerak
dan daya kamu atau orang lain, walaupun karunia itu sampai kepadamu melalui
diri kamu atau orang lain. Diri kamu dan orang lain itu hanyalah merupakan alat
Tuhan saja. Pada hakekatnya, yang memberi, yang menggerakkan, yang mencipta,
pelaku dan sumber karunia itu adalah Allah semata. Pemberi, pencipta dan pelaku
itu adalah Allah. Hal ini sama dengan orang yang memandang baik terhadap tuan
yang memberi hadiah dan bukan terhadap hamba pembawa hadiah tersebut. Firman
Allah, “Mereka hanya mengetahui yang
lahir saja dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat
adalah lalai.” (QS 30:7)
Firman
ini ditujukan kepada orang-orang yang bersikap salah di dalam mensyukuri
karunia. Mereka hanya dapat melihat yang lahir saja dan tidak melihat apa yang
tersembunyi di balik itu. Inilah orang-orang yang jahil dan terbalik otaknya.
Lain halnya dengan orang-orang yang berakal sempurna, mereka dapat melihat
ujung setiap perkara.
Bersyukur
dengan hati adalah mempercayai dan meyakini dengan sesungguhnya bahwa kamu dan
apa saja yang kamu miliki seperti kebaikanmu dan kesenanganmu, lahir dan
batinmu serta gerak dan diammu ialah datang dari Allah Yang Maha Kaya dan Maha
Pemurah.
Syukur
kamu dengan lisan akan menyatakan apa yang tersembunyi di dalam hatimu,
sebagaimana firman Allah, “Dan
apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan.” (QS 16:53). Firman-Nya lagi, “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada
yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan
tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS
31:20)
Dari
semua ayat tersebut di atas, dapatlah diketahui bahwa menurut pandangan seorang
Muslim tidak ada yang memberi sesuatu selain Allah.
Bersyukur
dengan menggunakan anggota badan ialah menggunakan anggota badan itu hanya
untuk beribadah kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya. Kamu dilarang melakukan
perintah mahluk, jika perintah itu bertentangan dengan perintah Allah atau
penentang Allah. Termasuk ke dalam mahluk ini ialah diri kamu sendiri,
kehendakmu dan lain-lain. Ta’atlah kepada Allah yang semua mahluk takluk
kepada-Nya. Jadikanlah Dia pemimpinmu. Jadikanlah selain Allah sebagai perkara
sekunder atau perkara yang dikemudiankan setelah Allah. Jika kamu lebih
mementingkan atau mendahulukan yang lain selain Allah, maka kamu telah
menyeleweng dari jalan yang lurus dan benar, kamu men-dholim-i diri kamu
sendiri, kamu menjalankan perintah yang bukan didatangkan oleh Allah kepada
orang-orang yang beriman dan kamu menjadi pengikut jalan yang bukan jalan
orang-orang yang Allah beri nikmat.
Allah
berfirman, “Dan Kami telah tetapkan terhadap
mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata
dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,
dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya,
maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang dholim.” (QS 5:45). Dan
Allah berfirman pula, “Dan
hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS
5:47)
Mereka
yang dholim dan melanggar batas-batas Allah akan menempati neraka yang bahan
apinya terdiri atas manusia dan batu. Sekiranya kamu tidak tahan merasakan
demam walau sehari saja di dunia ini atau terkena panas api walau sedikit saja
di dunia ini, maka bagaimana mungkin kamu akan sanggup tinggal di dalam api
neraka ? Oleh karena itu, larilah segera dan mintalah perlindungan kepada
Allah.
Berhati-hatilah
terhadap perkara-perkara tersebut di atas, karena selama hidupmu kamu tidak
akan dapat bebas dari batas-batas Allah, baik kamu berada dalam dukacita maupun
dalam sukacita. Bersabarlah jika ditimpa dukacita dan bersyukurlah juka
menerima sukacita. Janganlah kamu marah kepada orang lain, apabila kamu ditimpa
musibah dan jangan pula kamu menyalahkan Allah serta meragukan kebijaksanaan
dan pilihan-Nya untuk kamu di dunia dan di akhirat. Janganlah kamu berharap
kepada orang lain untuk melepaskan kamu dari malapetaka, karena hal itu akan
menjerumuskan kamu ke lembah syirik.
Segala
sesuatu itu adalah milik Allah dan tidak ada yang turut memilikinya bersama
Dia. Tidak ada yang memberikan mudharat dan manfaat, menimbulkan bencana atau
kedamaian dan membuat sakit atau sehat, melainkan Allah jua. Allah menjadikan
segalanya. Oleh karena itu, janganlah kamu terpengaruh oleh mahluk, karena
mereka itu tidak mempunyai daya dan upaya. Hendaklah kamu selalu bersabar,
ridha, menyesuaikan dirimu dengan Allah dan tenggelamkan dirimu ke dalam lautan
perbuatan-Nya.
Jika
kamu tidak diberi seluruh berkat dan karunia ini, maka kamu perlu memohon
kepada Allah dengan merendahkan dirimu dan ikhlas. Akuilah dosa dan kesalahanmu
serta mintalah ampun kepada-Nya. Akuilah ke-tauhid-an dan karunia Allah.
Nyatakanlah bahwa kamu tidak menyekutukan apa-apa dengan Allah Yang Maha Esa
dan ridhalah dengan-Nya, sehingga suratan takdir dan malapetaka itu berlalu dan
dihindarkan dari kamu. Setelah tiba saat bencana itu habis, maka datanglah
kesenangan dan kesentosaanm sebagaimana terjadi kepada Nabi Ayyub as, seperti
hilangnya gelap malam dan terbitnya terang siang atau seperti berakhirnya musim
dingin dan bermulanya musim panas. Sebab, segala sesuatu itu mempunyai batas,
waktu dan matinya. Segala sesuatu itu mempunyai lawannya. Oleh karena itu,
kesabaran adalah merupakan kunci, awal dan akhir serta jaminan kebajikan. Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda, “Pertalian
antara sabar dengan iman itu bagaikan kepala dengan badan.”. Dan beliau bersabda pula, “Sabar
itu adalah keseluruhan iman.”
Kadang-kadang
syukur itu datang melalui rasa senang menikmati karunia Illahi yang dilimpahkan
kepada kamu. Maka, syukur kamu itu adalah menikmati karunia-Nya di dalam
keadaan fana’-nya diri kamu dan hilangnya kemauan serta keinginan kamu untuk
menjaga dan memelihara batas-batas hukum. Inilah titik atau stasiun kemajuan
terjauh yang bisa dicapai. Ambillah contoh teladan dari apa yang telah
kukatakan kepadamu, niscaya jika Allah menghendaki, kamu akan mendapatkan
bimbingan Allah Yang Maha Mulia.
AJARAN KEENAMPULUH
Awal
kehidupan kerohanian (pengembaraan kerohanian) ialah keluar dari kehendak hawa
nafsu, memasuki jalan hukum (syari’at) lalu masuk ke dalam takdir, dan setelah
itu kembali masuk ke dalam kehendak nafsu, tetapi masih berada di dalam
lingkaran hukum. Dengan demikian, kamu dapat keluar untuk memenuhi nafsumu di
dalam hal makanan, minuman, pakaian, perkawinan, perumahan, kecenderungan dan
kebebasan serta masuk ke dalam hukum-hukum (syari’at) Allah. Hendaklah kamu
mengikuti Al Qur’an dan Al Hadits.
Allah
SWT berfirman, “Apa saja harta rampasan (fai-I)
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota,
maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta-harta
itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
sangat keras hukuman-Nya.” (QS 59:7). Allah
juga berfirman, “Katakanlah, “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 3:31)
Kemudian
kamu akan dikosongkan dari kehendak hawa nafsumu, dirimu dan ketidakpatuhanmu
serta lahir dan batinmu; tidak ada lagi yang tinggal di dalam dirimu selain
daripada keesaan Allah dan tidak ada yang tinggal di lahir kamu selain daripada
ketaatan kepada Allah di dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan-Nya. Ini akan melekat pada kamu, sehingga menjadi pakaian kamu dan
kekal pada kamu. Kemudian, segala tindak-tanduk, perangai, tingkah-laku dan
bahkan diam dan gerak kamu di dalam seluruh keadaan, siang dan malam, baik di
dalam perjalanan maupun bukan, di dalam kesusahan maupun di dalam kesenangang,
di dalam keadaan sehat maupun di dalam keadaan sakit dan bahkan di dalam semua
keadaan dan waktu adalah di dalam kepatuhan dan ketaatan kepada Allah
semata-mata.
Setelah
itu, kamu akan dibawa menuju lautan takdir dan dikontrol oleh takdir itu. Kamu
akan terlepas dari usaha, daya dan upaya serta kekuasaan dan kekuatan. Kamu
akan mendapatkan bagian-bagianmu yang kalau dituliskan dengan tinta, maka tinta
itu akan kering dan penapun akan tumpul, yang tidak dapat diceritakan. Ilmu
tentang itu telah berlalu. Bagian-bagianmu akan diberikan kepadamu. Kamu akan
diberi perlindungan dan keselamatan di dalam batas-batas hukum Allah, dan kamu
akan dikekalkan di dalamnya. Kamu akan bersesuaian dengan Allah. Kamu akan
senantiasa berada dalam peraturan dan hukum-hukum Allah dan Dia akan
meringankan perasaan beratmu di dalam menjalankan perintah-perintah Allah.
Allah
berfirman, “Sebagaimana (Kami telah memberi
peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada orang-orang yang membagi-bagi
(Kitab Allah).” (QS 15:90). Firman-Nya pula, “… demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih.” (QS 12:24)
Perlindungan
Allah akan menemani kamu, sehingga kamu menemui Tuhanmu dengan rahmat-Nya.
Itulah bagian yang telah ditentukan untuk kamu, dan itu adalah bagian yang
ditahan untuk sampai kepadamu ketika kamu mengembara di padang pasir kehendak
hawa nafsumu, karena hal itu akan memberatkan kamu. Jadi, kamu tidak diberati
lagi. Jika tidak ditahan, tentulah kamu akan menanggung beban yang memberatkan
dan meletihkan kamu serta menyelewengkan kamu dari maksud dan tujuanmu. Dengan
ini, kamu akan sampai ke peringkat fana’. Inilah kedekatanmu dengan Allah dan
ilmu-Nya. Kamu mendapatkan limpahan rahasia dan berbagai ilmu. Dan kamu sampai
ke lautan nur (cahaya) dan bahaya tidak akan dapat membahayakan nur itu lagi.
Keadaan
kebiasaan manusia itu akan tetap ada sampai nyawa berpisah dengan badan. Hal
ini dimaksudkan agar ia dapat menikmati sepenuhnya bagian-bagian yang telah
ditentukan untuknya. Jika keadaan kebiasaan itu telah lenyap dari manusia, maka
manusia itu akan masuk dalam golongan para malaikat. Jika demikian keadaannya,
maka sistem yang telah ditentukan itu akan kacau dan kebijaksanaan Allah pun
akan tercacadi. Karenanya, keadaan kemanusiaan itu akan tetap tinggal pada
kamu, agar kamu dapat menikmati sepenuhnya apa yang telah ditetapkan dan
ditentukan untukmu.
Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Ada
tiga perkara dari dunia ini yang aku sukai: wangi-wangian, wanita dan kesejukan
mataku di dalam shalat.”
Apabila
Nabi Muhammad SAW telah lenyap dari dunia dan seisinya ini serta bagian-bagian
yang ditahan untuk sampai kepadanya semasa beliau berada dalam pengembaraannya
menuju Allah dikembalikan kepadanya, maka semua itu akan diambil-Nya, agar
beliau bersesuaian dengan Allah, ridha terhadap perbuatan-Nya, taat kepada
perintah-Nya, sifat-sifatnya menjadi suci, rahmatnya menyeluruh dan
keberkatannya bersama dengan para Aulia dan para Nabi. Demikian pula para Wali
itu berada di dalam keadaan ini. Bagian dan kesenangan dikaruniakan kembali
kepadanya setelah ia fana’, dan semua ini masih berada dalam batas-batas hukum
Allah. Menurut istilah orang-orang sufi, ini adalah kembali dari suatu
destinasi (tempat yang dituju) menuju tempat semula.
AJARAN KEENAMPULUH SATU
Setiap
mu’min harus mengadakan pemeriksaan dan penelitian terlebih dahulu serta tidak
boleh tergesa-gesa ketika bagian-bagiannya sampai kepadanya dan ia terima,
sampai datang perintah hukum yang menyatakan bahwa bagian itu dibolehkan
untuknya dan ilmu Allah yang menghalalkan dan membenarkan bahwa bagian itu
adalah untuknya. Nabi bersabda, “Sesungguhnya
orang mu’min itu berwaspada, sedangkan orang munafik itu terus menerkam apa
saja yang datang kepadanya.” Beliau juga
bersabda, “Orang mu’min itu tidak
terburu-buru.” “Buanglah
segala sesuatu yang menimbukan keraguan di dalam hatimu dan terimalah segala
sesuatu yang tidak meragukan.”,
demikian sambung beliau.
Jadi,
orang mu’min itu selalu berhati-hati terhadap semua perkara seperti makanan,
minuman, pakaian, perkawinan dan apa saja yang sampai kepadanya. Ia tidak akan
asal menerima saja (nerimo), kecuali jika ia telah yakin bahwa perkara itu
halal. Ini di dalam peringkat mu’min biasa. Sedangkan dalam peringkat wilayah
(kewalian), maka terlebih dahulu ia mendengarkan perintah hatinya; jika hatinya
itu menghalalkan, maka barulah ia menerimanya. Jika dalam peringkat Abdal dan
Ghauts, maka ia menentukannya dengan ilmu Allah. Dan jika dalam peringkat
fana’, peringkat terakhir, maka ia mengikuti perbuatan Allah, dan ini adalah
takdir itu sendiri.
Masih
ada satu peringkat keadaan lagi, di mana seorang menerima apa saja yang datang
kepadanya selagi masih mengikuti hukum-hukum syari’at atau perintah hati atau
ilmu Allah. Tetapi, jika ketiga perkara tersebut melarangnya, maka apa yang
dilarangnya itu tidak akan diterima olehnya. Keadaan peringkat ini bertentangan
dengan keadaan peringkat pertama, di mana kewaspadaan dan kehati-hatian
diperlukan, sedangkan peringkat ini hanya memerlukan penerimaan saja.
Masih
ada peringkat lain lagi yang lebih atas daripada peringkat tadi. Dalam
peringkatini, seseorang hanya menerima saja dan mempergunakannya tanpa
mengikuti hukum syari’at, perintah hati atau ilmu Allah. Inilah hakekat fana’.
Dalam peringkat ini, si mu’min berada dalam pemeliharaan Allah semata-mata dan
ia tidak lagi dijamah oleh malapetaka, iblis, dosa dan noda, atau keluar dari
hukum-hukum syari’at. Firman Allah, “… demikianlah,
agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf
itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.”
(QS 12:24)
Dengan
demikian, si hamba tadi terpelihara oleh Allah dari melanggar batas-batas
hukum. Segala hal ihwalnya dipelihara oleh Allah. Allah memberikan kekuasaan
kepadanya untuk mendapatkan segala kebaikan. Jadi, apa saja yang datang
kepadanya adalah terlepas dari kesusahan, bencana dan kesulitan di dunia dan di
akhirat serta ia benar-benar bersesuaian dengan keridhaan, tujuan dan perbuatan
Allah SWT. Tidak ada peringkat yang lebih tinggi lagi dari ini. Inilah tujuan.
Peringkat ini dimiliki oleh ketua para wali yang besar, yang mereka itu adalah
orang-orang suci dan memiliki rahasia-rahasia Allah, yaitu orang-orang yang
sampai ke gerbang keadaan yang dimiliki oleh para Nabi. Semoga kesejahteraan
dilimpahkan kepada mereka.
AJARAN KEENAMPULUH DUA
Alangkah
mengherankan bila kamu selalu mengatakan bahwa si Anu itu dekat kepada Allah,
tetapi si Anu itu jauh dari Allah; bahwa si Anu itu diberi karunia, sedangkan
si Anu itu tidak diberi; bahwa si Anu itu dikayakan, sedangkan si Anu itu
dimiskinkan; bahwa si Anu itu disehatkan, tetapi si Anu itu disakitkan; bahwa
si Anu itu dimuliakan, tetapi si Anu itu dihinakan; bahwa si Anu itu dipuji,
sedangkan si Anu itu dicaci; dan bahwa si Anu itu dibenarkan, sedangkan si Anu
itu disalahkan.
Tidakkah
kamu mengetahui bahwa Dia itu Satu dan bahwa Yang Satu itu menyukai kesatuan di
dalam perkara cinta dan menyayangi orang yang cintanya hanya satu, yaitu kepada
Dia ?
Jika
kamu dibawa untuk dekat kepada-Nya melalui selain Dia, maka cintamu kepada-Nya
itu akan ternoda dan tidak lagi satu. Sebab, kadangkala terlintas di dalam
pikiranmu bahwa kamu bisa mendapatkan karunia dan keberkatan itu lantaran
melalui selain Dia itu. Akhirnya, cintamu kepada Allah akan tercacad. Allah
Yang Maha Besar cemburu kepadamu, karena kamu telah menyekutukan cintamu
kepada-Nya dengan cintamu kepada yang selain Dia. Oleh karena itu, Dia menahan
tangan orang lain untuk menolongmu, menahan lidah mereka untuk memuji kamu dan
menahan kaki mereka untuk melangkah menuju kamu, agar dengan demikian mereka
tidak dapat memalingkan kamu dari Dia sendiri. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hati itu telah dijadikan sedemikian rupa, sehingga
seseorang itu terpaksa mencintai orang yang memberi kebaikan dan membenci orang
yang memberi mudharat kepada dirinya.”
Jadi,
Allah menahan seseorang untuk berbuat baik terhadapmu sampai kamu menyadari
keesaan-Nya dan mencintai-Nya dengan sepenuh hati, tanpa membagi kecintaan,
baik secara lahir maupun batin dan baik ketika bergerak maupun ketika diam,
sehingga kamu menyadari bahwa tidak ada kebaikan yang datang, kecuali kebaikan
yang datang dari Allah, kamu menyadari bahwa segala kebaikan dan kejahatan itu
semuanya datang dari Allah SWT dan kamu terus hilang dari mahluk dan diri kamu
sendiri, dari kehendak dan keinginan kamu sendiri, dan apa saja selain Allah
Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.
Setelah
itu, barulah tangan mereka akan dibukakan untuk kamu dengan kemurahan dan
pemberian mereka, dan lidah mereka akan memuji kamu. Kemudian, kamu akan
dipelihara dengan sebaik-baiknya di sepanjang masa, baik di dalam dunia ini
maupun di akhirat kelak.
Oleh
karena itu, janganlah kamu bersikap kurang sopan. Lihatlah orang melihat kamu.
Jagalah orang yang menjaga kamu. Cintailah orang yang mencintai kamu. Jawablah
orang yang memanggilmu. Peganglah tangan orang yang memegangmu dari jatuh tersungkur,
yang membawamu keluar dari gelapnya kejahilan, yang menyelamatkanmu dari
kebinasaan, yang membersihkan kotoran-kotoranmu, yang mengeluarkanmu dari
kehinaan, yang melepaskanmu dari cengkeraman hawa nafsu iblismu dan yang
mengasingkan dirimu dari teman-temanmu yang jahil dan menghalangimu untuk
menuju Allah.
Berapa
lamakah kamu akan tetap tinggal bersama hawa nafsu kebinatanganmu, bersama
mahluk, bersama kehendak dan keinginanmu, bersama keingkaranmu, bersama
kehidupan dunia dan akhiratmu serta bersama apa saja selain Allah ?
Mengapa
kamu menjauh dari Pencipta mahluk dan yang mewujudkan segalanya, Yang Awal dan
Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Batin, tempat kembali dan tempat bermula
segala sesuatu, yang memiliki hati dan kedamaian jiwa, yang meringankan beban,
yang memberi karunia dan yang memberi rahmat dan ni’mat ?
AJARAN KEENAMPULUH TIGA
Pernah
di dalam mimpiku seakan-akan aku berkata, “Wahai kamu yang menyekutukan Tuhanmu
dengan dirimu sendiri di dalam pikiranmu, dengan mahluk-Nya di dalam perbuatan
lahirmu, dan dengan keinginanmu di dalam perbuatanmu.” Mendengar seruanku itu,
orang yang berada di sisiku bertanya, “Apa yang terjadi ?” Jawabku, “Ini adalah
sejenis ilmu kerohanian.”
AJARAN KEENAMPULUH EMPAT
Pada
suatu hari, suatu perkara telah mengacaukan pikiranku. Batinku terasa berat
menanggung beban itu. Kemudian aku memohon kesenangan dan kesentosaan serta
jalan jeluar. Aku ditanya tentang apa yang aku inginkan. Aku berkata, “Aku
menginginkan kematian yang tidak ada kehidupan di dalamnya dan suatu kehidupan
yang tidak ada kematian di dalamnya.”
Kemudian,
akupun ditanya lagi tentang jenis kematian yang tidak ada kehidupan di dalamnya
dan jenis kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya. Aku menjawab,
“Kematian yang tidak ada kehidupan di dalamnya ialah kematianku dari jenisku
sendiri supaya aku tidak melihatnya, baik ia memberikan manfaat maupun
memberikan mudharat, dan kematian dari diriku sendiri, dari keinginanku,
tujuanku dan harapanku dalam hal keduniaan dan keakhiratan, sehingga aku tidak
berada dalam semua ini. Sedangkan kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya
ialah kehidupanku dengan perbuatan Tuhanku di dalam keadaanku yang tidak ada
wujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya adalah wujudku dengannya. Oleh
karena aku telah mengetahui hal ini, maka ini menjadi tujuanku yang paling
berharga sekali.”
AJARAN KEENAMPULUH LIMA
Mengapa
kamu marah kepada Allah lantaran doamu lambat diterima-Nya ? Kamu mengatakan
bahwa kamu telah dilarang meminta kepada orang dan disuruh meminta kepada Allah
saja. Kamu memohon kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan permohonanmu.
