MAJELIS 3-10 Al Alamul Iman :Menjelaskan tentang Kembalinya Manusia ke Negeri Asal : Bagian 1
Al Alamul Iman :Menjelaskan tentang Kembalinya Manusia ke Negeri Asal : Bagian 1
Al Alamul Iman : Menjelaskan tentang Kembalinya Manusia ke
Negeri Asal :
Bagian 1
"Hikmah yang luas adalah mengenal Allah yang
diamalkan tanpa riya' dan sum'ah."
Derajat atau surga ada tiga
tingkatan (sesuai jumlah amalan manusia jismani tadi yakni syariat, tarekat dan
makrifat), pertama, surga di Alam Mulki yaitu jannatul Ma'wa. Kedua, surga di
Alam Malakut yaitu jannatun Nai'm. Ketiga, surga di Alam Jabarut yaitu jannatul
Firdaus. Semua ini adalah kenikmatan bagi manusia jismani. Sedangkan, manusia
jismani sendiri tidak akan sampai pada tiga alam tersebut (Alam Mulki, Alam
Malakut dan Alam Jabarut) kecuali dengan tiga ilmu, yaitu ilmu syariat, ilmu
tarekat dan ilmu makrifat. Nabi SAW bersabda,
"Hikmah yang luas adalah mengenal Allah dan
mengamalkannya adalah makrifat batin."
Oleh karena itu, Rasulullah SAW
berdoa, "Ya Allah, tunjukilah kami bahwa yang benar adalah benar dan
berilah kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang
batil itu adalah batil dan berikanlah kami kemampuan untuk
menjauhinya." (doa ini dikutip Ibnu Katsir)
Dan, Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang
mengenal nafsunya dan melawannya, berarti dia mengenal Tuhannya dan mengikuti
jalanNya." (diungkapkan As-Suyuthi dalam kitab AI-Hawi)
Sedangkan, kembalinya manusia khusus ke Negeri Asal itu
berarti kembali ke Alam AI-Qurbah, yakni dengan mengamalkan ilmu hakikat.
Ilmu hakikat yang dimaksud adalah tauhid yang diajarkan di Alam Qurbah atau
Alam Lahut. Pencapaian manusia khusus pada alam ini, terjadi di saat ia hidup
di dunia, karena kebiasaan dia (dalam ibadah), baik dalam keadaan tidur maupun
terjaga. Justru, pada saat tidur itulah, kalbu manusia khusus mendapat
kesempatan sehingga ruhnya dapat kembali ke Negeri Asal secara keseluruhan atau
sebagian saja. Sebagaimana Firman Allah
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan
(memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia
tahanlahjiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan
jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan." (QS. Az-Zumar [39]:
42)
Oleh karena itu, Nabi SAW bersabda,
"Tidurnya orang Alim 'ebih besar pahalanya dari
ibadahnya orang bodoh." (HR. Ath- Thabarasi di Makarim Al-Akhlaq)

"Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasia
manusia."
Allah berfirman dalam Hadis Qudsi,
"Ilmu ba!in adalah rahasia-Ku yang paling rahasia.
Aku wujudkan di dalam kalbu hamba-Ku dan tidak ada yang bisa memberikan
pemahaman tentangnya kecuali Aku." (Dikuatkan oleh riwayat
Ad-Dailami)
Allah SWT juga berfirman, "Aku ini sesuai dengan
sangkaan
(keyakinan) hamba-Ku. Aku bersamanya ketika dia
mengingat-Ku. Bila dia mengingat-Ku pada kalbunya, Aku pun mengingatnya pada
Dzat-Ku. Dan bila dia mengingat-Ku pada suatu kumpulan, maka Aku pun akan
mengingatnya di dalam kumpulan yang lebih baik darinya."
Berdasarkan hadis ini maka maksud dari keberadaan manusia
adalah agar ia mampu kembali ke Negeri Asalnya dengan tafakur.
"Tafakur sesaat lebih besar pahalanya daripada ibadah
setahun."
Nabi SAW juga bersabda, "Tafakur sesaat lebih
besar pahala.nya daripada ibadah 70 tahun."
Beliau juga bersabda, "Tafakur
sesaat lebih besar pahalanya dari pada ibadah seribu tahun."
Dari hadis-hadis
itu dapat diambil 3 pemahaman bahwa manusia yang berpikir dalam
tafsilan-tafsilan cabang, meski hanya satu jam maka nilai tafakurnya lebih
besar daripada praktik ibadah selama setahun. Sedangkan, berpikir tentang
aturan-aturan ibadah wajib (pokok), maka nilai tafakurnya lebih besar daripada
ibadah 70 tahun. Dan berpikir tentang makrifat kepada Allah, nilai tafakurnya
lebih besar daripada beribadah 1000 tahun. Syekh AIAnshari bersyair,
Berzikirlah dan raih
sebuah penghayatan (pemikiran)
Ratusan ribu penolong datang dari sebuah rasa syukur
Komentar
Posting Komentar