Inilah
jawabanku untukmu, “Apakah kamu seorang yang merdeka atau seorang budak ? Jika
kamu mengatakan bahwa kamu itu seorang yang merdeka, maka itu menandakan bahwa
kamu adalah seorang kafir. Tetapi, jika kamu mengatakan bahwa kamu adalah
budak, maka aku akan bertanya padamu, ‘Apakah kamu akan menyalahkan tuanmu
sendiri lantaran ia terlambat memenuhi permintaanmu, ragu tentang kebijaksanaan
dan rahmatnya kepadamu dan kepada seluruh mahluk dan ragu tentang ilmunya yang
mengetahui segala perkara ?
Atau,
apakah kamu tidak menyalahkan Allah ? Jika kamu tidak menyalahkan-Nya dan
mengakui kebijaksanaan-Nya di dalam melambatkan penerimaan doamu itu, maka
wajiblah kamu bersyukur kepada-Nya, karena Dia telah membuat peraturan yang
sebaik-baiknya untukmu, memberikan faidah kepadamu dan menjauhkanmu dari
mudharat. Jika kamu menyalahkan Tuhan dalam hal ini, maka kamu adalah seorang
yang kafir. Sebab, dengan menyalahkan-Nya itu berarti kamu menganggap Tuhan
tidak adil, padahal Dia Maha Adil dan sekali-kali tidak dholim terhadap
hamba-hamba-Nya. Mustahil jika Dia itu tidak adil. Maha Suci Dia dari
sifat-sifat yang tercela. Ketahuilah, bahwa Dia itu adalah Tuhanmu yang
memiliki segalanya. Dia mengawasi segalanya. Dia melakukan apa saja yang
dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, istilah tidak adil dan dholim tidak berlaku
bagi Allah. Orang yang dholim itu adalah orang yang mengganggu kepunyaan orang
lain tanpa seijinnya. Mungkin kamu sendiri yang dholim, bukan Allah yang
dholim.
Maka,
janganlah kamu menyalahkan-Nya dalam perbuatan-Nya yang tampak melalui kamu,
walaupun itu tidak kamu sukai dan tidak sesuai dengan kehendakmu, dan meskipun
pada lahirnya membahayakan kamu. Kamu wajib bersyukur, bersabar dan ridha
dengan Allah. Janganlah kamu merasa kesal dan menyalahkan Dia, karena mungkin
hal itu akan memalingkan kamu dari jalan Allah. Kamu wajib selalu melakukan
shalat dengan ikhlas, berbaik sangka terhadap Allah, percaya kepada
janji-janji-Nya, men-tauhid-kan-Nya, menjauhi larangan-Nya, melaksanakan
perintah-Nya dan bersikap seperti orang mati ketika Dia memanifestasikan takdir
dan perbuatan-Nya terhadapmu.
Jika
hendak menyalahkan juga dan terpaksa berbuat demikian, maka salahkanlah dirimu
sendiri yang berisikan iblis dan ingkar kepada Allah Yang Maha Kuasa. Lebih
baik kamu mengatakan bahwa diri kamu yang dholim dan bukan Allah yang dholim.
Oleh karena itu, berhati-hatilah. Janganlah kamu benar-benar menuruti dirimu
sendiri dan ridha dengan perbuatan dan perkataannya dalam semua keadaan, karena
ia adalah musuh Allah dan musuh kamu. Ia adalah sahabat musuh Allah dan musuh
kamu, yaitu setan yang dilaknat.
Takutlah
kamu kepada Allah. Berwaspadalah dan berhati-hatilah. Larilah dari musuhmu !
Salahkanlah dirimu sendiri. Katakanlah bahwa dirimulah yang dholim itu. Dan
katakanlah kepadanya ayat Allah ini, “Mengapa
Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ?” (QS 4:147) dan ayat ini, “(Akan
dikatakan kepadanya), “Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang
dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali
bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya.”” (QS
22:10) dan ayat ini lagi, “Sesungguhnya
Allah tidak berbuat dholim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia
itulah yang berbuat dholim kepada diri mereka sendiri.” (QS 10:44).
Bacakanlah
kepada dirimu ayat-ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang berkenaan dengan hal
ini, dan juga hadits Nabi SAW. Perangilah dirimu sendiri karena Allah. Lawanlah
dan bunuhlah dirimu itu. Jadilah tentara Allah dan panglima perang-Nya. Karena
diri itu adalah musuh Allah yang paling besar di antara musuh-musuh-Nya.
Allah
berfirman kepada Daud yang kurang lebih maksudnya ialah, “Hai Daud, buanglah hawa nafsumu, karena tidak ada yang
melawan-Ku dalam kepunyaan-Ku, melainkan hawa nafsu manusia.”
AJARAN KEENAMPULUH ENAM
Janganlah
berkata, “Aku tidak meminta apa-apa kepada Allah. Sebab, jika perkara yang aku
minta itu telah ditentukan untukku, maka ia pasti datang kepadaku, baik aku
memintanya maupun tidak. Jika perkara itu tidak ditetapkan untukku, maka
perkara itu tidak akan aku dapatkan, sekalipun aku meminta kepada-Nya.”
Jangan
! Jangan berkata demikian. Hendaklah kamu berdoa dan memohon kepada Allah apa
saja yang kamu kehendaki dan kamu perlukan, berupa perkara-perkara yang baik di
dunia ini dan di akhirat kelak. Tetapi, janganlah kamu meminta perkara yang
haram dan membahayakan kamu. Hal ini karena Allah telah menyuruh kita untuk
memohon kepada-Nya.
Allah
berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku
akan memperkenankan doamu.” (QS 40:60). Dan
firman-Nya, “… dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya …” (QS 4:32).
Nabi
Muhammad SAW, pernah bersabda, “Mohonlah
kepada Allah dengan sepenuh keyakinanmu bahwa permohonanmu itu akan diterima
oleh Allah.” Beliau juga bersabda, “Berdoalah kepada Allah dengan menengadahkan telapak
tanganmu.” Masih banyak lagi sabda-sabda beliau
yang senada dengan itu.
Janganlah
kamu berkata, “Sesungguhnya aku telah memohon kepada Allah, namun Dia tidak
memperkenankan permohonanku. Maka, sekarang aku tidak mau lagi memohon
kepada-Nya.”
Janganlah
berkata demikian. Teruslah berdoa kepada Allah. Jika suatu perkara itu telah
ditetapkan untukmu, maka perkara itu akan kamu terima setelah kamu meminta
kepada-Nya. Ini akan memperkokoh keimananmu dan keyakinanmu kepada Allah serta
kesadaranmu akan keesaan-Nya. Ini juga akan melatih kamu untuk senantiasa
memohon kepada Allah dan bukannya kepada selain Dia di dalam setiap waktu dan
keadaan, serta memperkuat kepercayaanmu bahwa permohonanmu itu akan dikabulkan
oleh Allah Yang Maha Pemurah.
Jika
suatu perkara itu tidak diperuntukkan kepadamu, maka Allah akan memberikan
perasaan cukup (Self-sufficiency) kepadamu di dalam perkara itu dan memberikan
rasa gembira berada di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Perkasa, meskipun
kamu miskin. Jika kamu berada dalam keadaan kemiskinan dan sakit, maka Allah
akan membuatmu gembira dengan keadaan itu. Jika kamu berhutang, maka Allah akan
melunakkan hati orang yang memberikan hutang kepadamu itu, sehingga ia tidak
mengerasimu supaya membayar dengan segera, bahkan orang itu akan memberi tempo
yang lama, atau mengurungkan pembayarannya, dan atau menghapus hutang itu. Jika
pembayaran itu tidak dikurangi atau tidak dihapuskannya di dunia ini, maka Allah
akan memberikan ganjaran kepadamu di akhirat kelak sebagai ganti apa yang tidak
diberikan-Nya kepadamu saat kamu memohon kepada-Nya di dunia, karena Allah itu
Maha Pemurah dan tidak menghendaki balasan apa-apa.
Oleh
karena itu, Allah tidak akan menyia-nyiakan permohonan orang yang memohon
kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat kelak. Walau bagaimanapun, ia akan tetap
mendapatkan apa yang dimohonnya. Jika tidak di dunia ini, maka di akhirat kelak
ia akan mendapatkannya jua. Nabi SAW pernah mengatakan bahwa di hari
perhitungan kelak, si mu’min akan melihat di dalam catatan-catatan perbuatannya
beberapa perbuatan baik yang tidak ia laksanakan dan ia sendiri tidak
menyadarinya. Ia akan ditanya, “Kenalkah
kamu kepada perbuatan itu ?” ia menjawab, “Aku tidak tahu dari mana datangnya ini ?” Maka dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya
ini adalah balasan doamu yang kamu lakukan di dunia dahulu, dan ini karena di
dalam kamu berdoa kepada Allah itu kamu ingat kepada-Nya dan mengakui
keesaan-Nya, meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya, memberi seseorang
apa yang pantas diberikan kepadanya, tidak mengatakan bahwa daya dan upaya itu
datang dari dirimu sendiri dan membuang kebanggaan dan kesombongan. Semua itu
adalah perbuatan yang baik dan semua itu memiliki balasannya di sisi Allah Yang
Maha Gagah lagi Maha Agung.”
AJARAN KEENAMPULUH TUJUH
Apabila
kamu telah dapat membunuh dan mematikan dirimu, maka Allah akan menghidupkannya
kembali, ia akan melawan lagi dan minta dipuaskan hawa nafsunya serta menikmati
perkara-perkara yang haram dan yang diperbolehkan. Oleh karena itu, kamu masih
perlu berjuang lagi dan mengawasi diri kamu itu. Dengan demikian, balasan akan
dituliskan untukmu dalam setiap kali kamu berjuang. Inilah yang disabdakan oleh
Nabi SAW, “Kita baru saja kembali dari jihad
yang kecil (perang melawan orang-orang kafir) dan masuk kepada jihad yang besar
(melawan hawa nafsu).”
Jihad
besar ini ialah berjuang melawan hawa nafsu diri sendiri yang tiada
putus-putusnya, berjuang melawan kehendak dan keinginan untuk melakukan dosa
dan maksiat. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah di dalam firman-Nya, “… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal)” (QS 15:99)
Allah
memerintahkan kepada Rasul-Nya supaya menyembah Dia saja. Ini memerlukan
perlawanan terhadap ego atau diri beserta kehendak dan kemauannya yang selalu
bertentangan dengan kehendak Allah. Demikianlah, perjuangan itu selalu ada
sampai datang ajal.
Jika
ada pertanyaan, “Bagaimana Nabi bisa kurang berkhidmat kepada Allah, sedangkan
ia tidak mempunyai keinginan dan melulu hawa nafsu badaniah ? dan Allah
berfirman, “Dan tiadalah yang diucapkannya
itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
(QS 53:3-4)”
Jawabannya
ialah bahwa Allah menyatakan ini kepada Rasul-Nya dimaksudkan untuk mengiyakan
atau menekankan perkara ini, agar menjadi ikutan bagi seluruh umatnya di
sepanjang masa. Allah Yang Maha Agung memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya
untuk mengontrol dirinya dan tidak bersusah payah lagi beliau melawan diri atau
egonya sendiri, dan ini membedakan beliau dari para pengikutnya. Apabila si
mu’min terus berjuang melawan dirinya sampai akhir hayatnya, maka Allah akan
memberinya surga, sebagaimana firman-Nya ini, “Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS 79:41)
Apabila
Allah telah memasukkan dia ke dalam surga itu, maka jadilah surga itu sebagai
tempat beristirahatnya yang kekal dan abadi. Ia tidak akan dipindahkan ke
tempat lain atau ke dunia lagi. Dari masa ke masa, semakin bertambah banyak dan
baiklah karunia Allah yang diterimanya, ini juga kekal dan tidak ada
putus-putusnya, sebagaimana ia berjuang melawan hawa nafsunya di dunia ini
dengan tiada henti-hentinya.
Tetapi,
orang-orang yang kafir dan munafik serta orang-orang yang berbuat dosa dan
maksiat, bila mereka berhenti melawan diri mereka sendiri dan keinginan mereka
terhadap dunia ini, mereka mengikuti iblis dan setan, bercampur baur dengan
berbagaik ekufuran dan syirik, dan bergelimang disa dan noda sampai nyawa mereka
bercerai dengan badan mereka, tanpa masuk Islam dan bertobat, maka Allah akan
memasukkan mereka ke dalam neraka yang penuh dengan azab dan siksa, sebagaimana
firman Allah, “Maka jika kamu tidak dapat
membuatnya, peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”
(QS 2:24)
Allah
menjadikan neraka sebagai tempat tinggal mereka. Di situ, kulit, tulang dan
daging mereka akan dibakar hangus oleh api neraka. Kemudian, kulit, tulang dan
daging mereka itu akan diganti dengan yang baru, yang akan dibakar lagi.
Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang
kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka.
Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang
lainnya, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS 4:56)
Allah
berbuat demikian itu lantaran mereka telah bersatu dengan diri mereka sendiri
dan dengan keinginan mereka terhadap dunia di dalam perkara berbuat dosa. Oleh
karena itu, kulit dan daging mereka terus-menerus hangus terbakar, kemudian
diganti dengan yang baru, setelah itu dibakar lagi dan diganti lagi dengan yang
baru. Demikianlah, dengan tidak ada putus-putusnya. Mereka senantiasa berada dalam
azab dan siksa yang pedih.
Sebaliknya,
para penghuni surga senantiasa menikmati karunia Allah yang baru, terus
berganti baru dan bertambah-tambah dengan tidak ada putus-putusnya. Dengan
demikian, merekapun selalu bertambah syukur atas karunia Allah itu. Inilah
balasan yang mereka dapati dari hasil perjuangannya yang tiada henti-hentinya
di dunia dahulu, ketika mereka melawan kehendak dan keinginan hawa nafsu
angkara murka mereka agar bersesuaian dengan kehendak Allah. Inilah apa yang
disabdakan oleh Nabi besar Muhammad SAW yang maksudnya kurang lebih, “Dunia ini ialah ladang akhirat.”
AJARAN KEENAMPULUH DELAPAN
Apabila
Allah memperkenankan permohonan dan doa seorang hamba, maka ini tidak berarti
bahwa simpanan Allah itu akan berkurang, karena Allah itu Maha Kaya; dan juga
tidak semestinya Allah merasa terpaksa menerima permohonan hamba itu,
seakan-akan Dia takluk kepada permohonan hamba itu. Sebenarnya, permohonan atau
doa hamba itu sesuai dengan kehendak Allah dan juga sesuai dengan masanya.
Sebenarnya, penerimaan doa itu telah tertulis dalam azalinya, dan hanya tinggal
menunggu masa dikabulkan doa itu oleh Allah. Inilah apa yang dikatakan oleh
orang-orang ‘arif di dalam menerangkan kalam Allah, “Setiap saat Dia dalam keadaan baru.”
Ini
berarti bahwa Allah menerima permohonan hamba itu pada masa yang telah
ditentukan-Nya. Allah telah menentukan masa dikabulkannya doa itu. Allah tidak
akan memberi sesuatu kepada seseorang dalam dunia ini, kecuali dengan doa yang
datang dari diri hamba itu sendiri. Begitu juga Allah tidak akan menolak
sesuatu dari hamba itu, kecuali dengan doanya. Ada sabda Nabi yang menyatakan
bahwa ketentuan takdir Illahi itu tidak akan terelakkan, kecuali dengan doa
yang ditakdirkan Allah dapat menolak ketentuan takdir itu. Begitu juga, tidak
ada orang yang akan masuk ke dalam surga hanya melalui perbuatan baiknya saja,
melainkan dengan rahmat Allah juga. Walaupun demikian, hamba-hamba Allah itu
akan diberi derajat di surga sesuai dengan amal perbuatannya.
Diriwayatkan
bahwa Aisyah pernah bertanya kepada Nabi, “Dapatkah seseorang itu memasuki
surga hanya dengan melalui perbuatan baiknya saja ?” Nabi menjawab, “Tidak,
kecuali dengan rahmat Allah.” Aisyah bertanya lagi, “Sekalipun engkau sendiri
?” Beliau menjawab, “Ya, sekalipun aku, kecuali jika Allah meliputi aku dengan
rahmat-Nya.” Setelah bersabda demikian, beliau meletakkan tangannya di atas
kepalanya.
Beliau
berbuat demikian untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorangpun yang berhak untuk
melanggar ketentuan takdir Illahi, dan Allah itu tidak harus memperkenankan
doa-doa hamba-hamba-Nya. Dia berbuat apa yang di kehendakinya. Dia mengampuni
siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia menghukum siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Dia memiliki kekuasaan yang mutlak. Segala ketentuan kembali kepada-Nya. Allah
tidak boleh ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, tetapi hamba itulah yang
ditanya. Allah memberikan karunia-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya dan
tidak memberikannya kepada orang yang tidak dikehendaki-Nya juga. Segala apa
yang berada di langit dan di bumi serta di antara keduanya adalah kepunyaan
Allah belaka dan berada dalam kontrol-Nya. Tidak ada tuan-tuan yang memiliki
semua itu, melainkan Allah saja. Dan tidak ada pencipta, melainkan Dia juga.
Firman Allah, “Hai manusia, ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu. Adakah sesuatu pencipta selain Allah yang dapat memberikan
rizki kepada kamu dari langit dan bumi ? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka
mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?”
(QS 35:3). Firman-Nya lagi, “Atau
siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa
(pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan)
rahmat-Nya ? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain) ? Maha Tinggi Allah
terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).” (QS 27:63). Firman-Nya lagi, “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa
yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam
beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia
(yang patut disembah)?” (QS 19:65).
Selanjutnya Allah berfirman, “Kerajaan
yang haq pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah
(hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir.” (QS 25:26)
AJARAN KEENAMPULUH SEMBILAN
Janganlah
meminta kepada Allah SWT selain ampunan atas segala dosa yang telah lalu,
perlindungan dari segala dosa yang sekarang dan dosa yang akan datang, kekuatan
untuk ta’at kepada Allah, kekuatan untuk dapat melakukan perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-Nya, dapat rela dengan senang terhadap kesusahan dan
ketentuan takdir-Nya, dapat sabar di dalam menghadapi malapetaka, dapat
mensyukuri karunia-Nya, dapat mati di dalam keadaan iman dan baik serta dapat
bersatu dengan golongan para Nabi, orang-orang besar, para syuhada dan
orang-orang yang diridhai, karena inilah sebaik-baiknya rekan dan teman.
Janganlah
kamu meminta kepada Allah perkara-perkara seperti dihindarkan dari kemiskinan
dan kesusahan serta diberi kekayaan dan kesenangan. Tetapi, hendaklah kamu
meminta rasa senang dengan apa yang telah ditentukan-Nya dan meminta
perlindungan yang kekal untuk berada di dalam suasana dan keadaan yang telah
ditentukan-Nya untukmu sampai kamu dipindahkan ke lain suasana dan keadaan atau
ke lain keadaan yang berlawanan. Sebab, kamu tidak mengetahui letak kebaikan.
Di dalam kayakah atau miskinkah ? Di dalam kesusahankah atau di dalam
kesenangankah ? Allah merahasiakan pengetahuan tentang itu kepada kamu. Dia
saja yang mengetahui baik buruknya sesuatu perkara.
Diriwayatkan
bahwa Umar bin Khattab berkata, “Keadaan
yang aku lihat di pagi hari, tidak menjadi permasalahan bagiku, baik ia membawa
apa yang aku sukai maupun tidak aku sukai, karena aku tidak tahu di mana letak
kebaikan itu.”
Ia
mengatakan itu, karena ia ridha dengan apa saja yang diperbuat Allah dan
berpuas hati dengan ketentuan dan pilihan Allah untuknya. Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:216). Allah mengetahui mana yang baik dan mana yang
tidak baik, sedangkan kamu tidak mengetahuinya.
Tetaplah
tinggal dalam keadaan ini sampai keinginan hawa nafsumu musnah dan dirimu
hancur, hina, dapat dikuasai dan ditaklukkan. Setelah itu, tujuan, keinginanmu
dan semua yang wujud akan keluar dari dalam hatimu dan tidak ada yang tinggal
lagi di dalamnya, kecuali Allah saja. Ketika itu, hatimu akan dipenuhi dengan
kecintaan kepada Allah, dan niatmu untuk mencapai-Nya akan menjadi ikhlas.
Setelah itu, dengan perintah-Nya, maka tujuan dan kehendakmu akan dikembalikan
lagi kepadamu untuk menikmati dunia ini dan akhirat. Kemudian, semua ini akan
kamu pinta dari Allah, dan kamu akan mencarinya di dalam kepatuhan kepada Allah
dan bersesuaian dengan Allah SWT. Jika Dia memberikan karunia kepadamu, maka
kamu bersyukur dan jika Dia menarik kembali karunia itu, maka kamu pun tidak
berkecil hati dan tidak pula menyalahkan Allah. Jiwa dan pikiranmu akan tenang
dan damai, karena kamu mencarinya bukan dengan keinginan dan hawa nafsumu,
lantaran hati kamu telah kosong dari keinginan dan hawa nafsumu itu, dan kamu
tidak melayani hasratmu terhadap perkara-perkara ini, tetapi kamu semata-mata
hanya mengikuti perintah Allah saja melalui doamu kepada-Nya. Semoga
ketentraman dan kedamaian dilimpahkan kepadamu.
AJARAN KETUJUHPULUH
Mengapa
kamu merasa sombong dengan perbuatanmu sendiri, bangga dengan dirimu sendiri
dan mengharapkan ganjaran sambil mengatakan bahwa semua ini adalah karena
kekuatan yang dikaruniakan Allah kepadamu, pertolongan-Nya dan idzin-Nya ?
Jika
kamu bisa mengelakkan dosa dan noda, maka hal itu adalah karena pertolongan dan
perlindungan Allah. Mengapa pula kamu tidak bersyukur kepada Allah atas
pertolongan dan perlindungan-Nya ? Dan mengapa pula kamu tidak menyadari bahwa
kebiasaanmu menghindarkan dosa itu adalah karena karunia dan rahmat Allah ?
Mengapa kamu bangga dengan sesuatu yang bukan kepunyaanmu sendiri ?
Apabila
kamu tidak mampu membunuh musuhmu tanpa pertolongan orang yang lebih gagah
daripada kamu yang dapat membunuh musuhmu itu, yang kamu hanya menyelesaikan
pembunuhan itu saja dan yang jika tanpa pertolongan orang yang gagah itu kamu
pasti kalah, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu itu ?
Apabila
kamu tidak dapat membelanjakan uangmu sendiri, kecuali jika ada seseorang yang
pemurah, yang benar dan bisa diharapkan dapat menjaminmu dengan mengatakan
bahwa seluruh uang yang kamu belanjakan itu akan digantinya, kamu baru berani
membelanjakan uangmu itu, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu
itu ?
Cara
yang baik bagimu ialah bersyukur dan memuji penolongmu itu, yaitu Allah SWT.
Pujilah selalu Allah. Segala kejayaanmu itu adalah dari Allah jua. Janganlah
kamu mengatakan bahwa kejayaan itu dari dirimu sendiri, kecuali perkara dosa
dan maksiat. Perkara dosa dan maksiat ini hendaklah kamu katakan datang dari
dirimu sendiri. Diri itulah yang patut kamu salahkan, karena di situlah
terletak kesalahan dan kejahatan. Allah-lah yang menciptakan perbuatan dan
tingkah lakumu itu, sedangkan kamu hanya tinggal menjalankan saja. Itulah
sebabnya, ada orang-orang yang bijak di dalam ilmu ketuhanan berkata,
“Perbuatan itu akan datang dan kamu tidak akan dapat lari darinya.”
Nabi
Muhammad SAW bersabda tentang hal ini, “Perbuatlah
perbuatan yang baik, dekatilah Allah dan perbaikilah dirimu. Sebab, setiap
orang itu dimudahkan untuk mendapatkan apa yang telah diciptakan untuknya.”
AJARAN KETUJUHPULUH SATU
Kamu
termasuk dalam salah satu dari dua perkara ini, pencari atau yang dicari.
Jika
kamu menjadi murid, maka kamu adalah pencari. Tetapi, jika kamu seorang guru,
maka kamu adalah orang yang dicari.
Jika
kamu menjadi pencari, yaitu murid, maka kamu akan menanggung beban yang berat
dan memayahkan. Kamu akan terpaksa bekerja keras untuk mencapai tujuan yang
kamu idamkan itu. Tidak pantas kamu lari dari kesusahan yang menimpa dirimu,
yang berupa kesusahan hidup, harta benda, keluarga dan sanak saudaramu. Pada
akhirnya, beban yang kamu tanggung itupun akan diringankan juga dan diambil
dari kamu serta kesusahan itu akan dibuang dari kamu. Kemudian, kamu akan
diberi keselamatan dan kesentosaan serta akan dilepaskan dari dosa dan maksiat
dan dari kebergantungan kepada mahluk. Kamu akan masuk ke dalam golongan
hamba-hamba Allah yang dikasihi dan dipelihara-Nya.
Sedangkan
jika kamu menjadi seorang yang dicari, yaitu guru, maka janganlah kamu
menyalahkan Allah manakala Allah menimpakan kesusahan kepadamu, dan jangan pula
kamu meragukan kedudukanmu di sisi Allah, karena Allah hendak mengujimu supaya
kedudukanmu ditinggikan di sisi-Nya. Allah hendak menaikkan kedudukanmu ke
tingkat yang mulia dan tingkat Abdal.
Apakah
kamu ingin kedudukanmu direndahkan dari tingkat yang mulia dan tingkat Abdal ?
Ataukah kamu ingin memakai pakaian yang lain selain pakaian mereka ?
Sekalipun
kamu rela dengan kedudukanmu yang rendah itu, tetapi Allah tidak rela. Allah
berfirman, “Apabila kamu mentalak
istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi
mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di
antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu
lebih baik bagimu dan lebih suci, Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” (QS 2:232)
Allah
hendak meninggikan, memuliakan dan membaikkan kamu, tetapi mengapa kamu tidak
mau menerimanya ?
Mungkin
kamu bertanya, mengapa hamba yang sempurna itu diuji, padahal menurut
sepengetahuan kamu bahwa ujian itu ialah untuk orang yang mencintai Allah,
yaitu orang yang dikasihi oleh Allah dan dicintai-Nya ?
Jawaban
kami: Dahulu, kami telah mengatakan aturannya dan kemudian kemungkinan
perkecualiannya. Nabi besar Muhammad SAW adalah orang yang paling dicintai
Allah, tetapi beliaupun mendapat ujian yang paling berat. Beliau pernah
bersabda, “Aku adalah orang yang paling
takut kepada Allah, sehingga tidak ada orang yang lebih takut kepada Allah
daripada aku. Aku mendapatkan penderitaan yang paling hebat, sehingga tidak ada
orang yang penderitaannya sama dengan penderitaanku. Pernah selama tigapuluh
hari tigapuluh malam aku tidak mendapatkan makanan walau hanya sebesar yang
dapat disembunyikan di bawah ketiak bilal.”
Sabda
Nabi lagi, “Sesungguhnya kami dari golongan
para Nabi adalah orang-orang yang paling berat diuji, kemudian orang-orang yang
berada di bawah peringkat kami, kemudian orang-orang yang berada di bawah itu,
dan begitulah seterusnya.”
Sabdanya
lagi, “Akulah orang yang paling baik di
sisi Allah dan paling takut kepada-Nya daripada kamu sekalian.”
Bagaimana
bisa terjadi orang yang dicintai Allah itu diuji dan ditakutkan, padahal ia
adalah hamba yang dicintai dan sempurna ? Sebenarnya ujian itu bertujuan
meninggikan derajat mereka di akhirat kelak, karena derajat kehidupan akhirat
itu tidak akan ditinggikan kecuali melalui amal saleh di dalam kehidupan dunia
ini.
Dunia
ini adalah ladang akhirat. Amal saleh para Nabi dan wali, setelah melakukan
perintah dan meninggalkan larangan, adalah terdiri atas kesabaran, rela dengan
suka hati dan menyesuaikan diri dengan ujian. Setelah itu, ujian itu akan
dihindarkan dari mereka, dan mereka akan mendapatkan karunia, keridhaan dan
kasih sayang Allah sampai mereka menemui Allah SWT.
AJARAN KETUJUHPULUH DUA
Orang-orang
yang beragama Islam yang pergi ke pasar dengan mematuhi kehendak agama,
melakukan perintah Allah seperti pergi melakukan shalat Jum’at atau
upacara-upacara keagamaan lainnya atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka, terdiri atas pelbagai jenis.
Ada
sebagian mereka yang apabila pergi ke pasar itu melihat barang-barang yang
dijual di situ untuk mengisi perut dan memuaskan seleranya, terpengaruh oleh
barang-barang itu dan hati mereka terikat dengannya, sehingga mereka masuk ke
dalam suatu ujian. Hal ini mungkin dapat menjatuhkan dirinya dan merobohkan
agamanya, lalu ia dipengaruhi oleh hawa nafsu kebinatangan, kecuali jika Allah
memelihara mereka dengan rahmat-Nya dan perlindungan-Nya serta memberi mereka
kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi tarikan hawa nafsu itu. Hanya dengan
pertolongan Allah sajalah mereka dapat selamat.
Ada
pula sebagian mereka yang apabila telah menyadari bahwa mereka itu hampir
tergelincir masuk ke lembah kemurkaan Allah, mereka lekas kembali masuk ke
pangkuan agama dan mengontrol diri mereka agar tidak terjerumus. Mereka ini
ibarat pahlawan yang menegakkan agama dan ditolong oleh Allah untuk mengontrol
diri mereka agar tidak dijajah oleh hawa nafsu yang rendah itu. Allah akan
memberikan ganjaran kepada mereka di akhirat kelak.
Nabi
pernah bersabda, “Tujuhpuluh perbuatan baik akan
dicatatkan untuk orang mu’min, apabila ia membuang kehendak hawa nafsunya
ketika ia dikuasai oleh hawa nafsu itu atau apabila ia dapat menguasainya.”
Beliau
bersabda pula, “Dan sebagian dari mereka ada yang
mendapatkan kenikmatan ini, yang berupa kekayaan harta benda dunia, dan
menggunakannya dengan karunia dan kehendak Allah, dan mereka bersyukur kepada
Allah karena mendapatkan karunia itu.”
Ada
pula di antara mereka yang tidak melihat atau tidak menyadari kenikmatan yang
ada di pasar. Mereka buta terhadap selain Allah. Mereka hanya mengetahui Allah
saja. Mata mereka buta terhadap yang lain dan telinga mereka pun tuli terhadap
yang lain. Mereka sibuk dengan Allah, sehingga mereka lupa kepada yang lain.
Mereka ini jauh dari dunia dan kesibukannya. Apabila kamu bertanya kepada orang
semacam ini di pasar tentang apa yang mereka lihat, maka orang ini akan
menjawab, “Kami tidak melihat apa-apa.” Memang mereka melihat barang-barang di
pasar dengan mata kepala mereka, tetapi mereka tidak melihatnya dengan mata
batin mereka. Mereka hanya melulu melihat, mereka tidak melihatnya dengan
keinginan hawa nafsu yang rendah. Pandangan itu jatuh kepada rupa lahirnya saja
dan bukan pada hakekatnya. Pandangan itu adalah lahiriah dan bukan batiniah.
Pada lahirnya, memang mereka melihat barang-barang dan benda-benda itu di
pasar, tetapi di dalam mata hati mereka, apa yang mereka lihat hanyalah Allah.
Kadang-kadang tampak dengan sifat keagungan-Nya (Jalal) dan kadang-kadang pula
tampak dengan sifat kelemah-lembutan-Nya dan keindahan-Nya (Jamal).
Ada
pula di antara mereka yang apabila masuk ke pasar, hati mereka penuh dengan
Allah Yang Maha Agung lagi Maha Indah, mereka mengasihi orang-orang yang ada di
situ. Oleh karena perasaan kasih sayang mereka ini, maka pandangan mereka tidak
langsung tertumpu kepada barang-barang milik orang-orang pasar dan
barang-barang yang ada di hadapan mereka. Sejak memasuki pasar sampai keluar
lagi darinya, orang-orang ini tetap berada di dalam shalat atau hubungan dengan
Allah, mereka memohon perlindungan Allah dan mendoakan penghuni pasar dengan
rasa kasih sayang. Hati mereka memohon kepada Allah supaya penghuni pasar itu
diberi kebajikan dan dijauhkan dari kedurjanaan. Mereka tiada henti-hentinya
memuji Allah atas karunia dan nikmat yang dilimpahkan kepada mereka.
Orang-orang semacam ini dijuluki pengawal kerohanian untuk suatu pasar, bandar
dan hamba-hamba Allah. Bisa juga kamu menjuluki mereka sebagai orang-orang yang
memiliki ilmu ma’rifat, para Abdal, orang-orang wara’, orang-orang yang
mengetahui perkara nyata dan perkara ghaib, orang-orang yang dicintai Allah,
tujuan terakhir dari Allah, khalifah Allah di atas muka bumi, duta Allah,
orang-orang yang menjalankan kebaikan dan kenyataan yang manis, orang-orang
yang mendapatkan bimbingan ke jalan yang lurus dan benar, dan pembimbing
rohani. Inilah kekasih Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hikmat-Nya
kepada orang-orang semacam ini dan siapa saja yang menghadapkan wajahnya kepada
Allah serta kepada mereka yang mencapai puncak ketinggian kerohanian.
AJARAN KETUJUHPULUH TIGA
Kadang-kadang
Allah memberitahukan kepada wali-Nya tentang kesalahan orang lain, baik berupa
perkataan, maupun perbuatan, ataupun pikiran dan sekalipun niat orang itu. Oleh
karena itu, Allah memasukkan ke dalam hati wali-Nya itu perasaan ingin
mempertahankan keagungan dan kedaulatan Tuhan, Nabi dan agamanya. Api amarah
lahir dan batin mereka semakin membara dengan perasaan ingin membela Tuhan,
Nabi dan agamanya.
Bagaimana
kesenangan akan dapat dirasakan, jika penyakit masih berada di dalam zhahir dan
batin ? Bagaimana tauhid akan dapat dicapai, jika masih terdapat kecenderungan
untuk mempersekutukan Allah yang dapat membawa seseorang kepada kekufuran dan
menjauhkannya dari Allah ? Bukankah ini adalah sikap yang dimiliki oleh musuh,
yaitu iblis yang dilaknat oleh Allah dan sikap yang dimiliki oleh orang-orang
munafik yang akan dicampakkan ke dalam api neraka yang paling bawah dan kekal
di dalamnya ?
Oleh
karena itu, Allah memberikan penerangan melalui lisan para wali-Nya tentang
kepalsuan mereka dan tentang kejahatan perbuatan mereka serta betapa bohongnya
kata-kata mereka yang menyatakan bahwa mereka mempunyai peringkat kerohanian
orang-orang yang benar (shiddiqin), bahwa mereka hendak melawan orang-orang
yang fana’ dalam takdir Allah dan bahwa mereka adalah objek terakhir bagi
Allah.
Para
wali Allah ini melakukan yang demikian itu adalah karena ingin memelihara
keagungan Allah Yang Maha Besar, ingin menyalahkan orang-orang yang berbuat
bohong itu sebagai nasehat bagi mereka, ingin menunjukkan kekuasaan Allah Yang
Maha Gagah dan ingin menunjukkan kemurkaan Allah kepada mereka yang mendustakan
kebenaran para wali Allah itu. Dengan demikian, wali itu dituduh memfitnah
orang yang bersangkutan. Wali itu ditanya, “Adakah wali itu dibenarkan
memfitnah seseorang, padahal ia dilarang berbuat demikian ? Bolehkah ia
berbicara tentang seseorang, baik yang hadir maupun yang ghaib, dan tentang
sesuatu yang tidak diketahui oleh orang banyak ?” Sebenarnya, perlakuan para
wali yang demikian itu termasuk dalam maksud firman Allah, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.
Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan.”
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (QS 2:219)
Pada
lahirnya, kritik terhadap wali itu menunjukkan ketidakpatuhan seseorang, tetapi
pada hakekatnya menimbulkan kemurkaan Allah. Orang yang membantah kebenaran
para wali itu ialah orang yang bingung dan susah. Karenanya, mereka itu tidak boleh
dibantah, tetapi sebaliknya hendaklah mereka itu didiamkan dahulu, pikirkan
dahulu dan cari kebenarannya di dalam syari’at. Perbuatan Allah dan wali-Nya
yang mengeluarkan kata-kata tajam yang mengungkap kepalsuan orang-orang yang
berbohong itu jangan dibantah. Jika seseorang tidak membantah mereka, maka hal
itu adalah lebih baik baginya, tidak akan timbul kejahatan di dalam hatinya dan
itu dipandang sebagai tobatnya dan kembalinya dari lembah kejahilan dan
kesesatan.
Kata-kata
wali Allah itu merupakan suatu serangan terhadap orang-orang yang berbuat
bohong dan juga merupakan suatu kebaikan atau faidah bagi orang-orang yang
sombong, yang hampir binasa akibat kesombongan dan keingkarannya kepada Allah.
Sesungguhnya Allah membimbing siapa saja yang dikehendaki-Nya ke jalan yang
lurus dan benar.
AJARAN KETUJUHPULUH EMPAT
Masalah
pertama yang patut diperhatikan oleh orang yang berakal ialah keadaan dan
suasana dirinya sendiri, setelah itu barulah ia melihat atau memperhatikan
seluruh mahluk dan ciptaan. Dari semua itu, dapatlah diketahui di mana sumber
semua itu dan siapa yang mencipta semua itu. Sebab, mahluk itu adalah tanda Al
Khaliq (yang mencipta), tanda yang menunjukkan kekuasaan Yang Maha Gagah dan
menunjukkan bahwa yang menciptakan itu tentu Maha Bijaksana. Adanya mahluk
menunjukkan adanya Al Khaliq, karena semua mahluk itu ada lantaran Dia
menciptakannya. Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra dalam ulasannya
tentang firman Allah, “Dan Dia jadikan untukmu segala yang di langit dan di
bumi.”
Diriwayatkan
bahwa ulasan ayat tersebut ialah sebagai berikut :
Dalam
setiap sesuatu itu ada satu sifat di antara sifat-sifat Allah dan dalam setiap
nama itu terdapat satu tanda untuk salah satu diantara nama-nama-Nya. Dengan
demikian, kamu pasti berada dalam salah satu di antara nama-nama, sifat-sifat
dan perbuatan-perbuatan-Nya. Batin-Nya melalui kuasa-Nya dan zhahir-Nya melalui
kebijaksanaan-Nya. Dia tampak di dalam sifat-sifat-Nya dan terpelihara
diri-Nya. Diri-Nya terpelihara di dalam sifat-sifat-Nya dan sifat-sifat-Nya
terpelihara di dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Dia menampakkan ilmu-Nya melalui
iradat-Nya dan Dia menyatakan iradat-Nya di dalam gerak-Nya. Dia menyembunyikan
kemahiran dan kebijaksanaan-Nya, dan menyatakan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya
melalui iradat-Nya. Maka, Dia bersembunyi di dalam ghaib-Nya dan tampak di
dalam kebijaksanaan dan kekuasaan-Nya. Firman Allah, “… tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS 42:11)
Sesungguhnya
banyak rahasia-rahasia ilmu kerohanian di dalam kenyataan ini yang tidak
diketahui oleh orang-orang yang hatinya tidak mempunyai sinar kerohanian. Ibnu
Abbas mendapatkan ilmu itu karena doa Nabi Muhammad SAW untuknya. Nabi
mendoakannya, “Ya Allah, berilah ia pengetahuan
tentang agama dan ajarlah ia pengertian tentang Al Qur’an.”
Semoga
Allah melimpahkan karunia seperti ini kepada kita semua dan memasukkan kita ke
dalam golongan orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah di hari pembangkitan
kelak.
AJARAN KETUJUHPULUH LIMA
Aku
memberi nasehat kepada kamu agar kamu takut dan patuh kepada Allah. Turutilah
hukum-hukum Allah dan bersihkanlah hatimu. Kontrollah dirimu, relalah dengan
Tuhanmu, tolonglah orang miskin dan orang yang sedang dalam kesusahan, jagalah
kesucian orang-orang kerohanian, berbuat baiklah kepada seluruh anggota
masyarakat, nasehatilah para kaula muda, hindarilah permusuhan dengan rekan dan
teman, janganlah suka menimbun harta benda, hindarkanlah dirimu dari berkawan
dengan orang-orang yang bukan golongan yang menuju jalan kerohanian dan dari
menolong mereka di dalam perkara dunia dan agama. Menurut agama, hakekat
kemiskinan itu ialah kamu tidak lagi memerlukan apa-apa dari orang lain yang
seperti kamu juga, sedangkan kekayaan ialah kamu berada melampaui garis
keperluan mahluk seperti kamu juga. Tasauf bisa didapati bukan melalui
permbicaraan atau percakapan, melainkan melalui lapar dahaga dan menjauhkan
diri dari apa yang kamu sukai. Janganlah kamu menonjolkan kepandaianmu di
hadapan darwisy, tapi hendaklah kamu bersikap lemah lembut. Karena, jika kamu
menonjolkan kepandaianmu, maka dia tidak akan merasa senang. Dia akan senang
jika kamu bersikap lemah lembut.
Tasauf
itu berdasarkan delapan sifat (kualitas) :
1.
Bermurah hati seperti Nabi Ibrahim
2.
Menyerah dengan suka rela seperti Nabi Ishak
3.
Bersabar seperti Nabi Ya’qub
4.
Shalat seperti Nabi Zakaria
5.
Miskin seperti Nabi Yahya
6.
Memakai pakaian bulu seperti Nabi Musa
7.
Mengembara seperti Nabi Isa
8.
Beragama seperti Nabi Muhammad SAW
AJARAN KETUJUHPULUH ENAM
Aku
nasehatkan kepadamu supaya kamu bergaul dengan orang kaya dengan sikap mulia
dan bergaul dengan orang miskin dengan sikap sopan santun. Hendaklah kamu
bersikap sopan santun dan ikhlas. Keikhlasan itu membawa kepada pandangan yang
kekal terhadap Allah. Janganlah kamu menyalahkan Allah di dalam masalah
keduniaan. Rendahkanlah diri di hadapan-Nya. Janganlah kamu merusak hak
saudaramu. Bergaullah dengan darwisy dengan sopan santun dan berakhlak baik
serta ‘bunuh’-lah diri kamu, sehingga kamu hidup kembali di dalam alam
kerohanian. Orang-orang yang dekat kepada Allah itulah yang baik kelakuannya.
Yang penting ialah kamu harus menjauhkan diri dari mempersekutukan sesuatu
dengan Allah Yang Maha Esa. Teruslah bergaul bersama manusia dengan berpegang
kepada kebenaran dan kesabaran. Dan cukuplah kamu bergaul dengan darwisy dan
berkhidmat kepada para wali.
Darwisy
ialah orang yang tidak mempedulikan apa-apa selain Allah. Kamu menyerang orang
yang lebih lemah daripada kamu menunjukkan bahwa kamu adalah orang pengecut.
Sedangkan kamu menyerang orang yang lebih kuat daripada kamu itu menunjukkan
bahwa kamu adalah orang yang tidak tahu malu. Dan adapun jika kamu menyerang
orang yang kekuatannya sepadan dengan kamu, maka itu menunjukkan bahwa kamu
tidak berkelakuan baik. Untuk mengikuti kehidupan orang darwisy dan sufi,
diperlukan suatu upaya. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita.
Wahai
wali Allah, kamu selalu mengikuti Allah di dalam semua keadaan, karena dengan
itu kamu mendapatkan segala kebaikan, dan kamu juga terus melaksanakan perintah
Allah, karena dengan demikian kamu terhindar dari perkara-perkara yang
merusakkan diri kamu. Adalah juga termasuk tugas kamu untuk senantiasa bersedia
menghadapi takdir Allah, karena ketentuan Allah itu pasti akan datang.
Ketahuilah,
bahwa kamu akan ditanya tentang gerak dan diam kamu. Oleh karena itu, hendaklah
kamu senantiasa berada dalam keadaan yang sesuai untuk sesuatu masa, dan
janganlah kamu melakukan apa yang tidak memberi faidah kepada kamu. Patuhilah
Allah, Rasul-Nya dan mereka yang memerintah sebagai ganti para Nabi. Hendaklah
kamu memberi kepada mereka, jangan hanya meminta kepada mereka, dan doakanlah
mereka. Ingatlah kepada saudara-saudaramu seagama (Islam), berniat baiklah dan
berbuat baiklah kepada mereka. Janganlah memusuhi kaum muslimin dan muslimat,
dan jangan pula hatimu dengki kepada mereka.
Kamu
perlu mendoakan mereka yang berbuat dholim kepada kamu, dan takutlah kepada
Allah. Adalah tugas kamu untuk hanya memakan barang-barang yang halal saja. Bertanyalah
kepada orang-orang yang mengetahui ilmu Allah tentang apa yang tidak kamu
ketahui. Tanamkanlah rasa sopan santun terhadap Allah dan senantiasalah
berdampingan dengan-Nya. Dampingilah selain Allah sekedarnya saja, dan itupun
ditujukan untuk berdampingan dengan Allah.
Sedekahkanlah
uangmu setiap pagi. Lakukanlah shalat mayat pada malam hari untuk orang-orang
islam yang meninggal dunia pada hari itu. Setelah selesai shalat Maghrib,
lakukanlah shalat istikharah. Bacalah ayat di bawah ini setiap pagi dan petang
sebanyak tujuh kali : “Allaahumma
anjirnaa minannaar (Ya Allah, lindungilah kami dari api neraka)”. Bacalah selalu: “A’uu
dzubillaahissamii’ul ‘aliimi minasysyaythoonirojiim (Aku berlindung kepada
Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk”
Kemudian
senantiasalah membaca Takbir dan akhirnya ditutup dengan ayat yang terdapat
dalam surat Al Hasyr ayat 22 sampai 24, yang artinya “Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci.
Yang Maha Sejahtera, Yang Mengkaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang
Mengadakan, Yang membentuk Rupa. Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Apa
saja yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 59:22-24)
Allah
sajalah yang memberi kekuatan dan pertolongan, karena tidak ada kekuatan dan
kekuasaan melainkan dengan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Mulia.
AJARAN KETUJUHPULUH TUJUH
Berdampinganlah
dengan Allah, seolah-olah tidak ada yang lain lagi selain Dia. Berdampinganlah
dengan mahluk, seakan-akan diri kamu itu tidak ada. Apabila kamu berada di sisi
Allah, tanpa mahluk, maka kamu hanya mendapatkan Allah, sedangkan yang lain
tidak ada. Apabila kamu berada beserta mahluk, tanpa diri kamu sendiri, maka
hendaklah kamu menjadi orang yang adil dan menolong orang yang menuju jalan
yang lurus dan menuju keselamatan dari kesusahan kehidupan.
Tinggalkanlah
segala apa yang berada di luar pintu kamar tempatmu menyendiri, dan masuklah ke
dalamnya seorang diri. Apabila kamu berada seorang diri di dalam kamar itu,
maka kamu akan melihat temanmu di dalam batinmu, kamu akan mengalami sesuatu
yang bukan mahluk, dan diri kamu akan lenyap dan sebagai gantinya datanglah
perintah Allah dan kedekatan kepada-Nya. Di dalam peringkat ini, kejahilanmu
akan menjadi pengetahuanmu, kejauhanmu akan menjadi kedekatanmu, diam kamu akan
menjadi dzikir kepada Allah dan keadaanmu yang heran itu akan membuktikan
persahabatan dengan Allah. Wahai saudaraku, pada peringkat ini tidak ada yang
wujud kecuali Allah saja dan yang dijadikan-Nya. Jadi, jika kamu memaki Al
Khaliq, maka katakanlah kepada yang lain, “Sesungguhnya mereka itu adalah
musuhku, sedangkan Tuhan sekalian alam adalah sahabatku.”
Barangsiapa
telah mengalami peringkat ini, maka ia akan mengetahui.
Beliau
ditanya, “Bagaimana orang yang telah dikuasai oleh pahit empedu akan bisa
merasakan rasa manis ?”
Beliau
menjawab, “Ia harus berusaha menjauhkan
kehendak dan keinginan hawa nafsunya. Wahai manusia, jika seorang mu’min
membuat kebaikan, maka diri kebinatangannya itu akan berganti menjadi hatinya
(ia akan menuruti perintah hatinya). Diri itupun mencapai kesadaran hati.
Kemudian, hatinya bertukar menjadi rahasia. Rahasia itu juga berganti menjadi
fana’. Keadaan fana’ itupun bertukar lalu menjadi suatu wujud yang lain.” Kemudian diperintahkannya agar kawan-kawan itu pergi melalui
tiap-tiap pintu.
Wahai
manusia, ketahuilah bahwa fana’ itu ialah mengesampingkan semua mahluk dan
menukar keadaanmu menjadi keadaan malaikat, kemudian kembali kepada keadaan
semula dan setelah itu Tuhanmu akan memelihara kamu sebagaimana yang
dikehendaki-Nya.
Jika
kamu menginginkan peringkat ini, maka gunakanlah Islam dan kemudian menyerahlah
selalu kepada takdir Allah. Setelah itu, perolehlah ilmu Allah. Kemudian,
sadarkanlah diri kamu sepenuhnya akan Allah dan berada dalam Allah. Jika kamu
berada dalam wujud yang sedemikian itu, maka kamu akan menjadi kepunyaan Allah
sepenuhnya. Bersikap wara’ itu ibarat kerja satu jam, bersikap sederhana di
dalam segala hal itu ibarat kerja dua jam, sedangkan ma’rifat Allah itu ibarat
kerja yang terus menerus.
AJARAN KETUJUHPULUH DELAPAN
Sekurang-kurangnya
ada sepuluh sifat yang harus dimiliki oleh orang-orang yang berada dalam
perjuangan kerohanian, yang sedang memeriksa diri sendiri dan yang berusaha
mencapai tujuan kerohanian serta yang menginginkan kekal berada dalam keadaan
itu. Apabila Allah telah mengizinkan mereka untuk tetap berada dalam keadaan
itu dan berdiri teguh di dalamnya, maka mereka akan mendapatkan kedudukan yang
tinggi.
Sifat pertama, hendaklah seorang hamba
tidak bersumpah dengan menggunakan nama Allah, baik di dalam perkara yang benar
maupun di dalam perkara yang salah, dan baik secara disengaja maupun tidak.
Jika ia telah menyadari hal itu, yakni ia tidak bersumpah dengan menggunakan
nama Allah, baik secara disengaja maupun tidak, maka Allah akan membukakan
pintu cahaya-Nya baginya, ia akan menyadari faidahnya di dalam hatinya,
pangkatnya di sisi Allah akan ditinggikan, kekuatan dan kesabarannya akan
bertambah, sanak saudaranya akan memujinya dan tetangga-tetangganya akan
memuliakan. Kemudian, orang yang kenal kepadanya akan menghormatinya dan orang
yang melihatnya akan merasa gentar memandangnya.
Sifat kedua, hendaknya tidak berbuat
bohong, baik berbohong yang sesungguhnya maupun hanya sekedar lelucon saja.
Jika ia telah dapat membuang perbuatan yang tidak diinginkan itu dan telah
menjadi satu dengan dirinya, maka Allah akan membukakan hatinya dan
membersihkan ilmunya, sehingga seakan-akan ia tidak pernah berbohong dan
apabila ia mendengar orang lain berbohong, maka hatinya akan merasa benci dan
malu. Jika ia berdoa kepada Allah supaya Dia menghilangkan perbuatan bohong itu
dari dirinya, maka Allah pun akan memperkenankan doanya itu.
Sifat ketiga, apabila berjanji, hendaklah
tidak mengingkari janji itu, atau jangan berjanji sama sekali. Dengan tidak
mengingkari janji atau tidak berjanji sama sekali itu, ia akan mendapatkan
sumber kekuatan dirinya, dan inilah tindakan yang seimbang untuk diikuti.
Sebab, pengingkaran janji itu termasuk ke dalam perbuatan bohong. Jika ia
berbuat demikian, maka pintu kemuliaan akan dibukakan baginya, derajat ahlak
yang tinggi akan diberikan kepadanya, orang-orang yang benar akan cinta
kepadanya dan pangkatnya di sisi Allah akan ditinggikan.
Sifat keempat, hendaklah tidak mengutuk
mahluk atau menyakiti mereka, walau ia sendiri disakiti. Karena sifat ini
termasuk salah satu sifat yang baik dan termasuk kebajikan. Ini adalah suatu
sifat yang benar. Jika seorang hamba bertindak berlandaskan pada sifat ini,
maka ia akan berakhir dengan kehidupan yang baik di bawah lindungan Illahi,
Allah akan menyediakan pangkat kerohanian yang tinggi untuknya, ia akan
dipelihara dari jatuh ke lembah kebinasaan dan dari kejahatan manusia, dan
Allah akan mengkaruniakan rahmat dan kedekatan kepada-Nya.
Sifat kelima, hendaknya tidak berdoa agar
orang lain mendapatkan bahaya, walaupun orang itu memperlakukan dirinya dengan
cara yang tidak baik. Janganlah membalas baik dengan lisan maupun dengan
perbuatan. Bersabarlah dan serahkanlah kepada Allah. Janganlah menuntut bela,
baik dengan perbuatan maupun dengan lisan. Orang yang dapat melakukan semua ini
akan diberi kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Orang yang terlatih dengan
cara seperti ini dan tetap menjalankan sifat ini akan mendapatkan kemuliaan di dunia
ini dan di akhirat kelak, dan ia akan dicintai oleh orang-orang yang benar,
baik yang dekat maupun yang jauh. Permohonannya akan diterima dan ia akan
mendapatkan kemuliaan di hati orang-orang yang beriman.
Sifat keenam, janganlah seorang hamba itu
mengatakan bahwa orang yang mengikuti kiblat yang sama, yaitu orang yang
beragama Islam itu adalah musyrik, munafik atau kafir. Jika kamu tidak
mengkafirkan, memunafikkan atau memusyrikkan seseorang, maka itu menunjukkan
bahwa kamu mengikuti sunnah Nabi besar Muhammad SAW, menjauhkan diri kamu dari
berbuat kekacauan dalam perkara yang hanya diketahui oleh Allah saja dan
menjauhkan diri dari siksaan-Nya, serta Allah akan mendekatkan kamu kepada
rahmat dan keridhaan-Nya. Oleh karena itu, ini adalah pintu yang mulia untuk
menuju Allah SWT. Yang mengkaruniakan sifat ini kepada hamba-hamba-Nya yang
beriman sebagai balasan atas kasih sayangnya kepada semua orang.
Sifat ketujuh, hendaklah seorang hamba itu
menghindarkan dirinya dari perkara dosa, baik secara lahir maupun secara batin,
dan juga menjauhkan anggota badannya dari melakukan perbuatan
dosa.
Dengan demikian, hatinya dan juga seluruh anggota tubuhnya akan mendapatkan
karunia Allah di dalam dunia ini dan karunia yang disediakan untuknya di
akhirat kelak. Kita berharap semoga Allah memberikan sifat ini kepada kita dan
membuang segala hawa nafsu keduniaan dari hati kita.
Sifat kedelapan, hendaklah seorang hamba
itu tidak membebani seseorang, baik beban itu berat maupun ringan. Sebaliknya ,
hendaklah ia membuang beban yang ditanggung oleh seorang, baik itu meminta
maupun tidak. Sebenarnya, sifat ini adalah sutau kemuliaan yang diberikan Allah
kepada hamba itu dan sifat ini juga memberikan kekuatan kepadanya untuk
menasehati orang lain supaya melakukan perbuatan baik dan meninggalkan
perbuatan jahat. Ini adalah suatu kemuliaan bagi seorang hamba Allah. Hamba
yang berada dalam peringkat ini akan memandang seluruh mahluk itu sama. Hati
hamba yang berada dalam peringkat ini akan dijadikan oleh Allah tidak
memerlukan apa-apa lagi. Hamba ini akan berpegang teguh dan menyerahkan kepada
Allah saja. Allah tidak akan menaikkan derajat seseorang di sisi-Nya, jika ia masih
terikat erat kepada kehendak hawa nafsunya. Menurut pandangan orang yang berada
dalam peringkat ini, semua mahluk itu adalah sama dan mempunyai hak yang sama.
Inilah pintu kemuliaan bagi orang mu’min dan orang-orang yang saleh, dan inilah
pintu yang sangat dekat kepada keikhlasan.
Sifat kesembilan, hendaknya seorang hamba
itu tidak mengharapkan pertolongan manusia dan juga hatinya tidak menginginkan
mulia. Hamba ini tidak memerlukan apa-apa lagi. Inilah kebaikan yang besar
keyakinan dan kebergantungan yang erat kepada Allah. Inilah salah satu di
antara pintu-pintu tawakal kepada Allah yang menghantarkan seseorang untuk
takut kepada-Nya. Ini menunjukkan kesempurnaan amal agamanya. Dan ini adalah
tanda yang menunjukkan hubungannya yang langsung dengan Allah SWT.
Sifat kesepuluh, ialah merendahkan diri,
yaitu tidak merasa bangga dan membesarkan diri. Dengan sifat ini, kedudukan
seseorang akan ditinggikan dan dimuliakan oleh Allah, ia akan disempurnakan di
sisi Allah dan juga di sisi manusia. Ia diberi kekuasaan untuk mendapatkan
kehendaknya dalam urusan keduniaan dan keakhiratan. Sifat ini merupakan akar
dan ranting bagi batang kesempurnaan ketaatan kepada Allah dan ini juga
merupakan penolong yang menaikkan seorang hamba ke posisi orang-orang saleh
yang ridha dengan Allah di dalam kesusahan dan kesenangan. Dan inilah
kesempurnaan wara’. Di dalam merendahkan diri itu, seorang hamba hanya melihat
kelebihan orang lain dan ia berkata, “Barangkali, menurut pandangan Allah,
orang itu lebih baik dan lebih kedudukannya daripada aku”. Jika orang itu
adalah orang kecil, maka hamba itu berkata, “Orang ini tidak bersalah kepada
Allah, sedangkan aku bersalah kepada-Nya. Oleh karena itu, sudah barang tentu
ia lebih baik daripada aku”. Jika orang itu orang besar, maka ia berkata,
“Orang ini telah menghambakan dirinya kepada Allah, sebelum aku berbuat
demikian”. Jika hamba itu melihat seorang yang ‘alim, maka ia berkata, “Orang
ini telah diberi apa yang tidak diberikan kepadaku, ia telah mendapatkan apa
yang tidak aku dapatkan, ia mengetahui apa yang tidak aku ketahui dan ia
bertindak menurut ilmu pengetahuan”. Jika orang itu orang jahil, maka hamba itu
berkata, “Orang ini ingkar kepada Allah, karena ia jahil, sedangkan aku ingkar
kepada-Nya, padahal aku berilmu. Aku tidak mengetahui bagaimana akhirnya aku
dan bagaimana akhirnya orang itu”. Jika ia melihat orang kafir, maka ia
berkata, “Aku tidak tahu, mungkin ia akan menjadi seorang muslim dan pada akhir
hayatnya ia berada dalam kebaikan, sedangkan aku mungkin menjadi orang kafir dan
berakhir di dalam kejahatan”.
Inilah
pintu kasih sayang, pintu takut kepada Allah dan yang perlu kekal pada
hamba-hamba Allah.
Oleh
karena itu, apabila hamba Allah telah menjadi orang seperti digambarkan di
atas, maka Allah akan memeliharanya dari marabahaya, derajatnya akan dinaikkan
sebagai orang yang berdampingan dengan Allah SWT dan ia akan menjadi orang
pilihan-Nya. Ia akan menjadi teman Allah dan musuh iblis. Di sinilah terdapat
pintu rahmat. Di sinilah kebanggaan dan kesombongan diri akan hancur lebur.
Rasa ketinggian diri di dalam hal keagamaan, keduniaan dan kerohanian akan
hilang musnah. Inilah intisari penghambaan dan penyembahan kepada Allah. Tidak
ada yang lebih baik daripada ini. Dengan tercapainya peringkat ini, maka
lidahnya akan berhenti membicarakan hal-hal ahli dunia dan hal-hal yang
sia-sia. Tidak ada kerjanya yang sempurna tanpa tangga ini. Rasa sombong,
dengki dan melampaui batas akan hilang dari hatinya dalam semua keadaan.
Perkataan dan tujuannya sesuai dengan apa yang terdapat dalam hatinya.
Pendeknya, lahirnya sesuai dengan batinnya.
Menurut
pandangannya di dalam hal nasehat-menasehati, manusia ini semua manusia ini
sama. Di dalam memberikan nasehatnya, ia tidak pernah membuat perumpamaan
tentang kejahatan dengan diri seseorang dan tentang tindakan baik dengan
dirinya sendiri atau ia membicarakan kejahatan orang lain, dan ia tidak suka
mendengar kejahatan orang lain dijadikan perumpamaan, karena hal itu akan
membahayakan hamba-hamba Allah, menyusahkan mereka dan membawa kerusakan kepada
sifatnya, kecuali mereka yang ditolong Allah dengan rahmat-Nya untuk memelihara
lidah dan hatinya agar selamat.
AJARAN KETUJUHPULUH SEMBILAN
Ketika
wali Allah ini (Syaikh Abdul Qadir Jailani) sakit yang membawa kematiannya,
putranya yang bernama Syaikh Abdul Wahhab berkata kepadanya, “Berikanlah satu
nasehat kepadaku sebelum ayah meninggal dunia untuk kujadikan pegangan.” Ia
berkata kepada putranya, “Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu takut
kepada selain Dia. Janganlah kamu berharap kepada siapapun selain kepada Dia
saja, dan mintalah segala kebutuhanmu kepada-Nya. Janganlah kamu bergantung
kepada siapaun selain kepada Dia saja dan tumpukanlah kepercayaanmu kepada-Nya
saja. Bertauhidlah kepada-Nya. Semua orang setuju tentang hal ini”.
Lalu
katanya lagi, “Apabila hati itu telah benar-benar bersatu dengan Allah, maka
tidak ada lagi yang dirasakan tinggal di dalamnya kecuali Allah dan tidak ada
yang datang kepadanya dari diri manusia”.
Sambungnya
lagi, “Aku ini ibarat isi tanpa kulit”.
Selanjutnya
ia berkata, “Orang lain datang berkunjung kepadaku. Berilah mereka ruang untuk
duduk dan hormatilah mereka. Di sini ada manfaat yang besar. Janganlah kamu
sesakkan tempat mereka itu”.
Terdengar
juga ia berkata, “Selamatlah dan sejahteralah kamu berada di dalam rahmat dan
kasih sayang-Nya. Semoga Allah melindungi aku dan kamu serta melimpahkan
rahmat-Nya kepada aku dan kamu. Aku memulai sesuatu dengan nama Allah dengan
tiada henti-hentinya”.
Sehari
semalam, ia terus berkata, “Celakalah kamu ! Aku tidak takut kepada siapapun,
sekalipun kepada malaikat maut. Wahai malaikat maut, bukanlah kamu yang aku
takuti, melainkan Dia Yang menolongku dan Yang memberi karunia kepadaku”.
Kemudian,
iapun diam. Ini terjadi pada malam hari kembalinya Syaikh ke rahmatullah. Aku
diberi tahu oleh putra-putranya, Abdul Razaq dan Musa bahwa syaikh telah
mengangkatkan tangannya lalu meluruskannya dan terdengar perkataannya,
“Selamatlah dan sejahteralah kamu berada di dalam rahmat Allah. Bertobatlah dan
masuklah ke dalam barisan-Nya. Tidak lama lagi aku akan datang kepada-Mu”.
Syaikh
berkata, “Tunggu !”. Kemudian, iapun kembali ke rahmatullah.
AJARAN KEDELAPANPULUH
Antara
diriku dengan dirimu dan mahluk, hanya ada Dia saja, seperti antara langit dan
bumi. Oleh karena itu, janganlah kamu samakan aku dengan sesuatu dari mereka
dan janganlah kamu menyamakan sesuatu dari mereka dengan aku.
Kemudian,
Abdul Aziz, putranya, bertanya kepadanya tentang sakit dan keadaannya. Ia
berkata, “Janganlah ada seorangpun yang bertanya kepadaku. Aku sedang
dibalik-balikkan di dalam ma’rifat Allah”.
Juga
diriwayatkan bahwa Abdul Aziz bertanya kepada ayahnya tentang sakitnya.
Berkenaan dengan hal ini, ayahnya menjawab, “Sesungguhnya tidak ada seorangpun,
baik manusia maupun jin sekalipun malaikat, yang mengetahui penyakitku. Ilmu
Allah tidak akan hilang dengan perintah Allah. Perintah itu akan
berganti-ganti, sedangkan ilmu tidak akan pernah berganti. Perintah itu bisa
dibatalkan, sedangkan ilmu tidak bisa. Allah menghilangkan dan mendatangkan apa
yang dikehendaki-Nya, dan kepunyaan-Nya adalah Al Qur’an. “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya. Dan
merekalah yang akan ditanya.” (QS 21:23)
Sifat-sifat
itu, sebagaimana telah dikatakan, terus bergerak.
Kemudian
tibalah masanya ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika itu ia berkata,
“Aku berlindung kepada Allah dengan membaca: Tidak ada yang disembah kecuali
Allah. Dia Maha Agung lagi Maha Tinggi, Yang Kekal Abadi selamanya, Yang tidak
takut kepada kebinasaan. Segala puji bagi Allah Yang Menegakkan kekuasaan-Nya
dengan kekuatan-Nya dan menguasai hamba-hamba-Nya dengan kematian. Tidak ada
yang disembah kecuali Allah dan Muhammad itu adalah Rasulullah.”
Aku diberitahu oleh
putranya yang bernama Musa bahwa ayahnya mengucapkan kata-kata ‘Ta’azzuz’
sambil lidahnya tidak dapat berkata dengan baik. Oleh karena itu, kata-katanya
itu diucapkannya terus sampai ia bisa berkata dengan baik. Kemudian ia
mengucapkan, “Allah, Allah, Allah”. Semakin lama suaranya semakin perlahan dan
lidahnya melekat pada langit-langit mulutnya. Setelah itu, jiwanya yang mulia
itupun berpisah dari badannya. Semoga Allah meridhainya. Semoga Allah
mengkaruniakan kasih sayang-Nya kepada kita sekalian dan seluruh kaum Muslimin
dan Muslimat. Dan semoga di akhir hayat nanti kita berada dalam keadaan iman,
tanpa kita dihinakan-Nya dan diletakkan-Nya di dalam ujian. Semoga Allah
memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Amin,
Komentar
Posting Komentar